Kedokteran Presisi Berbasis Genomik dan Artificial Intelligence untuk Penguatan Kualitas Kesehatan Masyarakat
Bandung–Pengembangan precision medicine atau kedokteran presisi menjadi sorotan utama dalam salah satu sesi diskusi paralel bidang kesehatan di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, Sabtu (9/8).
Sesi parallel ini menghadirkan pembicara kunci antara lain Dicky Levenus Tahapary dari Universitas Indonesia, Neni Nurainy dari PT Bio Farma, dan Indri Rooslamiati dari Balai Besar Biomedis dan Genomika Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Dicky Levenus Tahapary, ilmuwan dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa kedokteran presisi merupakan bagian dari personalized medicine atau pengobatan yang dipersonalisasi. Hal ini memungkinkan prediksi risiko pasien di masa depan, termasuk melihat respons pasien terhadap obat atau terapi tertentu. Dicky mencontohkan, kedokteran presisi dapat digunakan dalam penanganan pasien diabetes melitus yang semakin meningkat di Indonesia. Dengan penggunaan kedokteran presisi dapat meningkatkan kualitas penanganan pasien. Dokter mendapatkan rekomendasi penangan sesuai dengan kondisi pasien baik dari pola makan, terapi yang dilakukan, dan obat.
“Angka pasien diabetes melitus di Indonesia kian meningkat. Penggunaan AI bisa membantu meningkatkan quality of care, sehingga dokter langsung mendapatkan rekomendasi yang sesuai untuk pasien, mulai dari pola makan, terapi, hingga obat,” ujar Dicky.
Lebih lanjut Dicky menjelaskan bahwa data genomik diimplementasikan dan memberikan nilai tambah pada pengobatan presisi. Pengobatan presisi tidak hanya mengandalkan data klinis, namun juga menghubungkan data genomik dan klinis yang saling mendukung. Dicky mengungkapkan Proyek RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) dan BGSI (Biomedical Genome Science Initiative) merupakan contoh yang dapat memetakan kasus kolesterol tinggi akibat faktor genetik serta diabetes di usia muda. Untuk mengembangkan hal ini, diperlukan dukungan dari pemerintah, industri, dan universitas guna melakukan upscaling. Ia juga menyebutkan bahwa platform Satu Sehat memiliki potensi digunakan sebagai basis data terapi yang dipersonalisasi (personalized medicine) bagi masyarakat.
“Platform Satu Sehat berpotensi digunakan untuk terapi yang dipersonalisasi bagi masyarakat Indonesia,” tambah Dicky.
Dari perspektif industri, Neni Nurainy dari PT Bio Farma mengungkapkan bahwa pihaknya kini berada di fase tiga pengembangan viral vector dan mRNA, serta memanfaatkan teknologi seperti Next Generation VLPs, microarray patches, dan lipovaxin technology. PT Bio Farma juga telah mengembangkan sistem cold chain yang terintegrasi dengan Internet of Things dan Artificial Intelligence untuk menjaga kualitas dan keamanan produk yang sensitif terhadap suhu, seperti vaksin dan produk farmasi lainnya. Selain itu Neni mengungkapkan bahwa saat ini terjadi pergeseran paradigma industri farmasi, dari model tradisional bergeser menuju paradigma pencegahan dan deteksi dini.
“Industri farmasi akan bergeser dari model tradisional menuju pencegahan dan deteksi dini, pengobatan khusus yang disesuaikan, terapi kuratif, digital therapeutics, dan intervensi presisi. Obat-obatan akan semakin mengarah ke personalized medicine,” ujar Neni.
Lebih lanjut Neni juga menjelaskan bahwa PT Bio Farma sendiri telah melakukan precision diagnostics dan precision therapy seperti terapi antibodi monoklonal, sehingga tidak lagi menggunakan kemoterapi untuk kanker. Neni juga menjelaskan pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak untuk kesuksesan pengembangan pengobatan di Indonesia.
Dari sisi kebijakan, Indri Rooslamiati dari Balai Besar Biomedis dan Genomika Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjelaskan bahwa pemerintah telah memiliki Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) 2025–2029 yang diwujudkan melalui program transformasi kesehatan, dengan fokus pada pilar ke-6 yaitu kemajuan teknologi. Dari sisi regulasi, UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dan PP Nomor 28 Tahun 2004 sudah mengatur pemanfaatan teknologi kesehatan, termasuk genomik untuk mendukung kedokteran presisi.
Lebih lanjut Indri menjelaskan bahwa Kemenkes sejak 2022 telah menjalankan program nasional genomik yang menjadi bagian dari inisiatif global. Sebagai salah satu wujudnya adalah BGSI (Biomedical Genome Science Initiative) yang dilengkapi fasilitas central biobank yang terhubung dengan 10 rumah sakit hub, sehingga dapat memudahkan riset biomedical dan genomik berbasis data.
“Dengan data klinis dan genomik yang terhubung, kita dapat menyesuaikan terapi atau dosis sesuai kebutuhan pasien di tiap wilayah,” ujar Indri.
Diskusi panel ini menjadi wadah sinergi lintas sektoral dalam pengembangan kedokteran presisi. Dengan sinergi pemerintah, industri, akademisi, dan klinisi, Indonesia diyakini dapat mengakselerasi hilirisasi teknologi kedokteran presisi, menghadirkan layanan kesehatan yang lebih personal, efektif, dan berkualitas bagi seluruh masyarakat.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara