close

Dorong Kemandirian Pertahanan Nasional Melalui Kolaborasi Akademisi, Industri, dan Pemerintah

Bandung-Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat menjadi sorotan dalam sesi diskusi paralel Bidang Pertahanan bertema “Manufaktur Pertahanan Dalam Negeri” di ajang Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) 2025 pada sesi pararel yang berlangsung di Gedung Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jumat (8/8).

Kegiatan ini mempertemukan tokoh kunci lintas sektor untuk membahas strategi membangun ekosistem pertahanan nasional yang mandiri. Sesi ini menghadirkan Mardiyati ITB, Prima Kharisma (PT Pindad), Romson Sianturi (Kementerian Pertahanan), Indra Sopian (Beta Aircraft), dan Hamzah Fansuri (Institut Teknologi Sepuluh Nopember), yang masing-masing memaparkan perannya dalam mendukung kemandirian industri pertahanan.

Kunci utama dari pertemuan ini adalah penekanan pada peran sains dan teknologi dalam membangun sistem pertahanan yang mandiri. Dosen dari Kelompok Keahlian Ilmu dan Teknik Material Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Mardiyati menyampaikan bahwa industri pertahanan Indonesia perlu dibangun dengan filosofi there is no box—berpikir tanpa batas untuk mengatasi keterbatasan bahan baku dan teknologi. Salah satu inisiatif yang tengah dikembangkan adalah propelan Merah Putih berbahan baku lokal seperti serat rami, luffa (oyong), dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sebagai pengganti kapas linter impor yang ketersediaannya kian menipis.

Baca Juga :  Wamendiktidsaintek Tegaskan Pentingnya Evaluasi Penggunaan Rekomendasi Artificial Intelligence (AI) pada Sistem Pemerintahan

Sementara itu, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad, Prima Kharisma menjelaskan bahwa propelan saat ini menjadi komoditas strategis dengan kebutuhan nasional mencapai 1.000 ton per tahun. Ketergantungan pada pasar global dan dinamika geopolitik membuat harga serta waktu tunggu pengadaan meningkat signifikan. Melalui kerja sama riset antara PT Pindad, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan akademisi, telah dihasilkan prototipe serta pilot plant propelan nasional. Upaya ini kini dikembangkan menjadi pabrik skala industri untuk mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat daya tahan pertahanan Indonesia.

Dari sisi kebijakan, Romson Sintong Sianturi dari Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan menegaskan bahwa pembangunan industri pertahanan tidak hanya berkaitan dengan penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista), tetapi juga menyangkut aspek keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity). Ia menekankan pentingnya alur koordinasi, perlindungan teknologi, serta kesiapan sumber daya manusia untuk menguasai teknologi kritis.

“Teknologi adalah satu-satunya jalan. Kalau kita tidak bisa membangun sendiri, maka kita akan bergantung dan akhirnya rentan,” ujar Romson.

Sementara itu, co founder Beta Aircraft, Indra Sopian memaparkan bahwa startup lokal memiliki kapasitas untuk bersaing melalui inovasi drone yang tidak hanya digunakan di sektor pertanian dan penanggulangan bencana, tetapi juga dapat disesuaikan untuk kebutuhan militer seperti pengintaian hingga kamikaze drone. Ia menyoroti kebijakan impor drone yang dinilai melemahkan produsen dalam negeri dan berpotensi menjadikan Indonesia sebagai pasar proksi bagi produk asing.

Baca Juga :  Praktisi Mengajar Kembangkan Keterampilan dan Pengetahuan Mahasiswa akan Dunia Kerja

Dalam diskusi panel, dosen Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi Pertahanan (FSTP) Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Muhammad Hamzah Fansuri menekankan bahwa tantangan utama dalam manufaktur pertahanan adalah membangun integrated ecosystem yang menghubungkan industri, akademisi, dan pemerintah. Selain itu, diperlukan jaminan keberlanjutan pendanaan riset serta hilirisasi hasil penelitian agar inovasi dapat dimanfaatkan secara optimal.

Dengan semangat kolaboratif dan tekad untuk berdikari, diskusi ini menegaskan bahwa manufaktur pertahanan bukan hanya terkait kemandirian militer, tetapi juga menyangkut martabat bangsa. Ke depan, sinergi antara kebijakan pemerintah, riset perguruan tinggi, dan kapasitas produksi industri dalam negeri diharapkan berjalan selaras untuk memperkuat pertahanan Indonesia dari dalam, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara