Kisah Inspiratif Kampus Mengajar Angkatan I, Mengubah Tantangan Menjadi Harapan
Sudah dua bulan lamanya Mahasiswa Program Kampus Mengajar terjun dilapangan. Pengabdian ini harus diiringi dengan “Semangat untuk belajar mengajar”, sebuah kalimat motivasi dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam. Pembelajaran sekarang sedikit berbeda dengan pembelajaran sebelumnnya, karena metode pembelajaran sekarang ialah melalui daring dengan transisi kembali tatap muka. Semua elemen pun tahu, bagaimana kesusahan dalam pembelajaran secara daring.
Nizam mengingatkan, “dalam rintisan Kampus Mengajar tahun lalu, banyak pengalaman yang tak dapat digantikan maupun pemahaman yang sangat bermanfaat. Semoga dalam program Kampus Mengajar Angkatan I Tahun 2021 ini, bisa memberikan manfaat dalam permasalahan yang ada di dunia pendidikan kita dan membantu satuan Pendidikan,” ujarnya.
Mengingat pelaksanaan program Kampus Mengajar Angkatan I Tahun 2021 bersamaan dengan pandemi yang sampai saat ini tak kunjung reda, kreatifitas mahasiswa sangat diuji. “Untuk mengingatkan kembali, bahwasannya program ini terfokus untuk membantu pembelajaran di masa pandemi terutama yang di daerah 3T dan terakreditasi C. Para Mahasiswa akan berkolaborasi dengan bapak ibu guru untuk literasi dan numerasi kemudian menjadi kegiatan sekolah,” ucap Ketua Sub Pokja Kampus Mengajar Wagiran.
Terdapat sebuah cerita menarik dan inspiratif dari salah satu Mahasiswa Kampus Mengajar Angkatan 1 ini, ia adalah Simson Piter Siadari dari kampus Institut Teknologi PLN Jakarta yang ditugaskan untuk mengajar di SDN Negeri 3 Palangkaraya di Kota Palangkaraya.
“Saya Putra daerah Kota Palangkaraya, awalnya saya tidak berniat untuk mengikuti program ini karena saya berpikir bahwa melihat situasi sedang pandemi, hanya saja di hari terakhir pendaftaran tepatnya 1 jam terakhir sebelum penutupan, teman saya menelpon memotivasi saya untuk mengikuti program ini, melihat teman-teman yang lain pun semangat mengikuti program Kampus Mengajar, akhirnya saya mendaftar,” ceritanya.
Ternyata siapa sangka, sesuai alamat asal Simson, jarak sekolahnya itu hanya 6 km dari rumahnya. Dengan situasi SD ini masih akreditasi C dan masih kekurangan bahan pembelajaran. Dari sini timbul kepekaan sosial dan rasa rasa empati Simson bahwa meskipun tinggal di kota ternyata masih ada adik-adik yang perlu bantuan.
“Disini saya merasa bahwa, Saya dipercaya oleh Pemerintah dan Kemendikbudristek untuk mengabdi. Meskipun jurusan saya Teknik Elektro, tapi semangat saya tetap ada, apalagi Saya diajarkan oleh Guru Pamong saya untuk melihat kondisi dari siswa SD ini. Lalu ketika saya melihat mereka belajar, ternyata mereka tingkat kemahiran dalam perkalian itu masih susah dan saya membantu mereka agar mereka bisa hafal perkalian,” terangnya.
Ada satu waktu dalam tengah-tengah pembelajaran terdapat 1 orang siswa yang mengeluh kepada Simson, dia mengatakan Simson hanya memperhatikan hanya lewat Zoom saja lalu bagaimana dengan siswa lain yang tidak jernih gambarnya bahkan media percakapan daring saja juga tidak bisa. Simson mengirim apa pun tidak bisa dilihat karena jaringan internet yang seadanya.
“Kegelisahan mulai muncul, ternyata ada rasa iri melihat situasi disini, yang terpikirkan hanyalah bagaimana semuanya adil. Akhirnya saya menawarkan kepada Guru Pamong saya untuk belajar secara tatap muka, tetapi hal yang ditakutkan ialah orang tua murid yang tidak menyetujuinya. Dan yang terjadi adalah para orang tua murid menyetujui saran untuk belajar tatap muka, tentunya dengan protokol kesehatan yang ketat,” urainya.
Kita tahu bahwa tidak semua orang tua siswa benar-benar bisa mendampingi anaknya dalam pembelajaran daring. Melihat cerita dari Simson yang didukung oleh orang tua muridnya, akhirnya semua elemen pun ikut serta membantu Simson dalam pengabdian yang mulia ini.
“Saya sedang mencoba untuk terapkan kepada murid SDN Negeri 3 Palangkaraya antara lain yaitu berani berbicara karena dari dua kali melakukan zoom dan 3 kali luring ada beberapa siswa saya itu yang masih malu untuk berbicara, bahkan hanya untuk sekadar ditanyakan nama saja mereka masih tidak mau menjawab. Saya coba beberapa metode, salah satunya pada saat mengajar siswa kelas 5 untuk buku tema 8 itu mereka membahas tentang siklus air, lalu saya menjelaskan supaya mereka paham yang sebenarnya apa yang dijelaskan. Pertama saya berikan video dan gambar, lalu saya juga berikan kesempatan untuk menggambarkan sendiri dengan kata-kata ataupun lukisan mengenai apa yang dipahami mereka,” jelas Simson.
Setiap hari Simson selalu menekankan muridnya untuk tetap semangat belajar, meskipun tidak mempunyai buku atau merasa minder. Simson menerapkan jangan sampai hilangkan rasa semangat. Karena kita tahu bahwa anak-anak ini berhak untuk mendapatkan pembelajaran yang layak untuk nantinya dapat berguna pada jenjang selanjutnya.
Daerah 3T mungkin merupakan lokasi dimana tunas muda ini kurang pemahaman mengenai pembelajaran. Dengan kondisi yang terbatas, memungkinkan mereka kesulitan dalam pembelajaran. Oleh karenanya, mahasiswa-mahasiwa Kampus Mengajar Angkatan I akan berusaha mengubah segala keterbatasan tersebut menjadi sebuah inovasi bagi kemajuan pendidikan.
Tim Pokja Kampus Merdeka dan Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
Laman : www.dikti.kemdikbud.go.id
FB Fanpage : @ditjen.dikti
Instagram : @ditjen.dikti
Twitter : @ditjendikti
Youtube : Ditjen Dikti
E-Magz Google Play : G-Magz