close

Hikmah Puasa Syawal Menurut Pakar Gizi IPB University

Umat Islam dianjurkan melakukan puasa selama enam hari pada bulan Syawal setelah melalui puasa Ramadhan sebulan penuh. Puasa Syawal menurut Prof Hardinsyah, Guru Besar IPB University dari Departemwn Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, merupakan suatu cara dari Yang Mahakuasa dalam mendidik manusia agar dapat merawat disiplin dan kebaikan yang sudah diraih saat Ramadhan.

“Bulan puasa merupakan suatu sekolah disiplin dan meraih kebaikan, andai tidak melakukan puasa Syawal kemungkinan sekolah yang telah mencapai disiplin dan kebaikan tadi akan terganggu atau cepat ter-erosi, misalnya bisa luntur disiplin dalam mengelola makan dan kesehatan diri kita,” ujarnya.

Idul Fitri merupakan momen yang membahagiakan sesama. Dalam momen bahagia ini biasanya diisi dengan silaturahmi dan makan-makan. Banyaknya makanan dan minuman yang disuguhkan pada momen ini menuntut kita agar selalu waspada dan tidak berlebihan dalam makan dan minum.

“Anjuran puasa Syawal ini membuat manusia yang telah melaksanakan puasa ramadhan berfikir apakah mengendalikan diri atau tidak. Ini momen untuk tetap melanjutkan kedisiplinan. Puasa Syawal juga dapat menjadi momen untuk latihan puasa Senin-Kamis. Bisa juga diterapkan untuk memulai puasa berselang (intermitten fasting) dalam Islam disebut puasa Daud atau bahasa asingnya puasa 101,” jelasnya.

Baca Juga :  IPB University dan DPR RI Gelar Bedah Buku Negara dan Politik Kesejahteraan

Menurutnya momen puasa Syawal adalah persiapan mengantarkan pada disiplin bulan-bulan berikutnya untuk merawat kondisi tubuh yang semakin bagus dibanding sebelum puasa ramadhan, di samping memperolah pahala yang dijanjikanNya

“Barangsiapa puasa ramadhan kemudian melanjutkannya enam hari di bulan Syawal maka dia akan dapat pahala seakan-akan puasa setahun (al-Hadis). Imbalan pahala yang diberikan Tuhan dahsyat sekali. Semoga upaya kita merawat kedisiplinan yang baik ini sampai pada ramadhan berikutnya,” imbuhnya.

Sementara untuk orang dengan penyakit tertentu, ibu hamil dan ibu menyusui agar memperhatikan kondisi tubuhnya jika ingin melakukan puasa Syawal.

“Lagi-lagi kalau sakit harus konsultasi kepada dokter. Begitu juga dengan ibu hamil dan menyusui, perlu introspeksi diri apakah kehamilannya sehat atau tidak, ibunya mengalami kurang gizi yang kronik apa tidak, jadi jangan memaksakan diri,” imbuhnya.

Baca Juga :  Tim Mahasiswa ITS Gagas Solusi Krisis Listrik di NTT

Tips dari Prof Hardin bagi yang ingin berpuasa adalah selalu introspeksi diri akan kondisi tubuh. Untuk mengecek status gizi dapat dilakukan melalui laman Linisehat.com

“Jika tubuh kurus sekali ingin melaksanakan puasa Syawal maka perlu diperhatikan dengan baik agar makan malam, makan sahur serta berbuka dengan jumlah yang cukup dan dapat mencadangkan energi dan gizi. Upayakan bisa meningkatkan berat badan dengan otot yang proporsional,” ungkapnya.

Jika gemuk, menurutnya, selain mencari pahala, momen ini bisa dimanfaatkan untuk menurunkan berat tubuh.

“Bagi yang gemuk disarankan sahurnya sedikit saja, bisa seperempat atau setengah dari sarapan biasanya. Jika perlu hanya makan kurma dengan satu snack dan buah berserat disertai dua gelas minum sudah memadai. Pada saat siang hari tubuh mengalami kondisi kurang energi, maka cadangan glikogen dan lemak kita mulai digunakan oleh tubuh. Bila ini terjadi berkali-kali maka lemak tubuh berkurang dan tubuh menjadi ramping,” tandasnya. (IR/Zul)