close

Pakar IPB University: Penting Integrasi dan Sikronisasi Mitigasi Banjir di Kalimantan Selatan

Di balik luasan tutupan hutan yang masih terbilang memadai, beberapa wilayah di Kalimantan khususnya di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih mengalami bencana banjir. Sehingga perlu adanya suatu kajian mengenai inventarisasi daya dukung dalam rangka mitigasi bencana alam dan pengelolaan tata ruang di Kalimantan.

Menindaklanjuti hal tersebut, Dr Omo Rusdiana, Ketua Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University turut memberikan tanggapan. Harapannya, tanggapan ini dapat menggambarkan langkah integrasi dan sinkronisasi  yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan dalam upaya mitigasi bencana alam banjir.

Ia menyebutkan bahwa kejadian banjir di awal tahun 2021 di wilayah tersebut berkaitan dengan penggunaan lahan di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.

“Bencana banjir ini tidak bisa terlepas dari pengelolaan yang dilakukan oleh wilayah-wilayah lain di dalam DAS. Jika ada kerusakan di Kalsel bisa jadi ada kontribusi dari wilayah lain sehingga kerja sama antar wilayah menjadi penting, karena lingkupnya tidak hanya berbasis wilayah adminsitratif tapi juga regional,” ungkapnya dalam kegiatan Diskusi dan Sosialisasi Upaya Mitigasi Bencana Banjir di Wilayah Kalimantan yang digelar oleh Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Kalimantan, 1/4.

Baca Juga :  Dukung Transformasi Digital Pendidikan Tinggi, Ditjen Diktiristek Luncurkan Empat Aplikasi dan Satu Fasilitas Baru

Bila dilihat berdasarkan data dan fakta dari berbagai sumber, kondisi iklim Kalimantan di bulan Januari 2021 cenderung ekstrim. Dapat dikatakan sebagai hujan ekstrim karena intensitasnya sebesar 461 mm selama lima hari atau delapan hingga sembilan kali lipat dari curah hujan normal. Sehingga dengan kondisi tutupan hutan yang ada masih, tidak sanggup mengendalikan banjir di kala hujan ekstrim.

Selain itu kemampuan badan air untuk menampung hujan yang relatif rendah serta kondisi topografi yang curam juga memicu aliran permukaan air menjadi lebih cepat.  Berdasarkan wilayah administratif, proporsi área hutan di wilayah Kalsel juga hanya 18,2 persen karena sebagian besar telah dimanfaatkan untuk lahan pertanian kering, perkebunan, hingga pertambangan.  Padahal pemanfaatan tersebut harus pula mempertimbangkan daya dukung berdasarkan kemampuan lahan. Sebagian wilayah tidak cocok bagi pola pemanfaatan yang intensif, sebagian lain lebih cocok untuk perlindungan dan jasa ekosistem khususnya di hutan produksi. Sehingga diperlukan suatu strategi dan análisis terhadap kebijakan serta implementasinya.

Baca Juga :  Ditjen Dikti Siap Akselerasikan Inovasi Kerja Sama Perguruan Tinggi dengan DUDI

Pemanfaatan lahan hutan yang tidak sesuai dengan daya dukung tersebut berpotensi merusak dan memperparah dampak banjir. Salah satu dampaknya yakni terjadinya lahan kritis sehingga dapat berkontribusi pada pengaturan tata air. Ia memberi gagasan bahwa harus ada kajian lebih intensif terkait  aspek kebijakan permasalahan alokasi ruang kawasan hutan dengan kemampuan lahan.

“Hasil pembangunan apabila tidak memperhatikan lingkungan akan mengoreksi hasil pembangunan itu sendiri. Sehingga tujuan kita untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kondisi lingkungan yang lebih baik menjadi terhambat,” tambahnya.

Terkait dengan isu strategis  salah satunya penanganan banjir dan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) juga dinilai belum optimal. Perlu adanya integrasi dan sinkronisasi berdasarkan isu strategis  tersebut serta dikombinasikan dengan kebijakan strategis sesuai dengan isu-isu yang ada. Adapun pendekatannya dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis yuridiksi dan landscape.