close

Sinergi Teknologi dan Budidaya Perikanan Maritim, Kunci Swasembada Pangan Nasional

Bandung-Sesi panel ketiga bidang maritim dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 digelar di Auditorium Freeport, Lantai 6 Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM), ITB Kampus Ganesha, Sabtu (9/8). 

Diskusi ini membahas beragam inovasi teknologi keramba dan penangkapan ikan yang dinilai berperan penting dalam mendukung cita-cita Asta Cita, khususnya swasembada pangan nasional. Diskusi dibuka oleh Yonvitner dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia memaparkan lima isu strategis kelautan dan pangan ikan yang melahirkan konsep Smart Seafarming System, yakni sistem budidaya berbasis teknologi yang dirancang untuk menjaga keberlanjutan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Gagasan ini sejalan dengan upaya sektor industri yang terus menghadirkan inovasi untuk mendukung kegiatan nelayan. Salah satunya disampaikan oleh Falih Aziz dari PT Panasonic Gobel Life Solutions Manufacturing Indonesia, yang memperkenalkan Lamusa, lampu LED hemat energi untuk nelayan hasil kolaborasi dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Inovasi ini dirancang untuk membantu nelayan menghemat bahan bakar sekaligus meningkatkan hasil tangkapan.

Baca Juga :  Ditjen Diktiristek Menyerukan Permendikbud PPKS Pada 16 Hari Aktivisme Menentang Kekerasan Berbasis Gender

“Lamusa ini dapat menghemat penggunaan solar nelayan. Ini baru dari sisi lampu LED, belum lagi potensi peningkatan hasil tangkapan,” jelasnya.

Dari sisi kebijakan, Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tb. Haeru Rahayu memaparkan strategi blue food yang menekankan pemanfaatan potensi kelautan secara berkelanjutan. KKP, ujarnya, telah menetapkan lima komoditas unggulan (champion commodities) untuk dibudidayakan, yakni udang, ikan nila asli, rumput laut, lobster, dan kepiting.

“Kami berupaya mengembangkan perikanan budidaya berkelanjutan, baik di darat, laut, maupun pesisir,” tegasnya.

Sementara itu, Juniarko Prananda dari ITS menjelaskan inovasi Marikultur Modular, sebuah sistem budidaya laut terintegrasi yang dirancang untuk menjawab tantangan teknis dan sosial di sektor maritim. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas kampus, pemerintah, dan industri untuk memperluas skala budidaya.

“Kami berharap dukungan dari kampus-kampus seperti ITB, UI, IPB, serta pihak industri dan pemerintah agar proses budidaya bisa berkembang lebih luas, canggih, dan bermanfaat bagi masyarakat,” katanya.

Baca Juga :  Beasiswa PMDSU Ditjen Dikti, Buka Harapan Jadi Ilmuwan Muda Indonesia

Juniarko juga mengingatkan bahwa banyak hasil riset dan kebijakan yang sudah ada dapat segera dimanfaatkan, tanpa harus memulai dari nol.

“Kita bisa melakukan top up dari sisi riset dan inovasi agar hasilnya lebih cepat berdampak pada masyarakat,” tambahnya.

Pandangan ini diperkuat oleh I Nyoman Suyasa dari Politeknik Ahli Usaha Perikanan, yang menyoroti meningkatnya permintaan ikan seiring pertumbuhan penduduk, kesadaran akan pangan sehat, dan perkembangan ekonomi global.

“Kini masyarakat juga mencari pangan yang sehat. Ini peluang besar bagi sektor perikanan,” ujarnya.

Diskusi kemudian merangkum bahwa pemenuhan kebutuhan protein dan pengembangan perikanan budidaya menjadi peluang strategis di tengah penurunan hasil tangkapan laut. Dengan terjalinnya sinergi antara budidaya dan penangkapan ikan, serta dukungan teknologi maritim, sektor ini diyakini mampu menjadi kunci pemenuhan pangan masa depan sekaligus menjawab berbagai tantangan kelautan di era modern.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara