LKST IPB University dan BPP HIPMI Penjajakan Kerjasama Matching Fund Terkait Riset Makanan Pencegah Stunting
IPB University melalui Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (LKST) bekerjasama dengan Direktorat Kelembagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) tentang penjajakan kerjasam Matching Fund untuk inovasi, khususnya makanan, yang berhubungan dengan pencegahan stunting, (9/3). Narasumber yang hadir adalah Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI, Sari Pramono dan Werdy Kasim, Para Inovator IPB University seperti Prof Rizal Damanik, Prof Clara M Koesharto, Prof Ahmad Sulaeman dan Dr Kustiariyah. Hadir pula dalam FGD tersebut Wakil Rektor Bidang Inovasi dan Bisnis/Kepala LKST IPB University, Prof Erika B Laconi, para pimpinan di bawah koordinasi LKST, para praktisi Program Kedai Reka dan Matching Fund serta Tim dari Direktorat Kelembagaan Ditjen Dikti.
“Gandenglah inovasi IPB University untuk mendapatkan mitra agar inovasi yang ada bisa di-scale up. IPB University siap menfasilitasi agar inovasi yang ada bisa bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar Prof Erika dalam sambutannya.
Menurutnya, ada beberapa inovasi unggulan terkait riset makanan untuk mencegah stunting. Di antaranya inovasi Prof Ahmad Sulaeman yaitu Sasumuzi (sagon bubuk untuk ibu hamil dan bubur instan untuk bayi di atas enam tahun) berbahan dasar buah sukun. Inovasi Prof Rizal Damanik yaitu tortea atau teh torbangun, inovasi melalui budaya minum teh untuk ibu menyusui guna mengatasi stunting pada bayi dan balita.
Prof Rizal Damanik menyampaikan bahwa awalnya Suku Batak di Indonesia adalah satu-satunya suku di dunia yang menggunakan daun torbangun untuk meningkatkan air susu ibu. Banyak ibu menyusui mengalami keluhan produksi air susu kurang maksimal. Dengan konsumsi sayur torbangun produksi air susu lebih melimpah.
“Budaya minum teh dikembangkan karena lebih praktis dan mengurangi rasa getir dan tidak menjadi hambatan karena hampir semua suku di Indonesia menyukai teh dan terjangkau harganya,” ujarnya.
Inovasi lain yang ditawarkan adalah spirulina bar (SeaCera) yang merupakan inovasi hasil riset Dr Kustiariyah. Dalam paparannya Dr Kusti menyampaikan bahwa stunting timbul akibat kurangnya input, salah satunya sumber protein. Spirulina adalah potensi laut sebagai sumber protein sel tunggal. Adapun produk berbasis spirulina yang telah ia kembangkan adalah spirulina crispy, spirulina cookies, dan spirulina bar.
“Makanan tradisional jipang yang sudah ada di Indonesia tinggi akan kalori, sehingga saya mencoba memperkaya kandungan gizi jipang dengan spirulina yang kaya protein, anti hiperglikemik, anti cancer dan sebagai anti oksidan,” imbuhnya.
Selain tiga inovasi di atas, terdapat pula inovasi dari bahan lokal lainnya yaitu inovasi Prof Clara M Koesharto dengan produk andalannya yaitu clarimorisa (clarias, moringa dan sagu). Prof Clara mengemukakan bahwa awalnya yang dikembangkan adalah clarimoringa sebagai pangan sumber protein yang kaya akan kalsium. Dalam perkembangan risetnya Prof Clara menambahkan pangan lokal yaitu sagu yang rendah gluten dan tinggi serat bagi balita stunting yang berkebutuhan khusus.
Pihak BPP HIPMI, Werdy Kasim menyampaikan pentingnya menyinergikan dunia usaha dengan perguruan tinggi. Menurutnya, fokus dari BPP HIPMI adalah menurunkan angka stunting di Indonesia. BPP HIPMI sangat mengharapkan forum ini menjadi ajang yang tepat untuk mengatasi permasalahan stunting di Indonesia.
Sementara itu, Sari Pramono menyampaikan bahwa usaha di bidang stunting ini belum banyak, sehingga inovasi yang ada di IPB University ini sangat berpeluang untuk dikembangkan.
“Kami di BPP HIPMI ingin bekerja sama dengan pihak IPB University. Riset yang sudah ada ini perlu dikembangkan untuk dapat diterima dan dikonsumsi masyarakat,” ujarnya.