close

ITS Ajak Diskusi Soroti Pemanfaatan Limbah FABA, Gypsum, dan Kapur

Kampus ITS, ITS News – Di Indonesia, pemanfaatan limbah fly ash dan bottom ash (FABA), gypsum, dan kapur yang merupakan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) belum semasif negara lain. Menyoroti hal tersebut, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bekerja sama dengan Pupuk Indonesia Holding menggelar Forum Group Discussion Discussion (FGD) secara daring, Kamis (25/11).

Pada sesi pertama, FGD dengan tajuk Review Kebijakan Pemanfaatan Limbah FABA, Gypsum, dan Kapur di Industri Pupuk ini turut mengundang perwakilan dari pemangku kebijakan terkait. Di antaranya, perwakilan Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perindustrian, serta Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Selain itu, sebagai penanggap dihadirkan guru besar Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Ir Enri Damanhuri, guru besar Program Studi Teknik Kimia ITB Prof Ir Tjandra MEng PhD, dan guru besar Teknik Lingkungan ITS Prof Ir Joni Hermana MScES PhD.

Pemaparan Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3 oleh Ir Gagan Firmansyah MSi
Pemaparan Pengelolaan Limbah B3 dan Non-B3 oleh Ir Gagan Firmansyah MSi

Gelaran ini dibuka dengan pemaparan Dr Atong Soekirman SE MM. Dalam pemaparannya, Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator bidang Perekonomian ini menyentil terkait keputusan mengeluarkan FABA dari daftar limbah B3 untuk pembangkit listrik. Hal tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021.

Baca Juga :  Profesor ITS Kembangkan Sistem Stereotaktik untuk Dukung Bedah Saraf Otak

Atong mengungkapkan, dengan dikeluarkannya status FABA sebagai limbah B3 berpotensi meningkatkan ekonomi. Misalnya, Perusahaan Listrik Negara (PLN) dapat menghemat Rp 2,7 triliun per tahun untuk penanganan FABA. “Nantinya, energi yang digunakan untuk input industri ini akan semakin terjangkau. Jika tidak dibenahi sedemikian akan menghambat atau menurunkan daya saing,” paparnya.

Lanjut Atong, potensi limbah FABA yang dihasilkan oleh pembangkit listrik sama persis dengan nonpembangkit listrik. Kendati demikian, limbah FABA untuk industri nonpembangkit listrik masih berstatus sebagai B3. Untuk itu, masih menjadi pekerjaan rumah dan diskusi lebih lanjut agar industri nonpembangkit listrik juga tidak terbebani oleh biaya pengelolaan FABA. “Ini saya sampaikan karena cost yang ditanggung pelaku usaha atau industri pasti akan mempengaruhi industri lainnya,” ungkap Atong.

Sepakat dengan pemaparan Atong, Prof Ir Joni Hermana MScES PhD menyebut tidak adil apabila FABA dari industri nonpembangkit listrik masih berada dalam daftar limbah B3. “Kalau bahan baku dan teknologinya sama, harusnya statusnya sama. Karena dasarnya itu, bukan nonpembangkit dan pembangkit,” tegasnya.

Pemaparan oleh Dr Atong Soekirman SE MM dalam FGD secara daring
Pemaparan oleh Dr Atong Soekirman SE MM dalam FGD secara daring

Kendati statusnya tetap sebagai limbah B3, pemanfaatan limbah FABA dari industri nonpembangkit bisa dilakukan. Kasubdit Manufaktur Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ir Gagan Firmansyah MSi mengungkapkan, pemanfaatan limbah B3 menempati posisi kedua dalam hierarki pengelolaan limbah B3. “Pemanfaatan ini sangat kita harapkan untuk didahulukan. KLHK juga tidak menutup mata akan perkembangan teknologi untuk kegiatan pemanfaatan ini,” jelasnya.

Baca Juga :  Ditjen Dikti Peduli, Bantu Perguruan Tinggi dan Korban Bencana Alam di NTT

Menurut Gagan, yang menjadi prioritas dalam pemanfaatan ini adalah standar keamanan yang ketat. Untuk itu, pemanfaatan harus sesuai dengan tata cara dan persyaratan yang ada. “Artinya, kualitas harus memenuhi syarat. KLHK juga akan tetap melakukan monitoring dan pengawasan dalam rangka pencegahan kerusakan lingkungan,” tuturnya.

Melanjutkan pemaparan Gagan, Analis Kebijakan Kementerian Perindustrian Dr Andriati Cahyaningsih SSi MSi memaparkan pengelolaan limbah B3 sektor industri. Menurutnya, masih banyak tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri seperti alih teknologi sehingga FABA yang dihasilkan tidak dikategorikan sebagai limbah B3 hingga biaya pengelolaan yang tinggi.

Narasumber dan penanggap saat tanya jawab dalam FGD tentang Review Kebijakan Pemanfaatan Limbah FABA, Gypsum, dan Kapur di Industri Pupuk
Narasumber dan penanggap saat tanya jawab dalam FGD tentang Review Kebijakan Pemanfaatan Limbah FABA, Gypsum, dan Kapur di Industri Pupuk

Sementara itu, sesi kedua membahas lebih lanjut terkait pemanfaatan limbah dan problematika yang dihadapi pelaku industri dan pemanfaat FABA, Gypsum, dan Kapur. Pada sesi ini, dihadiri oleh Pupuk Indonesia, Direktur Utama PT Waskita Karya, PT WIKA Beton, Semen Indonesia, Asosiasi Ready Mix Indonesia, Utama Karya, dan BUMDes di sekitar Jawa Timur. (HUMAS ITS)