Indra Sugiarto, Penulis Inspiratif untuk Pemuda Jebolan IPB Universi
Indra Sugiarto, pria kelahiran Banyumas dikenal sebagai penulis, influencer, motivator, trainer, dan entrepereneur. Dirinya merupakan alumnus IPB University dari Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Kecintaannya terhadap IPB University memotivasinya untuk melanjutkan pendidikan pascasarjananya juga di IPB University dengan pilihan program studi Manajemen Bisnis.
“IPB University banyak sekali berperan dalam membentuk pribadi saya. Bagi saya, kampus ini luar biasa yang telah hadir dan memberikan jalan yang sangat luas, anugerah yang luar biasa ketika saya bisa kuliah di IPB University, karena sesungguhnya impian saya dulu tidak sebesar ini, bahkan tidak terbayang akan menjadi penulis, public speaker, dan menjadi seorang entrepreneur yang membangun bisnis sendiri sejak kuliah,” kata Indra.
Sepanjang perjalanan karirnya, Indra Sugiarto telah menulis tiga buku-buku best seller. Buku tersebut adalah Teman Berjuang, Tumbuh Dari Luka dan Berlari Di Tengah hujan. Di sela-sela itu, ia juga menjadi founder dan CEO Masuk Kampus sejak 2016 yang saat ini telah menjadi perusahaan dengan 60 karyawan.
Dalam tulisannya, Indra menjelaskan tentang prinsip yang ia pegang ketika menulis. “Yang saya inginkan, hadirnya saya sebagai penulis bukan justru memberikan toxic positivity dan jangan sampai pengetahuan dan pengalaman kita justru men-judge orang lain, sehingga dibutuhkan rasa empati yang dapat dirasakan pembaca,” katanya.
Ketika pembaca membaca buku saya, lanjut Indra, harapannya adalah agar pembaca tidak merasa sendiri atas apa yang mereka rasakan, maka saya tidak bisa menggunakan standar pribadi saya saja dalam melihat sesuatu melainkan juga perlu untuk melihat dari berbagai perspektif. Hanya karena saya kuat melalui banyak tekanan hidup, bukan berarti orang lain semudah itu menjadi kuat,” ujar Indra.
Bagi Indra, kebahagian untuknya adalah ketika seseorang dapat jujur dengan dirinya sendiri, dan menerima keadaan dirinya seutuhnya, melepas masa lalu dengan ringan, dan berupaya mencari solusi atas apa yang sedang dihadapi.
“Happy bagi saya adalah ketika tingginya attention atau exposure yang saya terima. Saya sudah melewati fase itu sejak lama, melainkan happy bagi saya adalah ketika audiance bisa jujur dengan diri mereka sendiri, dan mereka pun akhirnya lebih berani melangkah dan membuat keputusan atas hidup mereka sendiri. Karena saya sadar bahwa untuk berani bercerita saja pasti bukanlah hal yang mudah,” tuturnya.
“Selama ini kita menghindari perasaan tersebut, sampai akhirnya terekam terus di kepala tanpa ada penyelesaiannya. Pesan saya untuk mahasiswa yaitu apapun yang kalian rasakan itu nyata, tidak mungkin kita selalu bahagia terus setiap hari. Jadi tujuan kita bukan untuk bahagia setiap hari, karena itu justru akan menjadi bom bagi kita di masa depan apabila tujuan kita hanya untuk bahagia,” tambah Indra.
Ia pun mengajak, jika kamu butuh waktu menangis di tengah malam, maka menangislah agar lebih lega. Karena fatalnya, saking perfeksionisnya kita, akhirnya kita lupa bahwa kita punya perasaan yang mana akan terus menumpuk dan meninggalkan sejarah di pikiran kita sendiri. Jadilah pemimpi, jadilah pejuang tangguh, namun tetap memiliki awareness atas apa yang sedang terjadi dengan diri kita,” tutupnya. (SMH)