close

Perjalanan Memenuhi Panggilan Ibu Pertiwi

Tidak pernah terbesit di benakku sekalipun bahwa aku akan memiliki kesempatan untuk pergi jauh dari daerah asalku. Melalui program Kampus Mengajar, aku diberikan tantangan untuk keluar dari zona nyaman, menjauh dari hiruk pikuk daerah asal untuk mengabdi dan menjawab panggilan Ibu Pertiwi. Namaku Miftahul Jannah, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Aceh.

Pada awalnya, tentu saja aku ragu untuk mengikuti program Kampus Mengajar angkatan ketiga, selain karena aku berasal dari program studi manajemen yang notabene prodi non kependidikan, informasi mengenai mahasiswa berpindah juga sempat membuatku ragu. Ketika mendapatkan pemberitahuan kelulusan, aku masih merasa ragu dan akhirnya berkonsultasi dengan orang tua dan kerabat. Bagi mereka, kegiatan ini mungkin saja merupakan panggilan agar aku bisa berdampak lebih bagi bangsa, khususnya pada aspek pendidikan.

Aku lebih terkejut lagi ketika mendapatkan sekolah penugasan yang berada di daerah 3T, tepatnya di SD Inpres Nangani’u, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Sekolah ini berada di dalam desa yang jauh dari hiruk pikuk kota. Aku yang notabene berada di wilayah Barat Indonesia akan terbang jauh ke Timur untuk pertama kalinya. Setelah memantapkan niat, aku akhirnya siap dan menerima penugasan di program Kampus Mengajar angkatan 3.

Perjalanan yang aku tempuh dari Aceh ke Bima lalu ke desa penempatan tentu tidak mudah, awalnya aku berpikir “Oh, ini mungkin hanya sehari jalan dan langsung sampai kok insha allah kuat.” Tuhan juga sempat menguji keteguhan hatiku karena pada H-3 keberangkatan, aku jatuh sakit dan harus opname di rumah sakit. Pada kenyataannya, perjalanan ke sekolah penugasanku memakan waktu lebih dari 24 jam dengan 3 kali transit (Medan – Jakarta – Lombok ) dengan waktu transit 8 jam di Medan, 9 jam di Jakarta dan 2 jam di Lombok. Aku juga sempat bermalam di bandara Soetta. Hal ini tentu menjadi pengalaman yang tidak akan pernah aku lupakan.

Baca Juga :  10 Mahasiswa FTEIC ITS Ikuti Sakura Science Program di NAIST Jepang

Setelah sampai di Bima, ternyata aku masih harus lanjut perjalanan darat 2 jam untuk sampai di kecamatan penempatan. Dan lagi ketika aku sudah bernafas lega karena mengira sudah sampai, ternyata masih harus melakukan perjalanan laut 1 jam lagi menggunakan bot untuk ke sekolah penempatan. Cukup kenyang melewati perjalanan udara-darat-laut ini . tapi karena aku sudah memantapkan niat ikhlas untuk ikut serta memberikan dampak, aku tetap menikmati setiap jengkal langkah perjalanannya.

Saat aku sampai di penempatan ternyata sambutan hangat dari warga dusun Nangani’u membuat capek, lelah dan rasa takutku langsung sirna. Puji syukur, aku dan teman-teman juga langsung merasa kerasan dan sama-sama berkomitmen untuk bisa meninggalkan jejak baik di sekolah kami. Dengan modal awal niat yang yang tulus serta sudah mendapatkan pembekalan dari tim program Kampus Mengajar selama 1 bulan, aku pun memulai penugasanku.

Hari pertama masuk sekolah kami segera melakukan observasi untuk menilik lagi apa yang dibutuhkan oleh sekolah ini, membuat program kerja yang memang cocok dan bisa diterapkan disini. Hasil observasi kami di sekolah penempatan adalah siswa-siswi masih banyak yang level membacanya rendah dan menghitung juga masih memerlukan asistensi khusus.

Ada banyak program yang kami jalankan, namun bagiku yang paling berkesan adalah program Hari Buku Pelangi dan program Hari Weli. Setiap seminggu sekali kami menentukan satu hari untuk melaksanakan program Hari Buku Pelangi, di mana program ini dikhususkan untuk membaca buku cerita singkat bergambar dan cover warna warni seperti pelangi dan belajar membaca, mengenal huruf bagi siswa yang berada di level rendah. Kegiatan dilakukan diluar ruangan agar siswa lebih leluasa.

Kemudian, program Hari Weli adalah program di mana kami menentukan satu hari dalam seminggu di mana siswa melakukan role play menjadi pedagang dan pembeli, menjurus ke program kerja yang merujuk ke program studiku yaitu manajemen pemasaran, siswa dimintakan berhitung kembalian setelah tawar-menawar .Lalu siswa di kelas bawah belajar menghitung menggunakan alat peraga.

Baca Juga :  Merajut Kisah Pengabdian di Timur Nusantara

Program ini membawa perubahan besar di sekolah, namun tentu saja memerlukan effort yang lebih dari kami agar dampaknya bisa maksimal, khususnya dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi. Setiap harinya, kami disambut dengan senyum ceria nan cerah dari para siswa sehingga meskipun lelah dan rindu rumah, kami tetap merasa diterima di sini.

Seringkali para murid lebih suka main ke rumah tempat kami tinggal untuk belajar saat malam hari, karena jika musim panen mereka sering tidak masuk karena harus membantu orang tua di kebun memanen kacang dan jagung. Walaupun belajar di luar kelas, mereka tetap semangat. Dari sini juga aku belajar bahwa kebanyakan dari mereka keinginan belajarnya sangat besar, di tengah banyaknya keterbatasan. Aku merasa bangga kepada para murid karena dengan semangat yang tinggi itu, ada banyak yang menunjukkan peningkatan dari yang dulunya membaca di level rendah akhirnya naik ke level lebih tinggi, dari berhitung lambat ke berhitung ke lebih cepat.

Ada banyak hal yang aku pelajari selama bertugas di Kampus Mengajar angkatan 3, mulai dari adat dan bahasa baru, pentingnya semangat dalam belajar, dan juga fakta bahwa aku diterima di sana hingga mereka bilang bahwa desa ini adalah “rumah keduaku” dan aku akan selalu diterima untuk pulang.

Aku selalu teringat pesan Mas Menteri ketika melepas kami semua untuk bertugas, beliau menitipkan pesan bahwa “Melalui program Kampus Mengajar, saya mencari pemuda-pemudi yang tidak hanya berprestasi, tapi juga ada keinginan berkontribusi. Tidak hanya yang ingin berkembang, tetapi juga yang punya daya juang. Tidak hanya yang mampu, tetapi juga mau. Melalui program ini kalian akan mengasah kepemimpinan, kematangan emosional, dan kepekaan sosial yang akan terus melekat kepada diri kalian sebagai cendekiawan dan calon pemimpin masa depan,”

Oleh sebab itu, bagiku keikutsertaan di Kampus Mengajar adalah kebanggan tersendiri dan menjadi awal dari niatku untuk bisa terus berdampak bagi orang sekitar.