Butuh Kolaborasi Riset untuk Gapai Ketahanan Energi Nasional
Bandung-Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menggelar Sesi Paralel Sektor Energi bertajuk “Pemanfaatan Bahan Bakar Fosil dan Transisi Menuju Energi Bersih” dalam rangkaian Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, di Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), ITB, Jumat (8/8).
Forum ini membahas strategi pemanfaatan sumber daya fosil secara optimal untuk menggapai ketahanan energi nasional, sekaligus mempercepat transisi menuju energi rendah karbon. Sesi ini menghadirkan pemapar utama Tutuka Ariadji dari ITB, Oki Muraza dari PT Pertamina, dNizam dari MIT REAP Universitas Gadjah Mada (UGM), serta narasumber panel Mochammad Soleh dari PT PLN, Cuk Supriyadi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ari Darmawan Pasek dari ITB, dan Mohamad Husni Mubarok dari PT Pertamina Geothermal Energy. Kegiatan yang dimoderatori Dosen Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, Yuli Setyo Indartono.
Tutuka Ariadji dari ITB menjelaskan pentingnya gas bumi sebagai “jembatan energi” dalam perjalanan menuju target energi bersih.
“Kita memiliki cadangan gas yang cukup untuk menjadi modal transisi (menuju energi bersih, red.) Tantangan terbesar ada pada infrastruktur, khususnya jaringan pipa yang menghubungkan sumber dan pusat konsumsi,” ujar Tutuka.
Oki Muraza dari PT Pertamina, kemudian memaparkan langkah strategis dalam upaya swasembada energi, mulai dari peningkatan produksi migas konvensional dan unconventional resources hingga pengembangan biofuel dan panas bumi.
“Swasembada energi hanya dapat dicapai melalui kolaborasi riset, eksekusi industri, dan dukungan regulasi. Kami juga menargetkan penguatan ekosistem bioetanol, pemanfaatan minyak jelantah untuk bahan bakar penerbangan, serta optimalisasi potensi panas bumi nasional,” ujar Oki.
Nizam dari UGM menambahkan perspektif, bahwa transisi energi tidak hanya soal teknologi, tetapi juga transformasi ekonomi yang membuka peluang kerja berkelanjutan.
“Inovasi tidak lahir dalam vakum. Kita perlu membangun ekosistem yang menghubungkan kampus, industri, dan pemerintah agar teknologi energi terbarukan tumbuh dan memberi dampak ekonomi nyata, dan membuka peluang kerja,” ujar Nizam.
Upaya Pengurangan Emisi
Pada sesi panel, Mochammad Soleh dari PT PLN mengungkapkan rencana untuk mengurangi pemanfaatan batubara, digantikan gas kapasitas 10,3 GW untuk mengurangi emisi, sekaligus pembangunan super grid yang menghubungkan sumber energi di luar Jawa ke wilayah dengan permintaan yang tinggi.
“Gas memiliki potensi besar untuk menjadi bagian penting dalam transisi energi, namun tantangan infrastruktur harus segera diatasi,” ujar Soleh.
Cuk Supriyadi dari BRIN kemudian menyampaikan upaya mempertahankan peran energi fosil, dalam jangka pendek dan menengah demi ketahanan energi, sambil memperbaiki kualitas teknologi biomassa dan biofuel agar lebih andal. Sejalan dengan itu, Ari Darmawan Pasek dari ITB turut menyoroti perlunya keberanian kebijakan untuk melindungi produk dalam negeri, meskipun biayanya lebih tinggi, demi kemandirian industri energi.
Mohamad Husni Mubarok dari PT PGE menjelaskan bahwa panas bumi dapat dimanfaatkan secara lebih luas, tidak hanya sebagai sumber listrik tetapi juga untuk menghasilkan produk turunan bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat.
“Diversifikasi ini dapat memberikan dampak langsung bagi ekonomi lokal sekaligus mendukung transisi energi bersih,” ujar Husni.
Diskusi ini menegaskan bahwa transisi menuju energi bersih memerlukan strategi yang seimbang antara pemanfaatan sumber daya fosil secara optimal, dan percepatan inovasi energi terbarukan. Kolaborasi riset, dukungan regulasi, dan keterlibatan industri menjadi kunci untuk memastikan ketahanan energi nasional sekaligus mencapai target pengurangan emisi.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara