close

JADIKAN KAMPUS SEBAGAI KAWAH CANDRADIMUKA UNTUK MENCETAK PENGUSAHA-PENGUSAHA BARU

Di negara-negara maju, banyak pebisnis yang lahir dari lingkungan kampus. Contohnya, Yahoo! Inc., Google, Facebook, FedEx adalah bisnis yang lahir dari kampus. Untuk sampai ke sana, kampus-kampus di Indonesia perlu bertransformasi menjadi Entrepreneurial University. Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka sangat mendukung gagasan tersebut.

Jika ingin menjadi negara maju, Indonesia harus mencetak lebih banyak lagi pengusaha baru. Menurut laporan Global Entrepreneuship Index 2018 yang dirilis oleh The Global Entrepreneurship Development Institute (GEDI), Indonesia masih menempati peringkat ke-94 dari 137 negara. Laporan GEI ini membahas keterkaitan antara entrepreneurship, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Menurut GEDI, entrepreneurship berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja. Ini pada gilirannya akan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jika perekonomian negara tersebut terus bertumbuh, itu akan berkontribusi pada terciptanya masyarakat madani dan sejahtera, serta stabilitas di negara tersebut.

Survei GEDI ini kemudian dituangkan dalam laporan Global Entrepeneurship Index (GEI). Laporan pertama GEI dirilis pada 2009 dan terus di-up date setiap tahunnya. Laporan tersebut juga dipublikasikan oleh berbagai media massa terkemuka dunia, seperti The Economist, The Wall Street Journal, Financial Times, dan Forbes.

Mengutip laporan GEI 2018, AS menempati peringkat pertama dengan skor GEI 83,6, disusul oleh Swiss (80,4), Kanada (79,2), UK (77,8) dan Australia (75,5). Bagaimana dengan peringkat negara-negara Asia? Hongkong menempati peringkat ke-13 dengan skor GEI 67,3, disusul oleh Taiwan #18 (59,5), Korea Selatan #21 (54,2), Uni Emirat Arab #26 (53,5 ) dan Singapura #27 (52,7). China, yang perekonomiannya terus bertumbuh, pada tahun 2018 menempati peringkat ke-43 (skor GEI 41,1).

Di kawasan Asia Tenggara, Singapura masih teratas (#27, skor 52,7), disusul oleh Brunei Darussalam #53 (skor 34,3) dan Malaysia #58 (skor 32,7), Thailand #71 (skor 27,4), Filipina #84 (24,1) dan Vietnam #87 (23,2). Bagaimana dengan Indonesia? Pada tahun 2018 negara kita berapa di peringkat ke-94 dengan skor 21.

Laporan GEI 2018 juga memasukkan data tentang Human Capital Score. Merujuk laporan tersebut, Human Capital Score Indonesia juga masih terbilang rendah, yakni 16%. Bandingkan dengan Thailand yang Human Capital Score-nya 49%, Malaysia 63% atau AS yang 100%. Kondisi inilah yang membuat Prof. Neil Towers, project leader Growth Indonesia – a Triangular Approach (GITA), menyatakan bahwa Indonesia masih perlu untuk terus menambah jumlah entrepreneurnya. “Human Capital Score Indonesia masih relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara tersebut,” kata Prof. Towers yang juga pakar retail marketing dari University of Gloucestershire, UK, dalam Konferensi Internasional GITA yang diselenggarakan secara virtual pada Kamis-Jumat, 8-9 April 2021.

Salah satu tempat untuk mencetak pengusaha-pengusaha baru adalah perguruan tinggi. Di beberapa negara maju, banyak pengusaha yang lahir lingkungan kampus. Mark Zuckerberg mendirikan Facebook saat masih kuliah di Harvard University. Stanford University adalah kampus yang banyak melahirkan pebisnis bahkan saat mereka masih menjadi mahasiswa. Ada Jerry Yang dan David Filo (pendiri Yahoo! Inc.), Larry Page dan Sergey Brin (Google), serta Evan Spiegel, Reggie Brown dan Bobby Murphy (Snapchat). FedEx didirikan oleh Frederick W. Smith saat ia masih kuliah di Yale University. Begitu pula WordPress dibangun oleh dua mahasiswa asal University of Houston, Matt Mullenweg and Mike Little. Dan, masih banyak lagi lainnya. 

Menurut catatan Financial Times (2015), sebanyak 46% lulusan dari program MBA Babson College, AS, langsung membuka usaha sendiri setamat kuliah. Lalu, 34% lulusan Stanfords Graduate School of Business juga langsung berbisnis sendiri setelah lulus. Di Harvard Business School, sebanyak 28% lulusannya yang langsung berwirausaha. Sementara di Massachusetts Institute of Technology (MIT) Sloan School of Management angkanya mencapai 26%.

Di Inggris, ada 27% dari lulusan Oxford University yang memilih untuk berkarier sebagai pengusaha. Sementara, di London Business School sebanyak 25% lulusannya juga memilih berkarier sebagai wirausaha.

Baca Juga :  Dirjen Belmawa Dikti Apresiasi Kinerja Lab BSL-3 Unpad dalam Melakukan Uji Covid-19

Entrepreneurial University
Rektor President University Prof. Dr. Jony Oktavian Haryanto mengatakan bahwa jika Indonesia ingin menjadi negara maju, sejajar dengan negara-negara seperti AS, Inggris, atau Jerman, kita harus mampu menjadikan perguruan tinggi sebagai kawah candradimuka untuk mencetak lahirnya pengusaha-pengusaha baru. Untuk sampai ke sana, banyak hal yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi. “Kami di President University bahkan sampai merombak kurikulum dengan memasukkan mata kuliah Entrepreneurship. Kami juga mendirikan inkubator bisnis, menggandeng para praktisi bisnis untuk menjadi mentor dan investor bagi bisnis-bisnis yang dirintis oleh mahasiswa,” paparnya.

Untuk itu, lanjut Prof. Jony, kampus perlu memiliki paradigma dan harus mampu membangun ekosistem kewirausahaan yang melekat dalam praktek bisnisnya sehari-hari. Intinya, kampus perlu bertransformasi menjadi Entrepreneurial University.

Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, saat ini memperoleh dukungan penuh dari pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini, antara lain, dengan adanya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC, Ph.D., mengatakan bahwa melalui program ini, perguruan tinggi dituntut untuk mempersiapkan kompetensi mahasiswanya. Salah satunya adalah kompetensi untuk menjadi seorang wirausahawan.

Salah satu program dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah memberikan hak kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studinya selama tiga semester. Selama kurun waktu tersebut, mahasiswa boleh memilih serangkaian aktivitas. Diantaranya, melakukan kegiatan wirausaha dengan bimbingan dosen. Hal ini penting sebab, menurut data IDN Research Institute (2019), sebanyak 69,1% generasi milenial di Indonesia ternyata memiliki minat untuk berwirausaha. Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka diharapkan mampu menjawab minat mahasiswa tersebut.

Baca Juga :  Tim Kedaireka FPIK UTU Gelar FGD Pitching Nelayan dengan Industri Pengolahan Perikanan dan Ikan Segar

Pelaksana tugas (Plt.) Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan serta staf ahli bidang Pembangunan Berkelanjutan, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN), Prof. Ismunandar menyampaikan bahwa Indonesia baru bisa menjadi negara maju kalau jumlah pengusahanya terus bertambah.

“Saat ini baru sekitar 3% dari seluruh penduduk Indonesia yang menjadi pengusaha. Jumlah ini masih terlalu sedikit. Amerika Serikat dan Jepang menjadi negara maju karena lebih dari 10% penduduknya yang berwirausaha. Untuk itu Kemenristek/BRIN mendorong kampus-kampus agar mampu mencetak lebih banyak lagi pengusaha baru. Untuk itu kampus perlu membangun ekosistem kewirausahaan,” ujar Prof. Ismunandar.

Itu pula yang dilakukan oleh konsorsium GITA, yang melibatkan tujuh perguruan tinggi nasional dan empat perguruan tinggi dari Eropa. Pada konferensi internasional GITA, Prof. Towers selaku project leader melaporkan bahwa GITA telah melahirkan 112 perusahaan rintisan (startup) baru dengan nilai bisnis mencapai Rp115,4 miliar. Ini adalah bukti nyata keberhasilan GITA dalam melahirkan pengusaha-pengusaha baru dari lingkungan kampus. Selain itu, pada ajang konferensi internasional tersebut konsorsium GITA juga mengumumkan pemenang kompetisi mahasiswa tingkat nasional untuk proposal bisnis yang berkelanjutan dan pembentukan asosiasi yang melibatkan perguruan-perguruan tinggi anggota konsorsium GITA.

Tentang GEI dan GEDI
GEI adalah Global Entrepreneurship Index, sebuah laporan dari hasil riset yang dilakukan oleh The Global Entrepreneurship Development Institute (GEDI). Laporan tersebut dipublikasikan setiap tahun. Sedang GEDI adalah organisasi non profit yang berkantor pusat di Washington DC, Amerika Serikat (AS). Organisasi ini didirikan oleh para pengusaha terkemuka lulusan London School of Economics (LSE) dan Imperial College London (keduanya dari United Kingdom), George Mason University dari AS dan University of Pécs dari Hongaria. Dalam melaksanakan kegiatannya, GEDI didukung oleh Uni Eropa, Bank Dunia serta bank-bank dan perusahaan-perusahaan besar.

Tentang GITA Erasmus
GITA adalah konsorsium yang terdiri dari tujuh perguruan tinggi nasional (President University, Universitas Padjadjaran, Universitas Negeri Semarang, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Brawijaya, dan STIE Malangkucecwara) dan empat universitas dari Eropa (University of Gloucestershire dari UK, Institute of Technology (Irlandia), Fachhochschule des Mittelstandes (Jerman), dan Univerisity of Insbruck dari Austria). Konsorsium ini bertujuan mendorong sebanyak mungkin pengusaha yang lahir dari lingkungan kampus. Sesuai dengan tagline-nya, triangular approach, hal tersebut dilakukan dengan tiga pendekatan, yakni pengembangan hubungan kerja sama yang efektif antara perguruan tinggi dan perusahaan, menanamkan jiwa kewirausahaan pada seluruh pemangku kepentingan di universitas, serta membangun perusahaan baru dari ide-ide dan inovasi yang berkontribusi pada ekonomi lokal maupun daerah.