ITS Kembangkan Pemanfaatan Teknologi AIS bagi Keselamatan Maritim
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) sebagai kampus teknologi yang selalu memperhatikan bidang kemaritiman terus berupaya mengembangkan keilmuannya. Dalam rangka mempersiapkan tantangan-tantangan maritim di masa depan, ITS bersama institusi-institusi terkemuka dari mancanegara akan mengembangkan pemanfaatan teknologi Automatic Identification System (AIS) guna menjaga keselamatan maritim.
Hal tersebut dipresentasikan dalam webinar Maritim Safety International Conference (MASTIC), Sabtu (18/7) lalu.
Webinar bertema Responding to Future’s Technological Challenges and Opportunities in Maritime Towards Safety Operation at Sea and Environmental Protection yang berfokus pada keselamatan maritim tersebut menghadirkan tiga pembicara utama yakni Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc dari Indonesia, Prof Dr Serdar Kum dari Turki, Prof Adi Maimun bin Malik FRINA CEng dari Malaysia.
Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc yang juga perwakilan dari ITS, menjelaskan mengenai penggunaan AIS di ITS yang disebut sebagai AISITS. AIS atau Sistem Identifikasi Otomatis adalah sebuah sistem pelacakan otomatis yang digunakan pada kapal dan dengan pelayanan lalu lintas kapal untuk mengidentifikasi dan menemukan kapal. ITS mengembangkan AISITS dalam dua bentuk, yaitu aplikasi web dan aplikasi seluler. “AISITS digunakan dalam manajemen kapal di pelabuhan, manajemen keselamatan kapal, pemantauan bahan bakar, pemantauan potensi dari emisi kapal, manajemen inspeksi kapal, dan lain-lain,” papar dosen yang biasa disapa Ketut ini.
Alumnus Newcastle University, Inggris itu menerangkan bahwa proyek AISITS sudah dikembangkan sejak tahun 2007 dan bekerja sama dengan Kobe University dari Jepang. Kemudian, proyek ini berlanjut sampai pengembangan algoritma oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi saat itu hingga berhasil diluncurkan pada tahun 2018. “Pada tahun 2018, AISITS berhasil dihilirisasi oleh ITS Tekno Sains,” ujar dosen mata kuliah Statistika Rekayasa tersebut.
Kemudian, lanjutnya, cara kerja AISITS tidak jauh berbeda, di mana AIS akan mengirimkan sinyal dari stasiun utama dan akan diterjemahkan menjadi data mentah. Selanjutnya, data tersebut digabungkan dengan data lain seperti koordinat, analisis ilmiah, dan data dasar kapal. Data yang sudah tergabung akan ditransfer dalam bentuk early warning system (sistem peringatan dini) dan disebar melalui pos elektronik, layar besar, kapal, dan perangkat seluler.
Ketut mengungkapkan, pemanfaatan dari AISITS sudah digunakan dalam beberapa penelitian, seperti ship tracking, monitor bahan bakar, monitor emisi gas, menghindari kecelakaan lalu lintas pelayaran, dan monitor tumpahan minyak. “Penelitian terbaru AISITS adalah pelacakan kapal kargo berbasis sistem end-to-end,” tutur guru besar Teknik Sistem Perkapalan yang sering mempublikasi penelitian terkait sistem pemantauan kapal ini.
Dengan adanya webinar terkait keselamatan maritim tersebut, diharapkan ITS mampu menciptakan inovasi-inovasi baru terkait sistem pelayaran dan keselamatan kapal dengan memanfaatkan teknologi AIS yang sudah ada dan berkembang.
Tidak hanya ITS, Istanbul Technichal University (ITU) dan Universiti Teknologi Malaysia (UTM) turut mengaplikasikan teknologi AIS dalam berbagai sistem operasional tersebut. Pada pembahasan pertama, Prof Dr Serdar Kum, ahli ilmu dan teknologi kemaritiman dari Istanbul tersebut, menjelaskan mengenai proyek pemanfaatan AIS dalam penelitian dan keselamatan maritim di Turki.
Dalam keterangan Serdar, penggunaan AIS ini bisa memberi empat manfaat utama yaitu mendeteksi risiko navigasional terkini dengan analisis logaritma, mengkomputasi data dari hasil pelacakan alat pelacak, mampu mengintegrasikan perangkat-perangkat navigasional dan menjalankan kapal, serta mampu menjalankan proses evaluasi pekerja kapal. “Kami akan menggunakan Electronic Chart Display and Information System (ECDIS) dan AIS melalui perekam data,” terang wakil rektor ITU tersebut.
AIS menyediakan empat jenis data yaitu data statistik, data dinamis, data perjalanan terkait, dan pesan keselamatan terkait. Alumnus Universitas Kobe, Jepang itu juga menjelaskan cara kerja AIS, di mana data akan diterima dalam format NMEA. NMEA adalah format data standar yang didukung oleh semua produsen Global Positioning System (GPS) atau sistem navigasi berbasis satelit. “Lalu, kita akan melakukan pengkodean AIS dan memisahkan data-data tersebut, kemudian menerjemahkan pesan dari data yang terkirim dan yang akan digunakan,” jelas Serdar dalam presentasinya.
Selanjutnya, data enkripsi dari AIS tadi akan dibaca dan akan diekstrak objek-objek dari grafik berupa garis pantai, kedalaman area, kedalaman kontur, daratan, dan perairan. Hasil enkripsi data akan dikomputasi melalui garis lintang dan garis bujur, interval jarak dari penggunaan alat ini adalah sepuluh meter. “Setelah itu, kami akan memvisualisasikan grafik dengan menampilkan data grafik, bentuk dan dimensi kapal, serta risiko-risiko yang dihasilkan,” pungkas ahli teknologi transportasi laut itu.
Pembicara lain, Adi Maimun, memaparkan terkait penggunaan data AIS dalam pembangunan kinerja dan penelitian di UTM. Adi mengambil studi kasus di Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur pelayaran di dunia dengan lebih dari 60.000 armada beroperasi setiap tahunnya. Lantas, dalam mendukung keselamatan maritim di area tersebut, lelaki kelahiran 1983 itu mengungkapkan bahwa fasilitas AIS sudah terpasang di UTM. “Penerima AIS sudah terpasang di Stasiun Observatorium UTM dan mampu menerima posisi, perjalanan, kecepatan, dan identifikasi kapal,” jelas Adi.
AIS tersebut bekerja dengan menangkap radar melalui frekuensi, kemudian diterima oleh mesin yang disebut receiver, dan selanjutnya ditransfer kepada laboratorium maritim di UTM untuk kemudian diubah menjadi halaman web dan database. Ahli struktur dinamis kapal tersebut mendeskripsikan manajemen, analisis, dan konsol visual, di mana AIS menyajikan peta dari Selat Malaka dan kapal-kapal ditandai dengan garis tebal. “Kapal-kapal yang berada di area studi diagendakan berdasar basis jam dan terdapat rasio jarak perjalanan dengan waktu perjalanan,” imbuhnya.
Anggota dari the Royal Institution of Naval Architects tersebut menyebutkan beberapa asesmen risiko yang bisa diberikan oleh AIS. Di antaranya identifikasi bahaya, estimasi kemungkinan dan frekuensi adanya kecelakaan, konsekuensi dari bahaya, asesmen kualitatif dari risiko maritim, dan identifikasi yang bisa dilakukan untuk mengurangi bahaya risiko tersebut. “Kami mengumpulkan data dan kami melihat apa saja yang bisa kami analisis,” papar Adi dalam presentasinya.
Data AIS ini berguna bagi sistem anti tabrakan di Selat Malaka dan mengestimasi gas emisi dari kapal, di mana data dari AIS menerjemahkan beberapa hal dari kapal yaitu kecepatan relatif, jarak relatif, identifikasi stasiun radio kapal, dan lain-lain. Adi mempresentasikan bagaimana data-data tersebut dikombinasikan dan kapal yang melintas mampu menghindari tabrakan dengan data terkini dari AIS menggunakan Logika Samar (Fuzzy Logic). Logika Samar berfungsi memetakan suatu data input ke data output.
Konferensi ini diharapkan mampu memberi pengetahuan mengenai peluang besar bagi keselamatan lalu lintas pelayaran dan maritim. Dengan adanya teknologi AIS, maka ancaman seperti kecelakaan maritim dan emisi gas buangan dari kapal bisa diidentifikasi lebih dini.Oleh karena itu, menurut Ketut lagi, ITS juga akan terus mengembangkan dan memperkuat relasinya dengan institusi luar negeri untuk bekerja sama dalam meningkatkan keselamatan maritim sebagai bentuk pengabdian masyarakat. (HUMAS ITS)