Mendiktisaintek Tegaskan Peran Penting Lembaga Akreditasi Mandiri dalam Sidang Uji Materiil UU Sisdiknas dan UU Dikti di Mahkamah Konstitusi
Jakarta- Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto memberikan keterangan pada sidang pengujian materi Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) serta Pasal 55 ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) pada Rabu (23/7).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK, Suhartoyo, Menteri Brian menyampaikan bahwa pelibatan masyarakat dalam akreditasi program studi, bukanlah bentuk pelepasan tanggung jawab pemerintah sehingga tidak sejalan dengan prinsip yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945).
“Tidak ada pelepasan tanggung jawab negara dalam penjaminan mutu pendidikan, meski akreditasi eksternal dilakukan LAM (Lembaga Akreditasi Mandiri), yang merupakan bentuk akuntabilitas publik yang terpercaya,” tegas Mendiktisaintek dalam sidang Perkara Nomor 60/PUU-XXIII/2025, di Ruang Sidang Pleno MK.
Menteri Brian menekankan, pembentukan LAM adalah amanat Undang-Undang Dikti dan menjadi bagian dari reformasi sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi. Mendiktisaintek menyatakan bahwa LAM berperan penting sebagai lembaga profesional dan independen yang memperkuat mutu program studi secara objektif dan kredibel, sesuai standar yang berlaku secara nasional dan internasional.
Mendiktisaintek kemudian menyebut bahwa konstitusi memberikan ruang kebijakan atau open legal policy bagi pembentuk undang-undang, untuk menetapkan satu sistem pendidikan nasional. Meskipun sistem pendidikan nasional ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ilmu pengetahuan dan pengembangan keilmuan bukan monopoli negara atau Pemerintah dan dipimpin sendiri oleh Pemerintah.
“Pengembangan ilmu pengetahuan menjadi ranah institusi pendidikan termasuk perguruan tinggi, dunia profesi dan dunia kerja yang berkaitan, berkolaborasi dan bersifat dinamis. Penolakan terhadap peran masyarakat dalam bidang pendidikan akan mengarah pada etatisme sebagaimana ditegaskan oleh MK dalam Putusan Nomor 11-14-21-126/PUU-VII/2009 dan Nomor 136/PUU-VII/2009,” jelas Menteri Brian.
Mendiktisaintek mengungkap, keberadaan LAM menjadi kunci untuk menghindari konflik kepentingan antara penyelenggaraan dan penjaminan mutu. LAM sejalan dengan mutu dalam tata kelola perguruan tinggi dalam masyarakat global. Selain itu, melalui Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 telah mengatur terperinci untuk memastikan bahwa LAM yang dibentuk benar-benar memiliki kapasitas dan kesesuaian substansi dalam melaksanakan tugas akreditasi program studi.
“Bahkan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi berwenang untuk menyetujui atau menolak usulan pendirian LAM,” terangnya.
“Pemerintah berpandangan bahwa keberadaan LAM tidak mengurangi peran negara, justru memperkuat kualitas pendidikan tinggi melalui mekanisme evaluasi yang lebih objektif dan berbasis keilmuan. Terbukti dari Pemerintah yang menetapkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi, mengatur izin pendirian LAM, melakukan evaluasi, pengawasan dan sanksi terhadap LAM, memastikan akreditasi dilakukan secara independen dan profesional, bebas kepentingan, objektif berbasis instrumen serta selaras dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi,” jelas Menteri Brian.
BAN-PT Tetap Miliki Peran Penting
Sebagai informasi, akreditasi perguruan tinggi dan akreditasi program studi, pada implementasinya akan fokus pada standar-standar yang tidak selalu sama. Oleh karena itu, perbedaan akreditasi untuk perguruan tinggi dan program studi, nantinya juga membantu masyarakat mendapatkan informasi yang lebih relevan terhadap mutu layanan pendidikan yang akan diperoleh dari masing-masing program studi.
Walau akreditasi program studi dan akreditasi perguruan tinggi berbeda, tidak berarti keduanya tidak berkaitan. Desain regulasi dalam UU Dikti mengatur integrasi dan keterkaitan kedua jenis akreditasi tersebut. Pasal 55 ayat (3) UU Dikti mengatur tugas BAN-PT untuk mengembangkan sistem akreditasi secara umum.
Hal ini menunjukkan BAN-PT juga memiliki peranan penting dalam pembentukan kebijakan dan instrumen akreditasi baik pada perguruan tinggi dan juga program studi. Dalam hal ini pula, BAN-PT, berwenang melaksanakan akreditasi perguruan tinggi berdasarkan Pasal 55 ayat (4) UU Dikti, dan juga memiliki peran penting dalam akreditasi program studi.
Lebih lanjut, Pasal 55 ayat (6) UU Dikti menegaskan peran dari BAN-PT untuk memberikan rekomendasi kepada menteri dalam pembentukan LAM. Ketentuan ini tidak lain ditujukan untuk memastikan keselarasan dari akreditasi program studi dengan kebijakan akreditasi di tingkat nasional. Oleh karena itu, pelaksanaan akreditasi program studi oleh LAM menjadi langkah strategis untuk meningkatkan daya saing dan mutu pendidikan tinggi di Indonesia secara menyeluruh, pungkas Menteri Brian.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekBerdampak
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif