Penguatan Kapasitas Teknologi dan Talenta Nasional Jadi Fondasi Transformasi Menuju Ekonomi Berbasis Pengetahuan
Bandung-Dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 di Sasana Budaya Ganesa, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto menyoroti urgensi penguatan kapasitas teknologi dan talenta nasional sebagai fondasi transformasi menuju ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), Jumat (8/8).
Dengan potensi sumber daya alam strategis, Indonesia memiliki peluang besar untuk melakukan hilirisasi dan lompatan industrialisasi bernilai tambah tinggi. Transformasi ini diyakini sebagai langkah kunci memperkuat daya saing bangsa dan mewujudkan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.
“Penguasaan sains dan teknologi harus maksimal untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Para peneliti dan akademisi memiliki tugas mulia dalam memajukan industri dan menghasilkan SDM unggul,” ujar Menteri Brian.
Sains tidak boleh berhenti pada seremoni dan jurnal ilmiah, tetapi harus menghasilkan inovasi konkret yang dapat digunakan oleh industri dan masyarakat. Pemerintah juga tengah menyusun peta jalan riset untuk memperkuat kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, dan lembaga pemerintah demi mempercepat transformasi ekonomi berbasis pengetahuan.
Pada kesempatan yang sama, Peraih Nobel Fisika 2011, Brian Schmidt mengungkapkan bahwa masa depan pertumbuhan Indonesia sangat bergantung pada kemampuan membangun ekosistem sains dan teknologi yang berkelanjutan. Riset adalah investasi jangka panjang yang memerlukan konsistensi lebih dari satu dekade.
Schmidt menyoroti kenyataan bahwa sebagian besar penemuan ilmiah tidak langsung berdampak pada perekonomian. Namun, jika ada ekosistem yang menghubungkan sains dengan bisnis, penemuan tersebut dapat diubah menjadi inovasi yang membawa kemajuan.
“Keberhasilan bukan memaksa ilmuwan untuk selalu menemukan penerapan, tetapi menciptakan kondisi yang memudahkan mereka menerjemahkan ide ketika ada peluang,” ujar Schmidt.
Selain itu, Schmidt menguraikan pilar ekosistem riset yang kuat di antaranya keterhubungan antara kampus, lembaga penelitian, industri, dukungan modal, insentif ekonomi, dan kebijakan pemerintah yang fokus pada perbaikan kegagalan pasar dan pentingnya kemitraan internasional, seperti Singapura dan Australia sebagai mitra potensial bagi Indonesia.
“Sains akan berkembang ketika universitas, lembaga penelitian, industri, modal, dan kebijakan pemerintah yang mendukung saling terhubung dan ketika keterhubungan itu meluas lintas batas negara,” ujar Schmidt.
Misi besar dalam menghadirkan solusi berbasis ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi untuk berbagai tantangan lintas sektor konsisten dilakukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), melalui semangat arah kebijakan Diktisaintek Berdampak yang melibatkan kampus di seluruh penjuru Indonesia. KSTI 2025 menjadi wadah strategis untuk menyatukan visi dalam memajukan sains, teknologi, dan inovasi demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.
KSTI 2025 menjadi momen penting untuk memperkuat sinergi antar kementerian dan seluruh ekosistem riset nasional. Diharapkan, hasil dari konvensi ini dapat mempercepat lahirnya kebijakan strategis dan inovasi unggulan yang mampu mendongkrak daya saing industri nasional sekaligus memperluas pemerataan pembangunan.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara