close

Mahasiswa, Ini Empat Kesempatan Unik yang Bisa Kamu Coba di Era Kampus Merdeka

URABAYA (31/03) – Belajar dan praktek di luar kelas selama tiga semester, lalu diakui sebagai bagian dari perkuliahan dan diberi nilai sebesar 60 SKS. Inilah esensi Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk menjawab tantangan perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang sesuai perkembangan zaman.

Walaupun nampak sederhana, diungkapkan oleh Sugianto Halim MMT selaku Direktur Utama SEVIMA, mempraktikkan MBKM masih jadi tantangan tersendiri kampus. Misalnya dalam memahami penelitian atau program kewirausahaan yang dalam MBKM dapat diakui sebagai pengganti perkuliahan, pertanyaan muncul di kampus. “Misalnya, apa yang perlu diteliti? Kalau kewirausahaan, seperti apa wirausaha yang bisa dianggap seperti kuliah?,” ungkap Halim.

Oleh karena itu, dalam Webinar bertajuk “Tips Membangun Kurikulum Kampus Merdeka serta Ekuivalensinya,” empat ribu anggota Komunitas SEVIMA berdiskusi tentang strategi penerapan kampus merdeka di kampusnya masing-masing. Acara digelar pada Rabu (31/03) pagi melalui Zoom.

Hadir sebagai narasumber, antara lain Dr.Eng. Siti Machmudah  selaku Direktur Pendidikan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Bagus Jati Santoso PhD  selaku Ketua Program Kompetisi Kampus Merdeka, dan Kurniawan MPD selaku Ketua Program Studi  IAIN Curup. 33 Rektor dari PTN dan PTS se-Indonesia juga turut hadir dalam Zoom ini untuk mendiskusikan materi bersama para narasumber.

Kuliah di ITB dan ITS Sekaligus

Kesempatan pertama dalam program kampus merdeka, adalah pertukaran pelajar. Pada umumnya, mahasiswa membayangkan bahwa pertukaran pelajar artinya pergi jauh bahkan keluar negeri selama beberapa tahun.

Di era kampus merdeka ini, Bagus Jati Santoso PhD selaku Ketua Program Kompetisi Kampus Merdeka menyatakan bahwa pertukaran pelajar juga bisa dilakukan antar program studi maupun antar kampus. “Lagipula, kualitas perkuliahan di kampus sendiri ataupun kampus luar negeri, juga tidak kalah dengan perkuliahan di luar negeri. Pak Dirjen Dikti juga menyatakan bahwa pertukaran pelajar dalam negeri, masih sangat sedikit,” ungkap Bagus.

Baca Juga :  Hilirisasi Hasil Riset Kembangkan Potensi Kekayaan Intelektual Sebagai Produk Komersial

Artinya dalam praktek pertukaran pelajar, mahasiswa bisa mengambil mata kuliah apapun di jurusan lain maupun kampus lain. Caranya pun tidak sulit, tinggal mengakses website Sasrabahu.ID lalu pilih mata kuliah dan kampus yang dia inginkan. Kampus juga sudah memfasilitasi dengan cara menambah mata kuliah pilihan dan melakukan pemetaan atas kemungkinan transfer kredit (pengakuan kegiatan sebagai nilai).

“Jadi bisa saja, anak kuliah di Teknik Informatika ITS (Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya). Lalu ambil pertukaran pelajar di ITB (Institut Teknologi Bandung). Tidak ada masalah, sekarang eranya kolaborasi,” ungkap Bagus.

Magang Sambil Kuliah Online

Magang jadi kesempatan kedua dalam program kampus merdeka. Di masa lalu, magang artinya meninggalkan perkuliahan. “Namun, kini tidak lagi. Magang bisa diakui hingga 20 SKS. Di ITS, kita mengakui magang hingga 6 SKS,” ungkap Dr.Eng. Siti Machmudah selaku Direktur Pendidikan ITS.

Sambil magang, mahasiswa juga tetap bisa mengikuti kelas lain di kampus jika ingin menambah nilainya. Karena perkuliahan di era tatanan normal baru saat ini, mengarah ke sistem asynchronous (tidak langsung) dan blended (campuran online dan offline).

“Artinya mahasiswa mau ikut kuliah di kelas pada jam tertentu silakan. Mau ikut kuliah lain waktu, juga bisa karena kuliah di kelas itu direkam dan bisa disimak lain waktu. Jadi kuliah bisa diakses secara online dari mana saja dan kapan saja. Sore hari pulang kerja setelah magang di Jakarta, buka laptop, lalu ikut kuliahnya ITS, itu bisa banget,” lanjut Bagus.

Meneliti, Mengajar, dan Mengabdi di Desa

Tridharma Pendidikan Tinggi mensyaratkan penelitian, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Ini juga yang menjadi empat kesempatan lainnya di era kampus merdeka. Mahasiswa bisa meneliti, melakukan asistensi, menggelar kegiatan kemanusiaan di masyarakat, dan membangun desa lewat program Kuliah Kerja Nyata. Nantinya, penelitian tersebut akan diakui sebagai pengganti nilai kuliah.

Baca Juga :  Dirjen Dikti: Dosen Harus Jadi Penerang bagi Mahasiswa dan Masyarakat demi Kemajuan Daerah

“Jadi mahasiswa mau meneliti, mengajar lewat program Kampus Mengajar, dan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di desa dan pelosok Indonesia. Itu diakui dan dinilai seperti kuliah,” ungkap Siti.

Cara yang diperlukan untuk mengambil kesempatan ini cukup mudah. Mahasiswa tinggal mengusulkan keinginannya untuk meneliti, mengajar, atau mengabdi, lewat dosen pembimbing masing-masing. Dengan syarat bahwa yang diterapkan sejalan dengan ilmu yang mereka pelajari di bangku kuliah. “Misal kuliah di Teknik Kimia, maka bisa saja: 1) meneliti di pabrik pupuk, 2) mengajarkan pemakaian pupuk ke petani, 3) melakukan donasi ke petani, 4) membangun sistem pertanian di desa. Nanti dosen pembimbing yang akan mengarahkan dan memberi lampu hijau,” lanjut Siti.

Buat Bimbel dan Startup

Wirausaha dan Studi Independen, adalah kesempatan ketujuh dan kedelapan yang bisa diakses mahasiswa. Menurut Kurniawan MPD selaku Ketua Program Studi  IAIN Curup, kesempatan ini adalah yang paling menarik secara finansial. Karena mahasiswa bisa mendapat profit dari hasil usahanya, sekaligus dapat nilai.

“Jadi sambil kuliah, sambil berwirausaha dan bikin startup, dan itu diakui oleh negara. Bahkan, bisa juga dapat fasilitas Pendanaan dari Program Kewirausahaan Ditjen Dikti dan Platform Kedaireka. Artinya uang dapat, nilai dapat,” ungkap Kurniawan.

Di tempatnya mengajar, beberapa mahasiswa telah berhasil membuka bimbingan belajar dan startup seputar Pendidikan. Kegiatan ini kemudian bisa dikonversi menjadi SKS sekaligus kesempatan menerapkan ilmu mahasiswa. Hal ini berhasil ia lakukan dengan cara menyesuaikan kurikulum, menerima pendaftaran mahasiswa, menyusun syarat pendaftaran yang rinci, dan memberdayakan dosen pendamping sebagai pamong bagi para mahasiswa.

“Kebetulan karena program studi kami adalah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, maka mahasiswa membuka bimbel untuk anak sekolah. Ilmu mengajar mereka praktekkan, uang mereka dapat, nilai mereka dapat juga,” pungkas Kurniawan.