close

KSTI 2025: Dorong Transformasi Energi, Maritim, dan Pertahanan

Bandung–Sesi panel diskusi Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) Energi, Maritim, dan Pertahanan: Frontier Sciences di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 hari kedua menghadirkan rangkaian pembicara dari kalangan akademisi, industri, dan peneliti di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Jumat (8/8). 

Diskusi ini dirancang untuk menjembatani visi penelitian dengan kebutuhan industri terutama di bidang Energi, Maritim, dan Pertahanan. Sesi diskusi dibuka dengan pemaparan Rektor ITB, Tatacipta Dirgantara sebagai pembicara kunci, membahas peran ilmu pengetahuan sebagai garda depan penghela kemajuan bangsa. Menurutnya, keberhasilan hanya akan tercapai jika ada kolaborasi erat antara perguruan tinggi, industri, pemerintah, dan masyarakat. 

“Menanamnya hari ini, panennya bisa sepuluh atau bahkan empat puluh tahun lagi. Tidak bisa instan, dan tidak bisa dilakukan sendirian,” kata Rektor Tatacipta.

Selanjutnya, Lukman Atmaja dari FIGEL – Gelatin Ikan turut hadir sebagai keynote speaker. Lukman memaparkan perjalanan gelatin ikan di Pacitan dalam mengolah limbah ikan dan udang menjadi gelatin berkualitas tinggi untuk industri makanan, farmasi, pakan ternak, hingga produk khusus. 

“Indonesia masih mengimpor 90% kebutuhan gelatin. Padahal, potensi bahan baku dari kelautan kita sangat besar,” terangnya. 

Lukman membahas pentingnya keberanian untuk menghilirkan hasil riset mahasiswa menjadi solusi bagi industri, sekaligus membuktikan inovasi mampu menciptakan nilai tambah ekonomi dan mengurangi ketergantungan impor.

Bangun Ekosistem Inovasi

Memasuki sesi diskusi, moderator Dwi Hantoko memperkenalkan empat panelis utama Yaitu Alexander M.A. Khan (Universitas Padjadjaran), Anton Nugroho (Universitas Pertahanan), Wangi Pandan Sari (Universitas Gadjah Mada), dan Fredy Kurniawan (Institut Teknologi Sepuluh Nopember). 

Baca Juga :  Mengasah Potensi dan Memupuk Kekayaan Intelektual Sedari Dini

Diskusi berfokus pada strategi membangun ekosistem inovasi berbasis triplehelix, kolaborasi antara akademisi, industri, dan pemerintah serta tantangan dalam mempercepat transfer teknologi dari laboratorium ke pasar.

Panelis pertama Anton Nugroho, menyebut percepatan penguasaan teknologi unggul memerlukan strategi untuk mengejar ketertinggalan, baik dengan “melompat” maupun “berlari lebih kencang.” Ia menggarisbawahi pentingnya transfer teknologi yang efektif agar pengetahuan dapat diserap secara maksimal. 

“Waktunya lama, empat puluh tahun untuk bisa mendapatkan hasil itu. Sementara di Unhan, kami banyak membeli alutsista dari luar dengan keterbatasan transfer of technology. Harapan saya, kita bisa kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri untuk membuat alutsista dari nol sampai jadi, sehingga hasilnya bisa langsung dirasakan,”ujarnya.

Panelis kedua, Alexander menekankan bahwa pengembangan teknologi harus tetap berpijak pada kebutuhan nyata masyarakat. Ia menilai, inovasi tak selalu harus high tech, melainkan aplikatif dan solutif. 

“Sebagai contoh, bagaimana kita bisa mengembangkan sesuatu yang membantu saudara-saudara di daerah terpencil agar dapat mengakses layanan internet yang lebih baik. Hal-hal seperti ini perlu kita kerjakan bersama, agar solusi yang kita hadirkan benar-benar bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Panelis selanjutnya Fredy Kurniawan mengatakan kerjasama yang baik memerlukan pembagian peran yang jelas agar setiap pihak bisa saling melengkapi dan memulai dari pemetaan potensi yang dimiliki sebelum melangkah lebih jauh. 

Baca Juga :  Dorong Tumbuh Kembang Toleransi Mahasiswa Lewat Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka

“Kita ini lupa memetakan sumber daya kita apa? Jadi sumber daya ini harus dipetakan dulu mana yang kita punya dan kita besar dan kita punya dampak dalam waktu dekat,” jelasnya. 

Diskusi kemudian berlanjut dengan pandangan Wengi Sari sebagai panelis keempat, yang menyodorkan ide untuk lebih menggali potensi sumber daya manusia Indonesia. Ia menilai, kemampuan dan kreativitas generasi muda menjadi modal penting untuk pengembangan inovasi. 

“Menurut saya di setiap research areas kita, selama kita membuat roadmap plan yang jelas ke depannya, hasilnya akan terarah,” katanya. 

Ia juga membagikan kisah proyek mahasiswa tingkat dua bertema Inclusivity, di mana mereka diminta menemukan permasalahan nyata dan merancang solusi hingga menghasilkan prototype, bahkan ada yang sampai mengajukan paten. Baginya, keterlibatan langsung mahasiswa di lapangan adalah cara efektif menumbuhkan inovator masa depan.

Sesi diskusi ini menjadi ajang untuk menyatukan pandangan, konsolidasi langkah bersama, dan memposisikan inovasi sebagai pendorong kemajuan menuju masa depan yang berkelanjutan.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menuturkan bahwa Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 akan menjadi momentum penting dalam penyusunan peta jalan riset dan inovasi teknologi nasional.

“Melalui KSTI ini kita akan melakukan penyusunan peta jalan sains dan teknologi untuk mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi,” kata Menteri Brian.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara