close

Dukung Asta Cita Ketahanan Energi, KSTI 2025 Dorong Kebijakan Inovasi Energi Bersih

Bandung-Dukung pencapaian Asta Cita bidang energi, KSTI 2025 menggelar sesi diskusi bertema Kebijakan, Regulasi Energi, dan Keekonomian. Sesi ini menghadirkan pembahasan mendalam antara akademisi, industri, dan pemangku kebijakan mengenai peran energi fosil dan terbarukan dalam transisi menuju energi bersih nasional. Diskusi berlangsung di Sasana Budaya Ganesa, Sabtu (9/8).

Pembicara dari ITB, Syafrizal memaparkan bahwa batubara masih menjadi sumber energi utama sekaligus penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan produksi yang terkonsentrasi di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan, tantangan utama terletak pada distribusi serta dampak lingkungan.

“Tidak mungkin menambang tanpa risiko kerusakan, namun kita harus meminimalkan dampaknya,” tegas Syafrizal.

Lebih dari 50% pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan batubara, sehingga perannya tidak dapat dihilangkan secara tiba-tiba tanpa strategi transisi yang matang. Menurut Syafrizal, langkah ke depan harus menggabungkan pemenuhan kebutuhan energi dengan upaya menjaga kelestarian lingkungan.

Dari sisi industri, Setyo Pitoyo dari PT Kilang Pertamina Internasional menekankan pentingnya diversifikasi energi di tengah tren transisi global. Pertamina saat ini mengembangkan biofuel dan Sustainable Aviation Fuel (SAF) untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan.

Baca Juga :  Ditjen Diktiristek Merilis Panduan Pembelajaran Semester Genap Tahun Akademik 2021/2022 di Perguruan Tinggi pada Masa Pandemi

“Teknologi SAF kami sudah siap dan didukung oleh ekosistem merah putih. Tantangan terbesarnya adalah ketersediaan bahan baku seperti minyak jelantah yang perlu dikumpulkan secara masif,” jelas Setyo.

Dukungan Regulasi 

Dukungan regulasi pemerintah juga menjadi sorotan. Noor Arifin Muhammad dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan bahwa gas bumi dipandang sebagai energi transisi yang layak sebelum Indonesia sepenuhnya beralih ke energi bersih. Pemerintah telah menyiapkan regulasi Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCU), yaitu teknologi penangkapan emisi karbon untuk disimpan permanen atau dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku industri. 

“Upaya ini, bersama pembangunan infrastruktur distribusi gas, diharapkan mendukung pencapaian target net zero emission pada 2060,” ujar Noor.

Sementara itu, Marina Kusumawardhani dari Indonesia Deeptech Fund menyoroti pentingnya pendanaan dan dukungan pemerintah bagi inovasi teknologi mendalam (deeptech). Menurutnya, teknologi baru sering membutuhkan waktu panjang untuk diterima pasar, sehingga investasi jangka panjang dan inisiatif pemerintah menjadi kunci keberhasilan komersialisasi.

Baca Juga :  Kompetensi dan Prospek ke Depan dalam Bidang Aktuaria

Dalam sesi diskusi panel, para pakar membahas perlunya keselarasan kebijakan lintas sektor, efisiensi energi di tingkat industri dan rumah tangga, serta pembiayaan transisi energi yang adil. Reformasi kebijakan, konsistensi penerapan, dan realisme target menjadi poin utama untuk memastikan langkah menuju net zero emission dapat dicapai secara bertahap namun pasti.

Melalui sesi ini, KSTI 2025 menegaskan bahwa kolaborasi antara akademisi, industri, pemerintah, dan lembaga pendanaan merupakan pondasi penting untuk membangun ekosistem energi yang berkelanjutan. Penguatan kebijakan, inovasi teknologi, dan pendanaan strategis diharapkan mampu membawa Indonesia menuju masa depan energi yang bersih, aman, dan mandiri.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara