PKSPL IPB University Inisiasi Penguatan Kelembagaan Ekosistem Pesisir di Raja Ampat-Papua Barat
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University melakukan inisiasi awal penguatan kelembagaan pengelola ekosistem pesisir di Kampung Yensawai Barat Distrik Batanta Utara Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Inisiasi awal ini dilakukan melalui program Desain Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dalam Mendukung Percepatan Pelaksanaan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) di Provinsi Papua Barat.
Kegiatan dimulai tanggal 9 Maret sampai dengan 13 Maret 2021. Tim PKSPL LPPM IPB University terdiri dari Dadan Mulyana, Muhammad Qustam Sahibuddin, Robba Fahrisy Darus, Aditya Bramandito dan Nurdana Pratiwi.
“Penguatan kelembagaan yang dilakukan terdiri dari pembentukan kelompok pengelola ekosistem pesisir, merumuskan dan membuat aturan main kelompok, penguatan sumber daya manusia melalui bimtek serta koordinasi dengan para stakeholder terkait di tingkat kampung,” ujar Ketua PKSPL, Dr Yonvitner. Dalam melaksanakan program ini, PKSPL mendapat dukungan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas), Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Corak Reef Rehabilitation Management Program-Coral Triangle Initiative (Coremap-CTI).
Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang memiliki ekosistem pesisir yang sangat beragam. Mulai dari Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang. Ekosistem yang telah menopang kehidupan masyarakat selama beratus-ratus tahun dan secara turun-temurun ini dikelola dengan adat istiadat yang menjadi ciri khas masyarakat Papua. Dengan kata lain mangrove, lamun dan terumbu karang memiliki peran dalam keberlangsungan sebuah peradaban.
Namun demikian keberadaan ekosistem pesisir memiliki banyak ancaman yang dapat menurunkan kondisi hingga luasannya. Ancaman ini lebih banyak diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, kegiatan penangkapan yang tidak ramah lingkungan (destructive fishing), dan wisata. Sehingga mau tidak mau, keberadaan ekosistem pesisir harus dijaga dan dikelola secara lestari untuk keberlangsungan peradaban dimasa depan.
Sasi merupakan aturan adat masyakat Papua yang telah diwarisi secara turun temurun untuk mengelola ekosistem pesisir agar tetap terjaga dan lestari. Walau demikian, dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan karena keterbatasan sumberdaya yang dimiliki masyarakat lokal serta makin masifnya kegiatan yang mengancam keberadaan ekosistem pesisir baik secara langsung (aktivitas manusia) maupun tidak langsung (kebijakan pemerintah).
Dalam menjaga keberlangsungan ekosistem pesisir, masyarakat lokal memiliki peran sangat penting karena merekalah ujung tombak yang secara langsung berinteraksi dari keberadaan ekosistem pesisir di wilayah mereka. Artinya masyarakat lokal merupakan kunci keberhasilan pengelolaan ekosistem pesisir agar tetap terjaga dan lestari di masa depan.