close

Kebijakan, Regulasi, dan Investasi, Elemen Strategis Pendukung Percepatan dan Penguatan Industri Nasional

Bandung-Kebijakan yang tepat, regulasi yang kuat, dan investasi yang terarah menjadi elemen strategis untuk mempercepat hilirisasi dan memperkuat daya saing industri nasional. Isu ini menjadi pembahasan utama pada sesi penutup paralel bidang hilirisasi dan industrialisasi di Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, yang digelar di Aula Barat Institut Teknologi Bandung, Sabtu (9/8).

Para akademisi, pelaku industri, dan pemerintah sepakat bahwa adanya kebijakan serta regulasi yang mengatur hilirisasi riset dan inovasi berperan penting untuk mendukung percepatan dan penguatan industri nasional.

Muhammad Hendra Wibowo, Asisten Bidang Kerja Sama Industri, Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (Science Techno Park) Institut Pertanian Bogor, memaparkan pentingnya alih teknologi hasil riset. 

“Siklus alih teknologi terdiri dari riset dan pengembangan, perlindungan kekayaan intelektual melalui proses paten, serta komersialisasi kekayaan intelektual,” ujar Hendra.

Berbagai tantangan juga dihadapi oleh peneliti terkait implementasi alih teknologi, di antaranya dari teknologi dan sisi inovator. Ia menambahkan, masih terdapat kesenjangan antara hasil riset di perguruan tinggi dengan kebutuhan industri, serta tantangan membangun kepercayaan antara inovator dan mitra industri.

Baca Juga :  Kunker Komisi X DPR RI dan Kemdiktisaintek ke Jateng, Bahas Isu Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, Perpustakaan, Riset dan Inovasi

Dari sisi industri, Rudy Sutanto, General Manager Ethical Business PT Konimex, membagikan pengalamannya dalam melakukan hilirisasi riset dari perguruan tinggi yang dikomersialisasikan. 

Beberapa produk tersebut antara lain adalah produk krim untuk menghilangkan bekas luka (Koniderm), mouthwash dengan kandungan alami (Fordontis), serta rapid test antigen NS1 (KODC Dengue). 

“KODC dengue ini merupakan produk rapid test antigen NS1 untuk mendeteksi virus Dengue, dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencapai 44,68 persen,” ungkap Rudy.

Koniderm dan Fordontis dikembangkan bersama Universitas Airlangga, sementara KODC Dengue berkolaborasi dengan Universitas Indonesia.

Dari sisi kebijakan, Razilu, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum, menegaskan pentingnya melindungi hasil riset. Ia menyoroti adanya landasan hukum terkini  yaitu Undang Undang No. 65 Tahun 2024 tentang Paten, dengan subjek hukum inventor atau peneliti.

“Harus ada upaya untuk memperoleh hak intelektual karena Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah investasi dalam bentuk intangible asset, bukan beban biaya,” tutur Razilu.

Baca Juga :  Riset dan Inovasi Unkhair Mewujudkan Kampus Berdampak

“Hak Kekayaan Intelektual adalah investasi dalam bentuk intangible asset, bukan beban biaya. Ia ibarat tambang emas yang harus digali, diolah, dan dimonetasi,” tegasnya.

Sementara itu, Parulian Paidi Aritonang, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, memaparkan berbagai payung hukum yang memperkuat hilirisasi riset, seperti UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) dan UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

“Saran saya, periset sebaiknya melihat RIPIN (Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional) sebelum melakukan riset. Baru saja dirilis RIPIN 2025–2045, silakan dipelajari,” ujarnya.

Diskusi panel ini menyimpulkan bahwa kebijakan, regulasi, dan investasi berperan penting untuk mendukung percepatan hilirisasi dan industrialisasi.

Hal ini dapat dicapai melalui kolaborasi pentahelix yang melibatkan peneliti, industri, dan pemerintah untuk menciptakan ekosistem inovasi yang sinergis, berkelanjutan, dan berorientasi pada kebutuhan pasar serta mendukung kemandirian industri nasional.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara