Pakar Keamanan Pangan IPB University Bahas Isu Terkini dan Kompetensi Keamanan dan Mutu Pangan
Di era global, keamanan pangan menjadi sangat kompleks dikarenakan keamanan pangan bersifat multisektoral dan multidisplin. Tidak diragukan bahwa adanya jaminan keamanan pangan pada seluruh rantai pangan merupakan suatu kebutuhan. Lebih dari 200 penyakit disebarkan melalui makanan. Makanan yang terkontaminasi dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang.
“Akhir-akhir ini, food scandals dan food scares menjadi isu global dan lokal. Isu-isu tersebut bisa menyebabkan permasalahan kesehatan dan kerugian, termasuk tuntutan hukum dan keracunan. Contohnya masalah produsen tidak punya izin edar,” jelas Prof Ahmad Sulaeman, Dosen IPB University saat menjadi narasumber di webinar ”Isu Terkini dan Kebutuhan Kompetensi di Bidang Keamanan dan Mutu Pangan,” 29/05.
Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University ini mengatakan bahwa mendapatkan makanan yang cukup dan bergizi adalah hak setiap individu.
“Pangan dikategorikan aman apabila pangan tersebut tidak berbahaya bagi konsumen menurut pengunaannya. Produk yang beredar seharusnya mempunyai integritas aman bagi konsumen. Adanya kontaminasi pangan bisa terjadi dari proses hulu hingga hilir,” paparnya dalam acara yang digelar Food and Nutrition Life Skill Center ini.
Menurut pakar keamanan pangan dari Departemen Gizi Masyarakat IPB University ini, kontaminasi pangan memberikan dampak sosioekonomi dan kesehatan bagi masyarakat serta penolakan dan perselisihan bagi produsen. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan, produsen memerlukan sertifikasi keamanan pangan seperti Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). HACCP merupakan salah satu sistem yang diakui secara internasional dan sangat dianjurkan untuk diterapkan pada rantai pangan untuk memberikan jaminan keamanan pangan.
“Lembaga sertifikasi keamanan pangan harus memiliki asesor dan auditor kompeten dalam bidang asesmen dan audit keamanan pangan. Khususnya dalam penerapan Good Manufacturing Practices (GMP), penyusunan rencana dan implementasi HACCP, dan ISO 22000:2018,” ujar Sekretaris Jenderal Pergizi Pangan Indonesia ini.
Untuk mencegah dampak negatif dari pangan yang tidak aman, semua yang terlibat dalam rantai pangan hingga konsumen harus memiliki pemahaman dan keterampilan dalam sistem jaringan keamanan pangan sesuai dengan levelnya masing-masing.
“Keamanan pangan merupakan suatu keharusan, bukan pilihan. Konsumen cerdas bisa memahami bahaya pangan yang tidak aman serta memiliki literasi pangan dan gizi yang baik. Pemahaman literasi oleh konsumen tersebut bisa membuat keputusan yang tepat dalam memilih dan mengonsumsi pangan. Untuk produsen dan instansi pengawas, sumberdaya manusia yang kompeten diperlukan di bidang keamanan pangan,” tegasnya. (Ghinaa/Zul)