Biomaterial Jadi Kunci Masa Depan Industri Ramah Lingkungan di Indonesia
Bandung-Sesi diskusi paralel bidang material dan manufaktur pada Konferensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (9/8) membahas peran biomaterial untuk pengolahan material berkelanjutan yang dapat digunakan pada sektor industri, medis, farmasi, serta lingkungan.
Heni Rachmawati, Guru Besar Farmasi ITB menjelaskan peran biomaterial untuk menggantikan material berbasis petrokimia, yang dapat terbarukan dan dapat terurai. Biomaterial pun dapat mengurangi limbah di sektor medis dengan menggunakan biodegradable dan produksinya rendah energi.
“Targetnya (biomaterial) pada Fase 4 Roadmap 2040 sudah mengarah ke skala industri dan ekspor strategis untuk produk-produk unggulan nasional,” ujar Heni.
Sementara itu, Romy Loice dari Divisi R&D Partnership PT Oneject, memaparkan bahwa pihaknya akan mengarah ke penggunaan biomaterial.
“Produk kami saat ini, Syrinegs Polypropylene (PP) Stainless steel dan isoprene, Blood Collection Tube Polyethylene terephthalate (PET), Blood Bag Polyvynil chloride (PVC), dan Miracle jex pakai Polycarbonate (PC). Semua ini dari fosil, bahan polimer,” ujar Romy.
Romy menjelaskan PT Oneject menerapkan praktik berkelanjutan di pengolahan material mulai dari virgin material, recycle barang cacat untuk komponen tertentu, hingga penggunaan energi panel surya terbarukan pada atap pabrik.
“Untuk produksi suntikan, apabila bahannya cacat, kita daur ulang kemudian kita bekerja sama dengan pihak ketiga untuk dijual,” ujarnya.
Tantangan Penggunaan Biomaterial
Heni menjelaskan salah satu tantangan penggunaan biomaterial ada pada alat yang perlu disesuaikan untuk menghasilkan produk yang sesuai dan berkualitas.
“Misal sulit carbon dot, itu sudah menggunakan teknis ekonomis, hydrothermal. Tetapi, perlu ada alat yang men-setting suhu sesuai kebutuhan. Misalnya, ekstrak biji alpukat bisa di-scale up dengan kerja sama industri pengekstrak. Lalu membuat nano spontan, yang tidak memerlukan alat dan bahan yang mahal serta sulit diperoleh,” ujar Heni.
Adapun Romy mengatakan, teknologi pengolahan biomaterial masih terbilang mahal dan produksinya sedikit.
“Misalnya, teknologi baru keluar, harganya masih mahal. Tapi, nanti harga teknologi itu akan turun. Oneject masih menunggu, kapan waktunya bahan buku harga turun kita akan pindah,” ungkap Romy.
Dari diskusi paralel tersebut, disimpulkan bahwa roadmap biomaterial untuk masa depan industri ramah lingkungan di Indonesia perlu menekankan pemanfaatan sumber hayati, terutama tanaman yang telah lama digunakan atau dikonsumsi sebagai bahan baku yang memenuhi persyaratan regulasi. Selain itu, pemanfaatan biomaterial diarahkan pada pengembangan produk bernilai tambah, seperti kolaborasi Oneject dan Universitas Indonesia untuk memanfaatkan selulosa, serta optimalisasi limbah perkebunan menjadi sumber ekonomi baru.
Keberhasilan roadmap ini memerlukan rantai pasokan yang kuat, dukungan kebijakan pemerintah, dan kolaborasi pentahelix antara peneliti, industri, pemerintah, masyarakat, dan media. Dukungan tersebut mencakup pembentukan ekosistem industri yang kondusif, promosi hasil riset kepada publik, serta perlindungan pasar bagi produk lokal, sehingga biomaterial dapat diadopsi secara proporsional dalam rantai pasok industri dan mendukung ekonomi sirkular nasional.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara