close

Peluncuran Konsorsium Riset Artificial Intelligence

Jakarta – Era revolusi industri 4.0 memberikan dampak yang cukup besar seperti banyaknya pekerjaan yang akan mulai hilang. Hal tersebut terjadi karena munculnya Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), sebagai main driver industri, yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan lahirnya kompetensi baru.

Berkaitan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) meluncurkan Konsorsium Riset Artificial Intelligence untuk menyiapkan ribuan talenta Artificial Intelligence yang dibutuhkan oleh pembangunan bangsa dan negara. Konsorsium tersebut merupakan salah satu usaha dalam membangun daya saing bangsa berbasis artificial intelligence, baik dibidang pangan, kesehatan, keamanan, manufaktur, transportasi, dsb.

“Menurut rekan-rekan dari dunia perindustrian, dibutuhkan sekitar 250 ribu talenta di bidang artificial intelligence ini dalam 5 tahun kedepan. Hal tersebut dapat dipenuhi dengan cara bergandengan tangan dan bergotong royong antara dunia pendidikan, dunia penelitian, dan dunia perindustrian,” ucap Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud RI, Nizam, sebagai Keynote Speaker pada Seminar Peluncuran Konsorsium Riset Artificial Intelligence yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (14/10).

Nizam menyampaikan bahwa setiap revolusi industri selalu ditandai dengan hilangnya kompetensi lama. Hal ini dapat dilihat pada revolusi industri pertama dimana tenaga kasar manusia tergantikan oleh mesin uap dan mesin pintal; pada revolusi industri kedua ditandai dengan elektrifikasi; dan pada revolusi industri ketiga ditandai dengan otomasi. Perubahan tersebut memberikan dampak pada hilangnya berbagai pekerjaan, tetapi bersamaan dengan itu juga lahir jutaan pekerjaan yang levelnya lebih tinggi.

Perbedaan signifikan yang terjadi pada teknologi pada akhir abad ke-20 dengan teknologi yang ada sekarang adalah melakukan pendekatan dengan sistem logic biasa dan dimasukkan kedalam mesin sehingga mesin tersebut menganalisa dengan pola pikir linear mesin. Sedangkan, saat ini sudah menggunakan pendekatan dengan neural networks, deep learning, artificial intelligence sehingga mesin yang muncul akan lebih canggih.

Baca Juga :  ITS Luncurkan Program SustainaBlue, Pusat Keberlanjutan Biru di Asia Tenggara

“Salah satu contoh pemanfaatan artificial intelligence pada dunia kesehatan yaitu untuk mendiagnosis penyakit. Artificial intelligence mampu mendiagnosis berbagai penyakit secara cepat, dibandingkan dengan dokter spesialis yang mungkin sudah berpengalaman selama 10 atau 20 tahun,” ucapnya.

Nantinya, kata Nizam, pengembangan Artificial Intelligence lebih baik dilakukan dengan pendekatan bottom up karena akan jauh lebih sustainable, dibandingkan dengan pendekatan top down. Hal tersebut sesuai dengan agenda nasional yang besar maka dibutuhkan resource yang besar agar transformasi tersebut terjadi.

“Kolaborasi dengan berbagai mitra strategis yang berjalan dengan baik seperti dengan Nvidia, Google, Amazon Web Service, Huawei. Jika semua pihak saling bergandengan tangan maka talenta digital dapat terwujud,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang sama, Hammam Riza selaku Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengucapkan terima kasih atas inisiasi dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi sehingga Peluncuran Konsorsium Riset Artificial Intelligence untuk Indonesia maju 2020-2045 dapat terealisasi.

Ia menjelaskan bahwa Artificial Intelligence masuk dalam strategi nasional yang langsung diberikan mandat oleh Presiden Joko Widodo. Strategi Nasional akan berfokus pada kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan dan riset, ketahanan pangan, dan mobilisasi/smart city. Towards Indonesia Vision 2045 akan mewujudkan kecerdasan Artificial Intelligence yang berlandaskan pancasila, menyiapkan talenta kecerdasan artificial yang berdaya saing dan berkarakter, mewujudkan ekosistem data dan infastruktur yang mendukung kontribusi kecerdasan Artificial Intelligence untuk kepentingan negara, dan menumbuhkembangkan ekosistem kolaborasi riset dan inovasi kecerdasan Artificial Intelligence guna mengakselerasi reformasi birokrasi serta industri nasional yang unggul.

“Indonesia akan menghadapi bonus demografi, oleh karena itu kesempatan ini kita manfaatkan dengan menyiapkan sumber daya manusia talenta Artificial Intelligence yang berdaya saing dan berkarakter dalam menghasilkan inovasi yang unggul,” ucapnya.

Senior Director & Chief Solution Architect Solution Head of Nvidia Technology Center (NVAITC) Simon See, menyampaikan bahwa kini Artificial Intelligence berperan penting untuk Indonesia melangkah maju. Simon menilai Indonesia dapat menjawab tantangan Artificial Intelligence dan bersaing dengan negara-negara lain yang telah lebih dulu unggul dalam bidang Artificial Intelligence. Menurutnya, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan Artificial Intelligence, yaitu big data, human talents, dan competitional infrastructure dimana ketiga hal ini dapat menyongsong kemajuan Artificial Intelligence di Indonesia.

Baca Juga :  Aktif Berinovasi, Tim Mahasiswa ITS Ukir Prestasi di Greenovator 2022

“Seperti yang diketahui saat ini, kecerdasan buatan terdiri dari data-data yang memungkinkan kita untuk mengakses ketika satu sama lain berkontribusi, baik itu foto, panggilan telepon, data kesehatan medis, banyak data besar yang dikumpulkan. Dan saya yakin Indonesia sudah mengumpulkan banyak hal ini juga. Hal kedua adalah bakat manusia, untuk mengembangkan semua kecerdasan buatan ini, meningkatkannya, membuat aplikasi baru, dan bakat baru. Hal ketiga adalah infrastruktur kompetisi,” ucapnya.

Di era pandemi Covid-19, Artificial Intelligence sendiri telah mengalami perkembangan yang pesat seiring dengan kebutuhan komunikasi secara virtual yang kian meningkat. Lebih lanjut Simon menjelaskan bahwa keberadaan Artificial Intelligence saat ini juga sudah memasuki ranah yang lebih detail dalam mengontrol manusia, misalnya dalam melakukan monitoring kebiasaan saat bekerja dari rumah. Dalam pemaparannya, Simon menunjukkan bahwa prediksi pada 2025, pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan berbasis aplikasi atau Artificial Intelligence bisa mencapai sebesar 31.236.92 juta USD. Namun, pandemi ini menunjukkan hasil yang melampaui prediksi tersebut.

Simon juga menegaskan pesatnya perkembangan Artificial Intelligence kian ditunjukkan dari berkembangnya ketertarikan pada acara atau seminar-seminar yang bertemakan Artificial Intelligence. Ia melihat Indonesia pun telah menunjukkan keseriusan dalam mengembangkan Artificial Intelligence dengan meluncurkan Artificial Intelligence Nation Initiative. Menurutnya, hal ini dapat digunakan juga untuk memulihkan perekonomian Indonesia melalui pengembangan Artificial Intelligence.
(YH/DZI/FH/DH/NH/MFS/VAL/YJ/ITR)

Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan