Membangun Budaya Antigratifikasi untuk Wujudkan SDM Berintegritas
Jakarta – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) menyelenggarakan webinar dalam rangka sosialisasi dan internalisasi nilai zona integritas bertajuk “Membangun Budaya Antigratifikasi, Mewujudkan SDM Pendidikan Tinggi yang Berintegritas” pada Kamis (17/6).
Acara webinar tersebut turut menghadirkan lembaga terkait , yaitu Komisioner KASN Bidang Pengawasan Penerapan Nilai Dasar Kode Etik, Kode Perilaku dan Netralisasi Pegawai ASN, dan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, mengatakan bahwa sejak tahun lalu Ditjen Dikti sudah mencanangkan semboyan penting yaitu Dikti SIGAP Melayani. Semangat SIGAP melayani ini adalah cermin dari tekad Ditjen Dikti untuk mewujudkan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) karena pendidikan tinggi merupakan lingkungan tempat menyiapkan sumber daya manusia unggul, para pemimpin masa depan.
“Sudah selayaknya, suatu keharusan Ditjen Dikti menjadi zona yang berintegritas, zona yang bebas dari korupsi, bebas dari kolusi, bebas dari nepotisme dan wilayah birokrasi yang bersih melayani. Oleh karena itu pencanangan Zona Integritas WBK WBBM diharapkan tahun ini bisa kita wujudkan bersama-sama,” pungkas Nizam.
Nizam menyebutkan, terdapat tiga hal untuk mewujudkan Zona Integritas Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Pertama, harus meluruskan niat dalam memberikan layanan terbaik bagi masyarakat, para mahasiswa serta dunia pendidikan tinggi.
“Luruskan dengan niat yang bersih, niat untuk dengan semangat ibadah, semangat untuk pengabdian dengan memberikan yang terbaik tanpa diganggu dengan keinginan keinginan pribadi,” ucapnya.
Kedua, mewujudkan niat dengan tindakan sikap melayani, penuh dengan semangat, penuh dengan senyum dengan integritas yang tinggi bergerak cepat penuh amanah dan profesional melayani masyarakat di lingkungan pendidikan tinggi. Dan yang ketiga, dengan mewujudkan Zona Integritas WBK dan WBBM, ini akan menjadi bagian penting dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan penelitian, pengabdian masyarakat.
“Pendidikan untuk mewujudkan insan yang berintegritas, insan yang bersih dari korupsi, insan yang penuh dengan semangat menghapus korupsi dari birokrasi,” imbuhnya.
Nizam berharap melalui tiga hal tersebut dapat mewujudkan pelayanan Ditjen Dikti dan lingkungan perguruan tinggi di bawah Ditjen Dikti Kemendikbudristek menjadi wilayah yang mendidik masyarakat dalam berintegritas, dalam menghapus KKN dalam birokrasi.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner KASN Arief Budiman memaparkan fakta – fakta pelanggaran birokrasi. Dalam paparannya terlihat masih marak kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Salah satunya dilakukan ASN menyentuh angka 2000 pada tahun 2020.
“Seperti halnya Covid, hal ini juga harus divaksin, vaksinnya itu adalah nilai dasar kode etik dan kode perilaku untuk meminimalkan disrupsi dari seluruh ASN yang ada dengan diarahkan, dibiasakan, dilakukan dengan konsisten hingga menjadi karakter lalu menjadi budaya yaitu budaya antigratifikasi,” ujar Arief.
Arief menambahkan terkait penegakkan antri korupsi, kolusi, gratifikasi kemudian membangun SDM yang berintegrasi, pembudayaan norma, etika dan perilaku harus dilaksanakan dalam Kemendikbudristek secara terintegritas dari pendidikan prasekolah sampai dengan profesi ASN.
Sementara itu, perwakilan Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Dion Hardika Sumarto menyampaikan dalam undang-undang tindak pidana korupsi UU Nomor 20/2001 terdapat 7 klaster dari klasifikasi besar tindak pidana korupsi, antara lain: kerugian keuangan negara, suap, gratifikasi, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, dan konflik kepentingan dalam pengadaan. Ia pun menyampaikan bahwa tindak pidana korupsi itu sangat luas.
“Tidak salah kalau dikatakan korupsi itu melukai pendidikan karena, berbagai data menyatakan bahwa ketika level korupsinya semakin tinggi maka di negara tersebut kecenderungannya nilai peringkat tes dari anak didik akan semakin rendah. Jadi jika kita menggaungkan antikorupsi maka tidak salah kita juga akan memajukan dunia pendidikan,” imbuhnya.
Dalam penjelasannya, Dion juga mendefinisikan gratifikasi menurut pasal 12B UU Nomor 20/2001, gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas seperti hadiah yang merupakan pemberian wajar, dilakukan karena hubungan baik bergeser menjadi gratifikasi ketika subjek penerimanya adalah pegawai negeri ataupun penyelenggara negara lalu bergeser ke gratifikasi illegal atau suap.
“Ketika pemberian tersebut sifatnya transaksional antar pihak. Sanksi pidananya sangat serius yaitu, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan konsekuensi sanksi pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit dua ratus juta dan paling banyak satu miliar,” terangnya.
(YH/DZI/FH/DH/NH/SH/AS)
Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman : www.dikti.kemdikbud.go.id
FB Fanpage : @ditjen.dikti
Instagram : @ditjen.dikti
Twitter : @ditjendikti
Youtube : Ditjen Dikti
E-Magz Google Play : G-Magz
Tiktok : Ditjen Dikti