Kemdiktisaintek Dukung Upaya Penurunan Risiko Stunting di NTT
Jakarta-Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan (Ditjen Risbang) menyambut baik inisiatif upaya penurunan risiko stunting dan pengentasan kemiskinan di Nusa Tenggara Timur (NTT) oleh Konsorsium Perguruan Tinggi (KPT), Kamis (20/3).
Dalam rangka memberikan dukungan terhadap hal ini telah dilakukan diskusi lintas institusi yang diselenggarakan pekan lalu. Diskusi ini membahas perkembangan terkini dan tindak lanjut dari inisiatif yang telah berjalan. Diskusi ini dihadiri perwakilan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) XV, Universitas Brawijaya (UB), Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Nusa Cendana (Undana), dan Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira).
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan, menyampaikan walaupun konsorsium ini melibatkan beberapa perguruan tinggi, tetapi konsorsium ini dibentuk dengan semangat yang sama, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.
“Misi kita adalah untuk mensaintifikasi kebutuhan masyarakat. Termasuk di stunting, pangan, energi, dan sebagainya. Jadi, eksekusi program dilakukan dengan pertimbangan ilmu pengetahuan. Harapan besarnya, kita akan menjadi ekosistem atau komunitas yang dapat berkontribusi pada kehidupan masyarakat,” ujar Wamen Fauzan.
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan, Fauzan Adziman menyampaikan bahwa program ini dapat dijadikan percontohan bagi pembentukan konsorsium lainnya.
“Kementerian sedang membangun program pendanaan riset yang cocok untuk konsorsium ini, baik dari aspek pengabdian kepada masyarakat, riset, maupun pendampingan,” ujar Dirjen Fauzan. Dirjen Risbang juga menekankan bahwa konsorsium yang baik sedapatnya melibatkan seluruh pemangku kepentingan guna memastikan keberlanjutan serta efektivitas program yang dijalankan.
UB dan UMM selaku penggagas konsorsium ini telah merumuskan Rencana Aksi (Renaksi) KPT untuk penurunan risiko stunting dan pengentasan kemiskinan.
Sementara itu, Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kemdiktisaintek I Ketut Adnyana menyampaikan, Kemdiktisaintek ingin membangun ekosistem yang lengkap untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami berharap rekan-rekan UB sebagai lead dari proyek ini dapat membentuk roadmap dengan output yang terukur, baik itu kualitatif maupun kuantitatif, dari renaksi yang telah dipaparkan. Selain itu, perlu ada pembagian peran dari stakeholder yang terlibat dan follow up terkait sustainability program ini,” ucap Direktur Ketut.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan tahun 2023, Propinsi NTT memiliki prevalensi stunting sebesar 37,9%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari rata-rata prevalensi stunting Indonesia sebesar 21,5%. Menurut Kepala LLDIKTI XV Adrianus Amheka, kasus stunting di NTT hampir merata di seluruh kabupaten/kota.
“Bapak Gubernur NTT menyampaikan untuk segera membantuk satuan tugas untuk mengawal program strategis daerah ini. Objek penerima manfaatnya adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di bawah dua tahun,” kata Adrianus.
Dirjen Fauzan berharap program ini dapat dilaksanakan secara menyeluruh atau holistik, dengan pelaksanaan yang berkelanjutan.
“Kami harap program ini kelak bisa dilanjutkan dan dikembangkan melalui ekosistem lokal. Lalu jika sudah mulai terbentuk, sambil paralel kita juga bisa melihat bagaimana mengimplementasikan model ini di wilayah-wilayah lain,” ujar Dirjen Fauzan.
Sebagai bagian dari upaya strategis menurunkan angka prevalensi stunting, Kemdiktisaintek berperan sebagai integrator yang menjembatani berbagai pihak dalam konsorsium, Termasuk di dalamnya akademisi, pemerintah, dan sektor industri. Dengan pendekatan ini, konsorsium diharapkan tidak hanya memberikan solusi yang berdampak nyata bagi masyarakat, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui inovasi dan penguatan ekosistem riset yang berkelanjutan.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekSigapMelayani
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif