close

UI Kukuhkan Delapan Guru Besar Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan Sidang Terbuka Upacara Pengukuhan Guru Besar (GB) kepada delapan profesor dari Fakultas Kedokteran (FK), dipimpin Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. Pengukuhan guru besar tersebut dilaksanakan secara daring pada Sabtu (13/2), dalam dua sesi (sesi 1 pukul 09.30-11.00 WIB, sesi 2 pada pukul 14.30-15.00 WIB). Menurut Prof. Ari, pengukuhan Guru Besar kali ini adalah untuk pertama kalinya dilaksanakan secara virtual di UI, namun tidak mengurangi kekhidmatan acara.  

Pada sesi pertama pagi ini dikukuhkan empat profesor, yaitu Prof. Dr. dr. Zulkifli Amin, Sp.PD., KPMK sebagai GB Tetap FK UI dengan kepakaran bidang ilmu penyakit dalam, Prof. Dr. dr. Neng Tine Kartinah, M.Kes. sebagai GB dalam bidang ilmu fisiologi kedokteran, Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K) sebagai GB Tetap dalam bidang ilmu kesehatan anak, dan Prof. Dr. dr. Najib Advani, Sp.A(K), M.Med(Paed) sebagai GB dalam bidang ilmu kesehatan anak.

Prof. Zulkifli Amin menjadi GB Tetap ke-1 dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam yang diangkat pada tahun 2021 dan merupakan guru besar ke-232 dari UI. Pada kegiatan ini Zulkifli membacakan pidatonya yang berjudul “Perjalanan Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian Respirologi dan Penyakit Kritis Ilmu Penyakit Dalam, Masa Lalu, Masa Kini dan Masa Datang”. Pidato ini memaparkan perjalanan pelayanan penyakit paru di UI yang terbagi menjadi tiga bagian: yaitu masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.

Menurutnya, pelayanan paru di UI sudah dimulai pada tahun 1908, jauh sebelum dibangunnya Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), yang dulu bernama STOVIA (Sekolah Pendidikan Dokter Hindia-Belanda), dan pada 1930 menjadi Stichting Centrale Vereniging Voor Tuberculosebestrijding (SCVT). SCVT berganti nama menjadi Sub-bagian Pulmonologi Penyakit Dalam, dengan melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas pelayanan, diantaranya penambahan unit rawat jalan, pembangunan ruang poli Pulmonologi, ruang perawatan penyakit intensif, serta kegiatan tahunan berupa seminar, edukasi, serta workshop. Saat ini, divisi Pulmonologi RSCM berganti nama menjadi Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis. “Kami akan melakukan penambahan alat-alat kesehatan dengan teknologi terkini seperti Positron Emission Tomography Computed Tomography (CT) PET-CT dan Extra Corporeal Membrane Oxygenation (ECMO),” kata Prof. Zulkifli.

Selanjutnya, Prof. Neng Tine menyampaikan pidato berjudul “Optimalisasi Stimulasi Anak dalam Mendukung Pengembangan SDM untuk Indonesia Emas: Berbasis Kajian Neuroplastisitas”. Neng Tine yang berasal dari Bidang Ilmu Fisiologi Kedokteran, adalah GB ke-2 yang diangkat pada 2021 dan ke-233 di UI. Saat ini, katanya, Indonesia menghadapi suatu fenomena bernama “Bonus Demografi”, yakni usia produktif mendominasi peta demografi Indonesia. Kondisi ini menyebabkan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu prioritas pemerintah dengan jargon “Generasi Indonesia Emas”.

Hal tersebut dapat dicapai bila dilakukan dengan basis riset dan inovasi yang menghasilkan suatu formula pengembangan kualitas individu yang sistematis, efektif, dan efisien. Hasil riset yang dikembangkan oleh departemen fisiologi dengan fokus penelitian neurobehaviour dan disebut Applied and Molecular Physiology of Behavior (AMPhyBe) menunjukkan bahwa formula kombinasi pengayaan lingkungan environmental enrichment (EE) dan latihan fisik telah terbukti dapat meningkatkan plastisitas sinaps di otak melalui peningkatan neuromodulator dan parameter perubahan morfologi sinaps, maturasi sinaps, dan rekrutmen reseptor glutamate.

Baca Juga :  Tertarik Jadi Ahli Ilmu Kelautan Berkiprah Global? Kelas Internasional ITK IPB University Jawabannya

Stimulasi plastisitas sinaps di kembangkan melalui konsep bermain brain game, sehingga dapat menstimulasi sensorik (visual, auditory, olfactory, tactile, gustatory, vestibular, propioception) berbasis aktivitas fisik brain exercise. Pengembangan model stimulasi brain game dan brain exercise tersebut harus memperhatikan aspek sosial. Model stimulasi ini harus diimplementasikan melalui program pemberdayaan orang tua yang dikemas menggunakan terobosan inovasi teknologi.

“Konsep e-parenting berbasis hasil riset yang spesifik menstimulasi plastisitas sinaps belum banyak dikembangkan di Indonesia, sehingga hal ini merupakan terobosan dalam mengawal target Indonesia emas di tahun 2045. Mari kita sama-sama bersinergi akademisi, pemerintah, industri, dan media dalam PentaHelix, agar model stimulasi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan juga kemajuan bangsa.”

Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K)  memaparkan pidato berjudul “Optimalisasi 1000 hari pertama kehidupan: Nutrisi, Kasih sayang, Stimulasi, Imunisasi merupakan langkah awal mewujudkan generasi penerus yang unggul”. Masa 1000 hari pertama kehidupan (HPK), yang dimulai saat pembuahan sampai usia dua tahun, merupakan periode emas yang sangat menentukan masa depan seorang anak dan sangat tergantung pada pengaruh yang didapatkan dari lingkungannya. Pada masa ini kebutuhan dasar anak terutama nutrisi, kasih sayang dan stimulasi perlu dipenuhi dan dilindungi dari penyakit infeksi dengan pemberian imunisasi.

Bila pada masa ini, anak menderita malnutrisi maka anak akan kurus (wasting), pendek (stunting) yang membawa dampak antara lain perkembangan terhambat, kemampuan kognitif rendah, prestasi sekolah rendah, lama sekolah yang lebih singkat, dan pada saat dewasa mempunyai produktivitas serta kualitas hidup rendah. Hal ini berkontribusi dalam timbulnya kemiskinan dan inequalitas pada siklus kehidupan selanjutnya dan mungkin pula pada generasi selanjutnya. Prof. Hartono memberikan rekomendasi kepada Pemerintah sebagai salah satu upaya mendapatkan anak dengan tumbuh kembang baik adalah mengurangi kelahiran bayi risiko tinggi (bayi kurang bulan dan bayi berat lahir rendah) yang berasal dari perkawinan anak. Undang-undang No. 16/2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengubah batas minimum usia perkawinan perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, perlu diimplementasikan dengan konsekwen dan diikuti dengan implementasi program wajib belajar 12 tahun untuk membentuk generasi penerus Indonesia yang unggul dan tangguh pada tahun 2045.

Selanjutnya, Prof. Najib menyampaikan pidato berjudul “Penyakit Kawasaki dan Permasalahannya: Upaya Melindungi Jantung Generasi Penerus”. Penyakit Kawasaki (PK) ditemukan oleh Dr. Tomisaku Kawasaki di Jepang pada tahun 1967 dan saat ini sudah menyebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Diperkirakan sudah ada 1 juta orang yang terkena PK di dunia, 300.000 diantaranya di Jepang. Jika tidak diobati, 15-25% akan menderita kelainan jantung berupa pelebaran atau aneurisme arteri koroner di jantung dengan segala konsekuensinya, seperti trombosis koroner, penyempitan koroner, dan infark miokardium yang sebagian dapat berakhir dengan kematian. Itu sebabnya, PK perlu mendapatkan perhatian dari semua dan diagnosis tidak boleh terlambat.

Baca Juga :  Pejabat Daerah Mantan Artis Ini Targetkan Data Desa Presisi untuk Pengentasan Kemiskinan di Bandung

Penyebab penyakit ini hingga saat ini belum diketahui. Penyakit yang terutama menyerang balita ini lebih sering ditemukan pada anak lelaki. Di Indonesia diperkirakan hingga saat ini sudah ditemukan sekitar 3000an kasus terutama di daerah Jabotabek. Di negara kita dengan perkiraan angka kejadian sekitar 5000 kasus baru pertahun, dan sekitar 95% tidak terdeteksi serta kerusakan arteri koroner 25% pada yang tidak diobati, maka jumlah anak  yang terkena kerusakan  koroner  adalah  sekitar 1200  per tahun. Berbagai upaya telah dilakukan untuk diseminasi PK selama 2 dekade dan tampak membuahkan hasil berupa peningkatan kasus yang ditemukan.

“Terapi PK menggunakan immunoglobulin yang sangat mahal, rata-rata mencapai puluhan juta rupiah sehingga kami meneliti pemberian separuh dosis dengan hasil yang relatif baik. Diperlukan pematauan jangka panjang dengan alat ekokardiografi pada kasus yang berat oleh dokter ahli jantung anak yang jumlahnya masih minim di negara kita,” ujar Prof. Najib.

Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D memimpin pengukuhan pagi ini, dihadiri oleh Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD, beserta sekretaris dan anggota guru besar UI lainnya, Ketua Senat Akademik (SA) Prof. Nachrowi Djalal Nachrowi, MSc., MPHil., Ph.D, dan sekretaris, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Logistik Vita Silvira, S.E., MBA., Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi drg. Nurtami, Ph.D., Sp,OF(K), Wakil Rektor Bidang SDM dan Aset Prof. Dr. Ir. Dedi Priadi, DEA, Sekretaris Universitas UI dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D, para Dekan Fakultas, Direktur Sekolah, Direktur Program Vokasi, para wakil Dekan/Direktur, Direktur/Kepala Kantor/Kepala UPT di lingkungan Pusat Administrasi Universitas, Direktur Utama RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dr. Lies Dina Liastuti , SpKP (K), MARS, FIHA, perwakilan guru besar tamu dari Universitas Padjajaran, Universitas Gadjah Mada, serta para tamu undangan.

Pada sesi kedua siang ini akan dikukuhkan empat profesor FK UI lainnya, yakni Prof. Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K), MPH sebagai Guru Besar Tetap FK UI dengan kepakaran bidang ilmu kesehatan anak, Prof. Dr. dr. Widjajalaksmi Kusumaningsih, Sp.KFR(K), M.Sc sebagai Guru Besar Tetap bidang ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi, Prof. Dr. dr. Toar Jean Maurice Lalisang, Sp.B(K)BD sebagai Guru Besar Tetap bidang ilmu bedah, dan Prof. dr. Ratnawati, MCH, SpP(K), Ph.D sebagai Guru Besar bidang pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi.

Dra. Amelita Lusia, M.Si. CPR

Kepala Biro Humas dan KIP UI

Media contact: Mariana Sumanti, S.Hum

(Media Relations UI, humas@ui.ac.id ; 08151500-0002)