Pusat Kajian Gender dan Anak IPB University Harapkan Pembangunan Bogor Berperspektif Gender
Pusat Kajian Gender dan Anak, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PKGA-LPPM) IPB University bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bogor memperingati Hari Kartini dengan melaksanakan webinar Melalui Pemberdayaan Usaha Ekonomi Kita Wujudkan Kemandirian Perempuan (29/4).
Dr Budi Setiawan, Kepala Kajian Gender dan Anak, mengatakan bahwa RA Kartini adalah perempuan yang menginspirasi. RA kartini bukan hanya tokoh emansipasi, ia juga merupakan tokoh pendidikan, kebangsaan, bahkan dalam kisahnya ia merupakan orang pertama yang mengusulkan terjemahan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa agar lebih mudah dipahami.
Menurutnya, Indonesia saat ini terus berupaya menaikkan statusnya dari negara berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi, sejahtera dan adil. Salah satu strategi pembangunan manusia adalah dengan membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas.
“Di sini pentingnya peran ibu dalam pembangunan manusia Indonesia,” ujarnya. Kualitas Sumberdaya Manusia ini tidak hanya ditujukan untuk laki-laki, akan tetapi kualitas perempuan juga harus ditingkatkan, termasuk information technology (IT).
Ia menyebutkan memaknai hakikat pembangunan nasional adalah untuk kesejahteraan semua orang sehingga tidak hanya kesejahteraan kelompok, akan tetapi semua baik laki-laki, perempuan, anak laki-laki, anak perempuan, disabilitas bahkan lansia laki-laki maupun perempuan.
“Pembangunan berkelanjutan secara global pun salah satu poinnya adalah kesetaraan gender. Tidak boleh ada yang tertinggal dalam pembangunan, apalagi perempuan. Apabila ada salah satu yang tertinggal maka akan berdampak pada capaian kualitas sumberdaya manusianya yang menjadi rendah. Sehingga kesetaraan gender sebagai salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) tidak tercapai. Kesetaraan gender bukan hanya isu perempuan saja akan tetapi merupakan isu kemanusiaan yang berdampak pada seluruhnya,” ucapnya.
Untuk itu, dalam indikator pembangunan manusia, lndeks Pembangunan Gender (IPG) dan lndeks Pemberdayaan Gender (IDG) sebagai indikator capaian yang harus diutamakan. Sehingga perlu adanya perhatian khusus dalam mendorong tercapainya keadilan dan kesetaraan gender.
“Dengan demikian adanya PPRG atau Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender merupakan kewajiban pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menyusun anggaran pembangunan yang responsif gender. Kondisi ini bermula karena adanya ketidakadilan yang terjadi secara global. Perempuan banyak yang tertinggal, hal ini dapat menghambat pembangunan. Sehingga diperlukan upaya-upaya yang sistematis,” imbuhnya.
Ia berharap Kota Bogor mampu meningkatkan pembangunan yang berperspektif gender. Dari sisi data, proporsi laki dan perempuan untuk masing-masing kelompok umur cukup seimbang di Kota Bogor. Akan tetapi, partisipasi tenaga kerja menurun. Angka partisipasi murni bidang pendidikan serta angkatan kerja di berbagai sektor didominasi laki laki.
Sementara itu berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Kota Bogor nilainya lebih tinggi dari IPM nasional dan Jawa Barat. Sedangkan jika dilihat dari IDG, nilainya lebih rendah dari Jawa Barat dan secara nasional.
Ini disebabkan keterlibatan perempuan di parlemen Kota Bogor masih rendah, dimana keterwakilan perempuan di parlemen, meskipun sudah lebih tinggi dari data nasional, lebih rendah dari Jawa barat. Kemudian perempuan bekerja sebagai manajer profesional di Kota Bogor juga lebih tinggi dari nasional namun lebih rendah dari Jawa Barat. Sumbangan perempuan dalam pendapatan kerja juga lebih rendah dari jawa barat dan meskipun lebih tinggi dari nasional. (dh/Zul)