close

Dari Limbah Jagung dan Popok Bayi, Hadir Harapan Baru untuk Rumah Ramah Energi dan Lingkungan

Bandung-Popok bekas dan tongkol jagung acapkali hanya dianggap sebagai limbah tak berguna, hanya berakhir di tempat sampah atau dibakar. Namun, tim dosen lintas keilmuan dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG) berhasil membuktikan sebaliknya. 

Melalui inovasi panel dinding bernama ECO-BLOX, mereka menghadirkan solusi bangunan yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga mampu meredam panas dan mendukung efisiensi energi.

Inovasi ini ditampilkan sebagai salah satu produk unggulan di booth bidang energi Pameran Hasil Riset dan Inovasi Industri di Konvensi Sains Teknologi dan Industri Industri (KSTI) 2025, Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Jumat (8/8).

Panel ECO-BLOX dirancang sebagai material insulasi termal dari limbah popok bayi dan tongkol jagung. Tujuan utamanya adalah mendukung gerakan zero waste sekaligus menciptakan bangunan yang lebih hemat energi, terutama di wilayah tropis seperti Gorontalo. Dalam pengumpulan bahan baku, tim UNG menggunakan pendekatan partisipatif berbasis komunitas. 

“Ini popoknya kita pakai yang limbah, yang bekas itu dikumpulin aja. Jadi kita ada timnya, kita ada Google Form untuk ngumpulin popok-popok. Dari rumah ke rumah diambil, kami diberikan alamatnya. Terus kita bayar limbah popok itu, satu popoknya dua ribu. Jadi semangat itu ibu-ibu buat ikut. Tapi ini khusus hanya pipis, kalau untuk buang air besar enggak bisa,” jelas Esta Larosa, salah satu anggota tim pengembang ECO-BLOX.

Inspirasi awalnya dikatakan Esta, berasal dari pengalaman pribadi beberapa dosen yang memiliki anak kecil dan menghadapi langsung penumpukan popok bekas di rumah. Di saat yang sama, tongkol jagung yang biasanya dibuang atau dibakar juga dianggap sebagai potensi material alternatif. 

Baca Juga :  Peluncuran Konsorsium Riset Artificial Intelligence

Gorontalo sendiri merupakan salah satu daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia, dengan produksi mencapai 531.780 ton menurut data BPS. Popok bekas termasuk limbah yang sulit terurai dan belum memiliki sistem pengelolaan yang memadai, sementara tongkol jagung sebagai limbah pertanian jumlahnya melimpah namun kurang dimanfaatkan.

Tim pengembang ECO-BLOX terdiri dari dosen dari Prodi Arsitektur Bangunan Gedung (Vokasi), Teknik Sipil, dan Teknik Mesin. Kolaborasi lintas jurusan ini menghadirkan pendekatan interdisipliner yang saling melengkapi, sehingga setiap tahap pengembangan dilakukan secara menyeluruh dari desain arsitektural, formulasi material, hingga rekayasa kekuatan struktur.

“Pembuatan panel dilakukan melalui proses berlapis. Popok yang telah dikumpulkan disterilisasi terlebih dahulu menggunakan metode hidrotermal, kemudian dicacah menjadi potongan kecil. Potongan tersebut lalu dicampur dengan serbuk tongkol jagung halus sebagai pengganti pasir, ditambah dengan semen dan bahan aditif untuk memperkuat daya rekat serta daya tahan. Selanjutnya, campuran ini dicetak menjadi balok modular berbentuk seperti Lego yang dapat dirangkai dengan mudah, mempercepat proses konstruksi tanpa membutuhkan banyak perekat tambahan,” papar Estu.

Hasil Uji ECO-BLOX

Dari hasil pengujian awal, ECO-BLOX mampu menahan tekanan hingga 14 MPa, jauh melebihi standar minimum 7 MPa untuk kebutuhan struktur bangunan rumah tinggal. Panel ini juga telah diuji terhadap ketahanan air serta efektivitasnya dalam meredam panas. Menurut Esta, penggunaan ECO-BLOX terbukti membuat suhu ruangan lebih stabil karena panas dari luar tidak langsung menembus ke dalam rumah, menjadikannya lebih nyaman ditempati.

Baca Juga :  VIRAL, DOSEN DARI SUMBAR INI BIKIN BAJU APD KREATIF BERTEMA SUPERHERO DAN MONSTER

Anggota tim lainnya, Sartika Dewi, menjelaskan bahwa nama “ECO-BLOX” dipilih karena mencerminkan semangat ekologis dari produk ini. Kata “ECO” diambil dari kata ekologi, sedangkan “Blox” merujuk pada bentuk blok modular yang digunakan dalam konstruksi. 

“Nama ECO-BLOX itu awalnya karena terbuat dari bahan-bahan ramah lingkungan, jadi penyelamatan lingkungan. Intinya kami ingin sebanyak mungkin ECO-BLOX digunakan agar lebih banyak lingkungan yang terselamatkan,” ujar Sartika.

ECO-BLOX membuktikan bahwa inovasi ramah lingkungan dapat lahir dari kebutuhan sehari-hari dan bahan yang kerap dianggap limbah. Menggunakan limbah bonggol jagung sebagai bahan utama, tim pengembang berhasil menciptakan material yang tak hanya ringan dan kokoh, tetapi juga mampu meredam panas, sehingga ideal untuk bangunan di iklim tropis. Di tengah krisis iklim dan urbanisasi yang terus berkembang, ECO-BLOX hadir sebagai solusi konkret yang menawarkan masa depan berkelanjutan melalui optimalisasi limbah yang sebelumnya kurang termanfaatkan.

Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi

#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif
#KSTI2025
#SainsUntukIndonesia
#InovasiMasaDepan
#TeknologiBicara