KSTI 2025 Dorong Kemandirian Alat Kesehatan lewat Kolaborasi Kampus, Industri, dan Pemerintah
Bandung–Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menyelenggarakan sesi paralel di bidang kesehatan dengan tema “Alat Kesehatan: Kemandirian Nasional dan Inovasi Teknologi Kesehatan.” Sesi paralel ini merupakan sesi paralel ke-2 di bidang kesehatan pada rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang digelar di Bandung, Jumat (8/8).
Sesi diskusi ini menghadirkan narasumber dari beragam latar belakang baik akademisi, industri, dan pemerintah antara lain Ida Parwati (Universitas Padjadjaran), Prihartanto Agung (Direktur Astra Otoparts), Jefri Ardiyanto (Direktur Ketahanan Farmasi dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan), dan Rieries Ruliningtyas (Universitas Airlangga). Para narasumber memaparkan bagaimana riset dan inovasi alat kesehatan di Indonesia terus bergerak menuju kemandirian nasional. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan penguatan daya saing bangsa melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi strategis.
Dalam pemaparannya, Ida menekankan bahwa hilirisasi inovasi di bidang kesehatan harus ditopang oleh riset dasar yang kuat serta dukungan lingkungan akademik yang mendorong budaya penelitian. Ia mengungkapkan pengalamannya saat Universitas Padjdjaran mengembangkan CePAD, alat deteksi cepat Covid-19, sebagai respon terhadap kebutuhan masyarakat akan alat deteksi yang cepat, akurat, dan terjangkau pada masa pandemi lalu. Ia juga menyoroti pentingnya percepatan perizinan dan mekanisme komersialisasi yang mendukung hilirisasi produk inovasi.
“Perguruan tinggi harus punya tekad menyediakan lingkungan dan sarana yang kondusif untuk aktivitas penelitian,” ujar Ida.
Sementara itu, Rieries Ruliningtyas, akademisi Universitas Airlangga memperkenalkan X-Manibus, inovasi alat terapi stroke berbasis robotik hasil riset Universitas Airlangga. Produk ini telah melewati uji validitas dan kini tengah memasuki tahap pengembangan model bisnis. Rieries mengungkapkan bahwa hilirisasi inovasi ini merupakan hasil pemanfaatan skema pendanaan Iptek Bagi Masyarakat dari Dikti dan dirancang untuk memperluas akses terapi rehabilitatif berbasis teknologi di Indonesia.
Dari sektor industri, Prihartanto Agung menjelaskan bagaimana kolaborasi yang terjalin antara industri dan perguruan tinggi dalam pengembangan alat kesehatan. Ia mengungkapkan bahwa Astra Otoparts telah aktif menjalin kemitraan dengan berbagai perguruan tinggi sejak 2020 terkait pengembangan alat kesehatan. Astra menerapkan sistem produksi berbasis industri 4.0 untuk menjamin kualitas, efisiensi, dan konektivitas, khususnya dalam mendukung kebutuhan rumah sakit. Namun demikian, ia juga menghadapi berbagai tantangan dalam produksi alat kesehatan, antara lain keterbatasan bahan baku, volume produksi nasional yang masih rendah, dan keterbatasan sumber daya manusia yang terampil di bidang manufaktur alat kesehatan.
Sementara itu, Jefri Ardiyanto dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa Indonesia berada di jajaran sepuluh besar negara dengan nilai dan volume pasar farmasi. Berbagai langkah dilakukan pemerintah untuk memperkuat kemandirian di bidang alat kesehatan baik dengan memperkuat sistem regulasi yang adaptif, pemanfaatan e-katalog nasional sebagai instrumen strategis untuk meningkatkan serapan produk kesehatan dalam negeri, dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di bidang kesehatan. Jefri mencontohkan, keberhasilan pengembangan ventilator lokal merupakan salah satu bukti keberhasilan kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan industri.
Diskusi paralel dilanjutkan dengan sesi panel dengan panelis Sugeng Supriadi (Universitas Indonesia), Hazballah Zakaria (Institut Teknologi Bandung), dan Adhika Widyaparaga (Universitas Gadjah Mada). Para panelis menyoroti perlunya reformulasi regulasi perizinan hilirisasi alat kesehatan, terutama pada tahap uji edar. Hal ini diperlukan supaya proses hilirisasi inovasi alat kesehatan nasional dapat berjalan lebih cepat dan efektif. Selain itu, para panelis juga menekankan pentingnya keberlanjutan dukungan dari pemilik inovasi, pemerintah, dan industri untuk memastikan bahwa hasil riset dapat digunakan secara luas dan menjawab kebutuhan masyarakat.
Konvensi ini menegaskan bahwa sinergi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan industri, khususnya dalam hal regulasi perizinan dan mekanisme komersialisasi merupakan pondasi utama dalam hilirisasi produk riset dan inovasi teknologi kesehatan untuk mencapai kemadirian pemenuhan kebutuhan alat kesehatan.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara