close

Pantang Menyerah, Begini Sepak Terjang Alumni Wirausaha Merdeka Lanjutkan Bisnis

Sebagai salah satu bagian dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), Program Wirausaha Merdeka atau WMK berperan dalam menghasilkan mahasiswa yang mandiri, kreatif, dan inovatif dalam berbisnis. Namun, kita semua tahu bahwa membangun bisnis bukan perkara mudah. Banyak tantangan harus dilalui, tetapi hal tersebut tidak mengecilkan semangat para Awisaka (Alumni Wirausaha Merdeka) dalam terus melanjutkan bisnis bahkan setelah Program WMK selesai dilaksanakan.

Dua alumni Program Wirausaha Merdeka Angkatan 2, yaitu Fadil Fahrozi Harahap dan Tiara Arni Maitsaa, membagikan perjuangan mereka dalam membangun sekaligus menjaga bisnis mereka agar tetap sustain atau berkelanjutan. Keduanya sama-sama menjalani Program Wirausaha Merdeka di Universitas Gadjah Mada.

Fadil Fahrozi Harahap atau yang akrab disapa Ozi memiliki bisnis bernama Preneurlab, sebuah bisnis education technology di bidang digital yang bertujuan meningkatkan jiwa kewirausahaan mahasiswa dan anak muda generasi Z. Sementara, Tiara Arni Maitsaa memilih bisnis di bidang industri kreatif, tepatnya eco-fashion sebagai solusi produk-produk ramah lingkungan, yang diberi nama Ecopita.

“Masyarakat, terutama gen Z di Indonesia berpotensi menjadi wirausaha, tetapi sayangnya tidak ada yang mewadahi mereka,” ungkap Ozi yang berkuliah di Prodi Pendidikan Teknik Elektronika, Universitas Negeri Yogyakarta.

Sementara, Tiara menyebutkan bahwa industri kreatif di Indonesia berkembang pesat, tetapi produk fast fashion masih sangat banyak. “Hal itu mempengaruhi kondisi lingkungan dan sampah, sehingga saya mencari cara untuk menanggulangi atau mengatasi bisnis fast fashion agar menjadi slow fashion.

Salah satu langkah yang dilakukan Ozi dan Tiara untuk membangun bisnis adalah dengan mengikuti Program Wirausaha Merdeka. Ozi memilih Program WMK karena terdapat efek jangka panjang dari segi relasi, ilmu, dan pengalaman. Sementara, Tiara sudah memiliki pengalaman bisnis di kala pandemi dan ingin mengembangkan bisnisnya dengan mengikuti Program WMK Angkatan 2.

Baca Juga :  Cegah Luapan Air Hujan, ITS Gagas Pembuatan Sumur Resapan

Dalam proses menjalankan dan mengembangkan bisnis, keduanya tentu menghadapi berbagai tantangan. Pertama, ada tantangan komunikasi dalam tim selama Program WMK berjalan. Tiara harus melakukan brainstorming ulang dengan tim mengenai konsep bisnis mereka. Senada dengan hal tersebut, startup yang dimiliki Ozi baru dibuat beberapa bulan sebelum Program WMK sehingga komunikasi tim dinilai masih kurang.

Tantangan lain muncul ketika keduanya memutuskan melanjutkan bisnis setelah Program WMK usai dilaksanakan. Ada masalah pendanaan, pendapatan, hingga masalah internal yang perlu dihadapi.

“Kendala di pendanaan, sehingga saat ini sedang mencari pendanaan,” ujar Tiara. Tidak hanya itu, Tiara juga merasa perlu membangun jiwa leadership untuk mengatasi masalah internal dalam tim. “Saya menganalisis bagaimana nantinya jika saya menjadi ketua dan bagaimana cara memperhatikan tim saya.”

“Tantangan selama ini kembali ke revenue, karena berbentuk startup dan revenue belum stabil. Solusinya, saya melakukan banyak business pitching untuk menarik perhatian investor,” jelas Ozi.

Program WMK terbukti membantu dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Selama mengikuti Program WMK di Universitas Gadjah Mada, Ozi mempelajari cara menarik investor hingga marketing. Ilmu tersebut membantu bisnis Ozi bertahan hingga sekarang. Sedangkan Tiara mendapat kesempatan untuk menghubungkan ilmu yang ia peroleh selama berkuliah di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia UGM dengan ilmu saat mengikuti Program WMK, yaitu melalui pembuatan copywriting untuk keperluan pemasaran.

Manfaat lain dari Program WMK yang berpengaruh besar pada keberlangsungan bisnis adalah soal membangun relasi atau jaringan. Relasi merupakan salah satu hal vital dalam berbisnis.

“Ketika tidak ada WMK, prestasi yang saya dapatkan sampai sekarang tidak akan ada. Kedua, relasi dengan teman-teman dari luar universitas saya juga tidak akan ada tanpa WMK,” tutur Ozi.

Baca Juga :  Memeluk Kearifan Lokal, PMM3 ISI Padangpanjang Membuka Jendela Kebudayaan Nusantara di Kepulauan Mentawai

“Adanya WMK menjadi salah satu jalur penghubung untuk relasi, ilmu, dosen, dan lain-lainnya. Mahasiswa benar-benar diberikan dukungan lebih untuk menjadi entrepreneur,” tambah Tiara membenarkan.

Selain menjalankan Ecopita, Tiara juga memiliki bisnis katering selama kuliah yang diberi nama Catersis dan saat ini sedang membuat startup edutech bernama SINBI. Ketiga bisnis tersebut masih berjalan hingga sekarang.


Di sisi lain, Ozi mengungkap bahwa rencana masa depannya adalah melanjutkan pendidikan ke luar negeri, sekaligus membangun startup hingga bisa bermanfaat untuk banyak orang. Ozi juga ingin kembali ke kota asalnya yaitu Padangsidempuan untuk menyebarkan manfaat yang diperoleh selama menempuh pendidikan di luar kota melalui bisnis start up miliknya.

“Saya akan ikut berkontribusi bersama teman-teman untuk membangun dan membawa Indonesia Emas 2045 dengan menciptakan generasi emas melalui startup saya, yaitu Preneurlab,” tambahnya optimis.

Kedua Awisaka ini juga memberikan pesan dan motivasi kepada mahasiswa lain yang memiliki keinginan untuk berwirausaha tetapi belum memiliki banyak pengalaman.

“Untuk teman-teman yang masih berpikir apakah Program WMK bagus atau tidak, saya jamin bagus karena program ini menciptakan wirausaha-wirausaha muda. Jadi saya harap teman-teman dapat join program ini dan pemerintah dapat terus melanjutkan program ini,” pesan Ozi mengenai Program Wirausaha Merdeka.

“Untuk teman-teman yang masih bingung, belum punya ide bisnis, atau belum pernah sama sekali memiliki bisnis, jangan takut. Di WMK akan diajari dari nol, jadi ayo ikut Wirausaha Merdeka,” tambah Tiara sebagai penutup.