Mahasiswa ITS Inovasikan Alternatif Deteksi COPD melalui Cairan Ludah
Anggota tim, Muhammad Ardi Rizki Arasi, ketika melakukan pengukuran nilai permitivitas pada sampel saliva sebagai sumber data pada model deep learning
Kampus ITS, ITS News – Seiring meningkatnya kasus kematian akibat Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), diperlukan adanya sistem deteksi penyakit yang salah satunya menggunakan spirometer yang cukup kompleks. Hal tersebut menginspirasi tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk menginovasikan alternatif sistem deteksi COPD melalui perubahan nilai permitivitas pada cairan ludah yang disebut CoDetector.
COPD atau juga disebut Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit peradangan pada paru-paru dalam jangka waktu lama yang sering menyerang perokok aktif dan pasif. Penderita COPD akan mengalami kerusakan pada bronkus dan selaput paru atau pleura. Guna mendeteksi COPD, Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) mempunyai sistem deteksi standar menggunakan spirometer.
Ketua tim Fani Ahmad Refansah menuturkan, sistem deteksi COPD menggunakan spirometer dinilai kompleks karena memerlukan biaya yang mahal, waktu deteksi yang lama, dan memerlukan operator yang terampil. Bukan hanya itu, deteksi menggunakan spirometer tidak dapat diterapkan pada pasien yang mengalami eksaserbasi atau kondisi memburuknya gejala pernapasan. “Sehingga diperlukan alternatif sistem deteksi COPD untuk mengatasi kompleksitas tersebut,” jelasnya.
Sifat permitivitas tersebut, imbuh Fani, merupakan kemampuan suatu benda menyimpan energi potensial listrik dalam pengaruh medan listrik. Nilai permitivitas ini dapat ditentukan dengan memanfaatkan konduktor pelat sejajar. Pada saat saliva diletakkan dalam suatu wadah berupa kuvet plastik yang berada di antara dua konduktor pelat sejajar, akan diperoleh nilai kapasitansinya. “Dengan menggunakan persamaan fisika, akan diperoleh nilai permitivitasnya,” bebernya.
Berdasarkan fakta tersebut, Fani dan tim di bawah bimbingan dosen Dr rer nat Ruri Agung Wahyuono ST MT berhasil menginovasikan alat deteksi COPD menggunakan biosensor kapasitif berdasarkan nilai permitivitas cairan ludah. Tak hanya itu, algoritma deep learning pun diimplementasikan guna menganalisis data medis lain, seperti usia, gender, dan riwayat merokok pasien. “Penerapan algoritma tersebut bertujuan untuk memperkuat diagnosis COPD,” imbuhnya.
Ke depannya, tim yang berasal dari Laboratorium Material Fungsional Maju, Departemen Teknik Fisika ITS tersebut berharap agar inovasinya ini dapat terus dikembangkan akurasinya sehingga bisa menjadi alternatif detektor COPD. “Dengan biaya yang relatif terjangkau, semoga alat ini dapat dimanfaatkan oleh fasilitas kesehatan tingkat bawah,” tutupnya penuh harap. (HUMAS ITS)