close

Dari Kuantum hingga Satelit: Langkah Indonesia Siapkan Pertahanan Generasi Baru

Bandung-Dari komputer kuantum hingga satelit nasional, Indonesia tengah memetakan jalan menuju kemandirian teknologi tempur masa depan. Strategi ini menjadi sorotan dalam sesi “Teknologi Tempur Masa Depan” pada Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) 2025 yang digelar di Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, yang mempertemukan pakar teknologi, industri, dan media, Sabtu (9/8).

Para narasumber sepakat bahwa kolaborasi riset, inovasi teknologi, dan kemandirian industri menjadi kunci bagi Indonesia untuk bersaing di era next generation warfare technologies. Dalam sesi ini, masing-masing pembicara memaparkan peran dan kontribusi sektor mereka untuk mewujudkan kesiapan Indonesia menghadapi peperangan generasi baru.

Pembahasan dibuka oleh Andriyan Bayu Suksmono, dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menekankan bahwa teknologi kuantum akan menjadi game changer dalam strategi pertahanan. Ia menjelaskan peran quantum computing, quantum communication, dan quantum sensing dalam mendeteksi ancaman, memecahkan enkripsi, hingga navigasi presisi tanpa GPS. 

Baca Juga :  Kemdiktisaintek Dorong Transformasi Kelembagaan PTNBH yang Mandiri melalui Regulasi Pendanaan Inovatif

“Indonesia harus mulai dari superconductive qubit dan membangun sumber daya manusia agar tidak semakin tertinggal,” ujar Andriyan.

Melanjutkan bahasan, Adi Rahman Adiwoso, Pendiri PT Pasifik Satelit Nusantara memaparkan pentingnya situational awareness berbasis satelit, keamanan siber (cybersecurity), dan sistem tak berawak untuk memutus rantai serangan lawan (breaking adversary kill chain). Menurutnya, pembangunan spaceport nasional, satelit optikal resolusi tinggi, dan radar SAR generasi lanjut akan menjadi tulang punggung pertahanan masa depan. 

“Sebelum 2030, kita harus punya satelit buatan sendiri dan kemampuan peluncuran roket nasional,” tegas Adi.

Pembicara berikutnya, M. Ahdal’ula Rayhanfasya dari SIA TechnoSys memokuskan pembahasan pada teknologi simulator dan virtual training untuk militer. Ia mencontohkan integrasi berbagai simulator—dari helikopter, tank, hingga kapal—dalam satu sistem real time infrastructure yang dapat digunakan untuk latihan gabungan maupun uji konsep sistem pertahanan. 

Baca Juga :  Mendiktisaintek: Unsulbar Harus Jadi Mercusuar Kemajuan dan Pengungkit Pertumbuhan di Sulawesi Barat

“Pelatihan berbasis simulasi mengurangi risiko dan biaya, serta memungkinkan pengujian skenario kompleks sebelum diimplementasikan di lapangan,” jelas Ahdal’ula.

Menutup paparan, Satrio Arismunandar dari Armory Reborn menyoroti tren global seperti penggunaan satelit kecil untuk komunikasi militer, senjata hipersonik, directed energy weapons, dan perang siber. Ia menekankan perlunya Indonesia memilih teknologi yang relevan dan realistis sesuai kondisi nasional. “Dominasi ruang angkasa, kecepatan reaksi terhadap serangan hipersonik, dan pertahanan siber adalah elemen krusial di medan tempur modern,” ungkap Satrio.

Diskusi ini menegaskan bahwa kesiapan Indonesia menghadapi teknologi tempur masa depan tidak hanya bergantung pada penguasaan teknologi tinggi, tetapi juga pada strategi kolaboratif antara pemerintah, industri, akademisi, dan media. Dengan langkah terencana, Indonesia berpeluang memperkuat kedaulatan pertahanan di era peperangan generasi baru.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara