Mahasiswa Magang CTSS IPB University Ungkapkan Aspek Berkelanjutan dalam Penanganan Sampah di Indonesia
Center for Transdisciplinary and Suistainability Sciences (CTSS), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University menggelar kembali Graduate Student Monthly Suistainability Seminar yang ke-9 dengan tema “Introduction to Suistainability in the Waste Management: The Next Crisis”, (15/04). Seminar tersebut dibawakan oleh Celia Wang, mahasiswa magang CTSS IPB Unversity dari Maastricht School of Management University, Belanda. Walaupun terhalang oleh kebijakan larangan berpergian ke luar negeri, tapi tidak menyurutkan niatnya untuk menggali pengetahuan dan pengalaman di CTSS IPB University secara daring.
Ia mengatakan telah jatuh cinta dengan pemandangan alam yang indah dan berbagai biodiversitas alam yang melimpah di Indonesia. Namun, yang menjadi sorotan, penanganan sampahnya dinilai masih kurang baik bahkan mendapatkan “suntikan” sampah dari negara berkembang lainnya. Hal tersebut menarik minatnya untuk mendalami sistem manajemen sampah di Indonesia.
Dalam seminar tersebut, ia membahas mengenai sistem pengelolaan sampah yang sudah diterapkan di Indonesia, definisi keberlanjutan dalam pengelolaan sampah serta bagaimana memandang melalui pendekatan transdisipliner yang sangat relevan dengan visi CTSS IPB University. Serta melihat bagaimana circular economy dapat berperan dalam paradigma berkelanjutan.
Indonesia memiliki fakta ironis sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar kelima di dunia dan berada pada posisi kedua sebagai penyumbang sampah plastik di lautan. Jumlah emisi gas akibat sampah di Indonesia bahkan hampir sama besarnya dengan gabungan jumlah emisi gas hasil pertanian dan proses industri.
“Indonesia mesti belajar dari Jerman mengenai tata pengelolaan sampah sehingga recovery rate dan disposal ratenya ideal dan tidak lagi menumpuk di tempat penampungan sampah,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa dalam pemilahan sampah, tidak ada segregasi ke dalam tujuh jenis sampah seperti di Eropa namun hanya dua yakni organik dan anorganik. Jumlah sampah organik pun secara mengejutkan lebih tinggi dibandingkan dengan plastik. Permasalahan utama lainnya adalah penanganan sampah di pulau-pulau kecil yang jauh dari kata sempurna.
Untuk membantu edukasi pada masyarakat, sudah ada lebih dari 8000 bank sampah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun demikian, peran bank sampah tersebut dinilai belum efisien karena hanya tersedia di beberapa waktu saja. Penampungan sampah di Bekasi pun tidak mampu menampung lebih dari 7000 ton sampah per hari yang datang dari sektor informal. Solusi sementara incineration atau melalui pembakaran walaupun masih ada perdebatan mengenai dampaknya terhadap lingkungan.
Pemerintah juga menyadari bahwa penggunaan penampungan sampah kemungkinan over kapasitas pada tahun 2023. Sehingga perlu adanya sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Dimulai dari upaya pengurangan penciptaan sampah, upaya daur ulang hingga pemanfaatan sampah menjadi sumber energi.
“Upaya tersebut akan mengarahkan pada circular economy dimana sampah yang dihasilkan oleh masyarakat akan kembali pada masyarakat dan tidak membahayakan lingkungan. Sehingga kita harus mengurangi dampak aktivitas manusia sambil menciptakan nilai ekonomi yang membuka peluang kerja baru serta tanpa membahayakan kesehatan dan meningkatkan taraf kehidupan,” sebutnya.
Untuk mencapai aspek berkelanjutan tersebut, salah satu caranya yakni melalui pendekatan transdisipliner yang menjadi inti dari CTSS IPB University. Pendekatan transdisipliner tersebut dilakukan secara cross sector, cross actors, cross culture, dan cross discipline. Tanggung jawab individual juga tidak luput menjadi andil dalam suksesnya pengelolaan sampah. Sehingga edukasi pada masyarakat oleh pemerintah menjadi salah satu kuncinya. Dukungan kebijakan dan kolaborasi multipihak juga menjadi bagian yang tidak kalah penting. (MW/Zul)