Dirjen Dikti: Tri Dharma Perguruan Tinggi Tidak Berhenti Meski Pandemi Covid-19
Lampung – Pandemi Covid-19 telah menjadi disruptor terbesar pada abad ke-21 yang tidak pernah terduga sebelumnya. Namun, hal ini tidak menghalangi pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang merupakan kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam acara Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Metro, Rabu (21/10), Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, menyampaikan beberapa hal dalam mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi pada saat pandemi Covid-19.
Dalam hal pendidikan, pembelajaran diselenggarakan dalam konteks menggerakkan interaksi kampus dengan dunia kerja yang dilakukan dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, dimana mahasiswa akan mempunyai pengalaman, wawasan, hard skill dan soft skill yang lebih kuat. Selain itu, pembelajaran daring memungkinkan mahasiswa untuk dapat mengambil lintas prodi dan lintas kampus, mengikuti kegiatan relawan mahasiswa, mengikuti proyek mandiri mahasiswa, melakukan riset terapan bersama dosen, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Salah satu contoh program kegiatan yang dilakukan relawan mahasiswa yaitu program Relawan Covid-19 (RECON) yang diikuti oleh sebanyak 15.000 mahasiswa kesehatan yang mendaftar sebagai relawan. Para relawan tersebut memiliki beberapa tugas, yaitu menjalankan program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE), promotive, preventive tracing, screening, dan lainnya,” ucapnya.
Selain itu, terdapat beberapa kegiatan lain yang dilakukan mahasiswa untuk pengabdian kepada masyarakat yang meliputi KKN Tematik Covid-19, Kampus Mengajar yang terbagi menjadi dua yaitu Mengajar Dari Rumah (MDR) dan Kampus Mengajar Perintis (KMP), Duta Edukasi Perubahan Perilaku, dan Kampus Merdeka untuk ketahanan pangan dan pemulihan ekonomi yang direncanakan untuk tahun 2021.
“Terdapat beberapa pembelajaran yang dapat diambil dalam hal ini, yaitu terjadinya adaptasi yang sangat cepat terhadap penggunaan teknologi pembelajaran, kerja dari rumah tidak kalah produktif dengan kerja di kantor, energi kreatif justru meningkat saat pandemi, lebih dari 1.000 invensi dan inovasi dihasilkan oleh perguruan tinggi, dan semangat gotong royong untuk bangkit dan kuat,” jelas Nizam.
Pada kesempatan tersebut, Nizam juga menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) sedang berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan penyedia jasa internet untuk membebaskan biaya akses sumber belajar daring di perguruan tinggi maupun Ditjen Dikti Kemendikbud. Lebih lanjut Nizam menjelaskan bahwa sejak bulan April, sebanyak 98% perguruan tinggi sudah melakukan metode pembelajaran daring walau masih ada perguruan tinggi yang belum memiliki kapasitas untuk pembelajaran daring.
“Ditjen Dikti telah menyiapkan platform Learning Management System (LMS) nasional atau Sistem Pembelajaran Daring (SPADA) Indonesia untuk menjadi repositori bagi perguruan tinggi yang belum siap dengan modul pembelajaran daring. Saat ini, sebanyak 244 perguruan tinggi telah bergotong royong dan berbagi melalui SPADA ini dengan lebih dari 3.000 modul pembelajaran yang bisa diakses oleh seluruh dosen dan mahasiswa,” ujarnya.
Di masa pandemi ini, Nizam mengungkapkan bahwa ponsel masih menjadi alat utama pembelajaran dengan menggunakan moda pembelajaran campuran antara asynchronous dan synchronous. Jika dibandingkan keduanya, penggunaan moda asynchronous masih lebih unggul dengan persentase sebesar 34,70% dimana tingginya biaya akses internet dan pulsa menjadi kendala utama dari sistem pembelajaran daring. Selain itu, meskipun situasi pandemi ini tak terduga dan tanpa persiapan, namun survei tersebut menunjukkan sebanyak 44,87% mahasiswa siap mengadaptasi perubahan sistem pembelajaran dan menunjukkan kualitas perkuliahan yang baik. Di sisi lain, untuk meningkatkan kesiapan dosen dalam sistem pembelajaran daring, Ditjen Dikti juga mengadakan pelatihan pembelajaran daring selama bulan Juni-Agustus yang diikuti oleh lebih dari 100.000 dosen.
“Menurut survei yang ditujukan kepada 230.000 mahasiswa ini, penilaian kualitas perkuliahan cukup baik dan positif. Yang menjadi penting juga, bahan ajar yang diberikan oleh dosen dinilai cukup baik oleh mahasiswa. Ini dikarenakan dosen membagikan seluruh bahan ajar kepada mahasiswa untuk belajar sendiri. Namun kendala utama tetap pada biaya koneksi yang korelasinya tidak terlalu positif dengan pencapaian pembelajaran,” jelasnya.
“Beberapa hal yang sudah dijelaskan sebelumnya adalah hal-hal yang dapat dilakukan dalam mengerjakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tidak berhenti meskipun adanya pandemi Covid-19. Inilah saatnya kita membuktikan Indonesia dapat berdaulat di dalam teknologi dan ilmu pengetahuan,” pungkasnya.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)
Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan