Sains dan Teknologi Dorong Hilirisasi Bahan Baku Fosil untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi
Bandung-Hilirisasi bahan baku fosil dinilai berperan strategis dalam mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi nasional. Isu ini menjadi fokus panel diskusi “Sains dan Teknologi untuk Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi” pada Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) di Aula Barat ITB, Bandung, Jumat (8/8).
Riset terapan dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci percepatan hilirisasi, sekaligus meningkatkan nilai tambah sumber daya fosil dalam negeri.
Chairul Hudaya, Dosen Teknik Elektro Universitas Indonesia (UI), menekankan pentingnya menjembatani hasil riset dengan kebutuhan industri agar inovasi tidak berhenti di laboratorium.
“Hirilisasi bukan sekadar proses teknis, tetapi proses strategis yang melibatkan kolaborasi, manajemen kekayaan intelektual, dan komersialisasi teknologi yang berdampak langsung pada ekonomi nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Helmilus Moesa, General Manager of Operations dari PT Chandra Asri Pacific Tbk. memaparkan bahwa Indonesia masih mengimpor sekitar 40-50% produk petrokimia. Menurutnya, hal ini menunjukkan peluang besar bagi pengembangan industri dalam negeri jika integrasi dari hulu hingga hilir dapat berjalan optimal.
“Kuncinya adalah sinergi. Dengan menghubungkan bahan baku hingga produk akhir secara terencana, kita bisa mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat industri nasional,” tegas Helmilus.
Dari sisi akademisi, Edy Sanwani, Dosen Teknik Metalurgi dari ITB, memaparkan potensi hilirisasi batubara yang melimpah di Indonesia, terutama melalui teknologi konversi menjadi produk turunan bernilai tinggi seperti metanol dan amonia.
“Jika dilakukan dengan teknologi yang tepat dan memperhatikan keberlanjutan, hilirisasi batubara dapat menjadi solusi ganda, mendukung ketahanan energi sekaligus membuka peluang industri baru,” jelas Edy.
Para narasumber sepakat bahwa percepatan hilirisasi memerlukan dukungan regulasi yang kondusif, akses pembiayaan, kepastian pasar, serta penguatan riset dan inovasi. Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi pertukaran gagasan dan peluang kemitraan antara perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia usaha, dengan harapan dapat menciptakan lapangan kerja, mendorong pemerataan ekonomi, dan memperkuat daya saing nasional di tengah persaingan global.
Diskusi ini menjadi momentum bagi perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia usaha untuk membangun kemitraan strategis. Melalui forum seperti KSTI 2025, Kemdiktisaintek berharap lahir agenda riset terapan bersama dan kolaborasi lintas sektor untuk mempercepat hilirisasi bahan baku fosil secara berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan memperkuat daya saing nasional di pasar global.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara