Tak Tunduk pada Keterbatasan: Anak Papua Gapai Cita lewat KIP-Kuliah
Jayapura- Di ujung timur Indonesia, di sebuah distrik kecil bernama Ansus, Kabupaten Kepulauan Yapen, tumbuhlah seorang gadis tangguh bernama Cici Paramita Rosalin Kayoi bersama sepuluh saudaranya. Belasan tahun mereka dihidupi dan dibesarkan oleh ayah, seorang penakluk laut Papua dan ibu penjual sagu. Kini ia menjadi penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah).
“Ayah bekerja sebagai nelayan, penghasilan ayah saya tak tentu sebulan,” kata Cici.
Sedari dini, Cici tumbuh dengan ikan segar yang dibawa sang ayah dan sagu yang diolah ibu dengan penuh cinta. Cita rasa makanan kota hanya bisa dibayangkan. Sesekali terbesit, ingin mencoba, namun biaya dan akses, menjadi kendala.
“Ingin makan ayam krispi,” ujar Cici.
Tahun berganti, Cici tumbuh menjadi seorang gadis belia, mimpinya menjadi perawat terasa semakin dekat. Siang itu, di ruang kelas SMA Negeri 1 Serui, Cici tidak hanya mendapat ilmu pengetahuan, tapi juga secercah asa. Sang Guru, membawa kabar Beasiswa KIP-Kuliah. Senyum Cici merekah, beasiswa KIP-Kuliah harus didapatkan, batinnya.
Kala itu, Cici bergegas ke rumah. Tak sabar rasanya bercerita pada orang tua. Sudah saatnya keinginan yang diam-diam dia dekap selama ini, diutarakan. Baginya, berkuliah dengan KIP-Kuliah, menjadi solusi untuk menggapai angan.
“Kamu boleh kuliah di bidang kesehatan, tapi harus dengan beasiswa, melihat kondisi keluarga kita. Tapi mama dan bapak akan berusaha, walau hanya sedikit,” kenang Cici saat Sang Mama mengungkapkan dukungannya, walau dengan kemampuan yang terbatas.
Restu orang tua dan semangat yang tak padam membuat Cici tak pantang menyerah. Beasiswa KIP-Kuliahpun akhirnya ia raih. Di tanah Serui, rasa haru membuncah dada orang tua Cici, berbagai cara mereka lakukan demi biaya gadis itu menyongsong mimpinya ke Kota Jayapura. Nasib baik kembali bersama Cici, kepala desa dan keluarga besar turut membantu. Bermodalkan Rp. 3juta, gadis itu mengayun langkahnya ke Ibu Kota Papua.
Di kota, Cici sementara menumpang di rumah keluarga. Hingga bantuan dana KIP-Kuliah sampai tangannya. Uang itu kemudian Cici gunakan untuk kos di sekitar kampusnya, Universitas Cenderawasih (Uncen).
Selain itu, Cici gunakan sisa bekalnya untuk membeli perlengkapan kuliah sebagai mahasiswa Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Uncen. Cici bertekad belajar dengan sungguh-sungguh dan memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.
“Cita-cita Saya ke depan, ketika Saya lulus dari Ilmu Keperawatan, Saya bisa menjadi perawat yang profesional kemudian membantu masyarakat di Papua ini,” ungkap Cici optimis.
Angannya tak berhenti di sana, Cici ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Ia ingin berperan nyata di tengah masyarakat.
“Banyak anak muda di Papua punya semangat besar, tapi ekonomi yang membuat mereka menyerah. Saya berharap KIP-Kuliah bisa terus ada, bahkan kuotanya ditambah, supaya lebih banyak teman-teman saya bisa lanjut kuliah,” harap Cici.
Ia juga menaruh harapan besar pada kehadiran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) yang berkunjung ke Papua. Cici percaya, perhatian dari pemerintah pusat bisa membuka perbaikan nyata, terutama dari sisi fasilitas dan akses pendidikan tinggi.
Tenang wajahnya, lembut tuturnya. Tapi di balik itu, tersimpan tekad sekeras karang. Cici adalah satu dari banyak anak Papua yang menolak tunduk pada keterbatasan. Yang percaya, bahwa mimpi boleh lahir di mana saja, dan cita-cita boleh tumbuh setinggi langit, asal tak berhenti melangkah.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#DiktisaintekSigapMelayani
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif