Satgas Covid-19 Unsyiah: Perlu Kehati-hatian Membuka Sekolah di Tengah Pandemi
Sekolah menjadi salah satu tempat berisiko tinggi penularan Covid-19, terutama bagi sekolah yang berkonsep asrama. Hal ini disampaikan oleh Satuan Tugas Covid-19 Universitas Syiah Kuala, dr. Amanda Yufika, M.Sc, dalam diskusi publik yang bertemakan “Sekolah di era New Normal Covid-19; Tinjauan Epidemiologi dan Metode Pembelajaran Efektif,” Kamis (18/6/2020) via aplikasi Zoom.
Dalam pemaparannya, dr. Amanda mengatakan anak merupakan salah satu kelompok rentan penularan Covid-19 di Indonesia. Dibandingkan negara lain, kasus Covid-19 pada anak di Indonesia termasuk tertinggi di dunia. Saat ini, tercatat 584 kasus positif Covid-19 pada anak, dan 14 di antaranya meninggal dunia.
“Maka butuh kehati-hatian untuk membuka sekolah di tengah pandemi ini. Hampir semua negara yang menerapkan lockdown dan membuka lockdown-nya, mereka memilih membuka sekolah paling akhir,” ujar Amanda.
Ia menjabarkan alasan mengapa sekolah menjadi lokasi berisiko tinggi penularan Covid-19, di antaranya karena sulitnya menerapkan jaga jarak di sekolah maupun di kelas, terutama bagi anak didik di jenjang sekolah dasar. Selain itu, terjadi kerumunan massa dalam jumlah besar sehingga sulit untuk menghindari kontak tidak langsung, dan sulitnya mengajak anak menggunakan masker selama pelajaran berlangsung.
“Kapan sekolah dibuka? Ketika pandemi dapat dikendalikan, ketika kurva kasus menurun. Tapi di Indonesia, khususnya Aceh, kasus sedang meningkat. Ini fase belum aman,” sambung Amanda.
Untuk itu, ia berharap pertimbangan kesehatan menjadi prioritas utama di atas prioritas lain jika sekolah di Aceh dibuka kembali. Pihak pengambil kebijakan juga diminta untuk mempertimbangkan manfaat dan risikonya. Namun, andaipun sekolah tetap dibuka, Amanda meminta protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dapat diterapkan di semua sekolah dan memiliki panduan/SOP yang aman bagi peserta didik dan pengajar. Ia juga mengusulkan agar pembukaan sekolah dapat dilakukan secara bertahap dimulai dari jenjang lebih tinggi hingga ke jenjang pendidikan dasar.
Sementara itu, Perwakilan dinas pendidikan Aceh, Zulkifli, S.Pd, M.Pd. mengatakan, pihaknya telah menetapkan pendidikan tahun pelajaran 2020/2021 dimulai 13 Juli 2020. Ada dua skenario pembelajaran menyambut tahun ajaran baru ini, yaitu dengan melakukan sistem tatap muka memperhatikan protokol kesehatan dan diatur SOP dari satuan pendidikan masing-masing. Bagi yang tidak mungkin melakukan tatap muka, maka dilakukan dengan sistem belajar dari rumah. Namun, kedua skenario ini nantinya tetap diputuskan dengan melihat perkembangan Covid-19 di Aceh. Terpenting menurutnya, anak-anak harus tetap mendapatkan pendidikan selama Covid-19 mewabah.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Marwan mengatakan kebijakan pengendalian Covid-19 dalam aspek pendidikan di Aceh menghadapi new normal perlu diperkuat dengan telaah dari akademisi, praktisi pendidikan, dan pengalaman masyarakat dengan tetap memperhatikan tinjauan epidemiologi. Ia berharap diskusi ini dapat melahirkan masukan positif bagi pemerintah dan masyarakat Aceh dalam menjalankan sekolah di era new normal.
Seminar ini juga menghadirkan pemateri Dr. Sofyan A. Gani, M.A. anggota MPA Aceh dan diikuti ratusan pendidik dari berbagai kabupaten di Aceh.