close

Panel Diskusi KSTI 2025 Soroti Hilirisasi Mineral Kritis: Kolaborasi Sains, Industri, dan Pemerintah untuk Peningkatan Nilai Tambah Nasional

Bandung-Hilirisasi mineral dan sumber daya menjadi salah satu fokus utama dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025. 

Dalam panel diskusi yang digelar di Ruang Aula Barat Sasana Budaya Ganesa, akademisi, pelaku industri, dan perwakilan pemerintah membahas strategi pengembangan mineral kritis, tantangan pengolahan mineral sekunder, serta langkah kebijakan yang dapat memperkuat daya saing industri nasional, Sabtu (9/8). 

Andi Rizaldi, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian, menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan insentif super tax deduction hingga 300% untuk kegiatan riset dan inovasi. Ia menekankan pentingnya sinergi riset, industri, dan kebijakan publik.

“Hilirisasi mineral bukan hanya soal nilai tambah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja, membangun kawasan industri baru, serta memperkuat posisi Indonesia di rantai pasok global,” jelas Andi.

Baca Juga :  Membangun Reformasi Birokrasi di Jalur Yang Tepat

Diskusi ini menyoroti peran strategis mineral seperti nikel, litium, tembaga, aluminium, dan logam tanah jarang bagi industri global, termasuk teknologi pertahanan. Deni Ferdian, Dosen Teknik Metalurgi dan Material Universitas Indonesia (UI), mengungkap bahwa potensi mineral sekunder seperti monasit di Indonesia masih belum diolah secara optimal meski telah diketahui sejak lima belas tahun lalu.

“Kita adalah negara vulkanis yang kaya mineral, namun pengolahan mineral sekunder belum menjadi prioritas. Padahal ini peluang besar untuk keluar dari middle income trap,” ungkapnya.

Dari sisi industri, Arif Krisnahadi, Manager Research and Development PT Timah Industri memaparkan bahwa hilirisasi timah telah berjalan sejak 2010 melalui pengembangan produk seperti tin solder dan tin chemical dengan nilai tambah hingga tiga kali lipat. Namun, tantangan tetap besar, terutama keterbatasan akses logam timah dalam negeri dan ketergantungan pada bahan baku impor. 

Baca Juga :  Strategi Modernisasi Pertahanan: Dari Belanja ke Investasi untuk Kedaulatan Nasional

“Kami menghadapi kondisi di mana sebagian besar logam timah diprioritaskan untuk ekspor, sehingga pasokan untuk hilirisasi domestik sangat terbatas,” jelasnya.

Panel ini juga membahas urgensi harmonisasi regulasi, diversifikasi produk hilir, penguatan kapasitas sumber daya manusia di bidang metalurgi, dan pengembangan teknologi pengolahan mineral sekunder yang ramah lingkungan. KSTI 2025 menjadi ruang strategis untuk mempertemukan para pemangku kepentingan, mendorong kolaborasi lintas sektor, dan memastikan hilirisasi mineral dapat berjalan efisien, berkelanjutan, serta memberikan manfaat nyata bagi perekonomian nasional.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara