Kiprah Dosen Undiksha, Dr. I Wayan Artika: Gagas Literasi Akar Rumput, Gerakan Sunyi yang Menumbuhkan Harapan
Di tengah derasnya arus informasi digital dan kemajuan teknologi, kita dihadapkan pada sebuah ironi besar, minat literasi justru melemah. Akses terhadap buku dan bacaan semakin luas, namun keinginan untuk membaca dan menulis secara mendalam justru memudar, khususnya di kalangan generasi muda. Dalam kondisi seperti ini, munculnya gerakan-gerakan literasi berbasis masyarakat menjadi pelita harapan. Salah satunya adalah Gerakan Literasi Akar Rumput yang digagas oleh Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum, akademisi dari Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha). Gerakan ini telah diakui di tingkat nasional dengan diraihnya bantuan penegmbangan gerakan literasi masyarakat dari Badan Bahasa tahun 2024.
Berbasis di Desa Batungsel, Kabupaten Tabanan, gerakan ini tumbuh dari kesadaran akan pentingnya membumikan literasi di tengah masyarakat. Filosofi “akar rumput” diangkat bukan tanpa makna. Layaknya rumput yang tumbuh dari bawah namun mampu menyebar luas, program ini diharapkan mampu menjangkau banyak kalangan, dimulai dari ruang-ruang kecil di desa. Mereka adalah kelompok masyarakat yang tidak tersentuh program-program literasi nasional.
Gerakan ini lahir mulai tahun 2008. Saat itu, Dr. Artika menyadari rendahnya minat baca masyarakat, terutama anak-anak. Alih-alih menunggu perubahan dari atas, ia memilih bertindak langsung. Meski membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangun kepercayaan masyarakat, tekadnya tak surut. Puncaknya, sejak tahun 2017, komunitas ini mulai berjalan stabil dengan keikutsertaan puluhan anak-anak dari berbagai jenjang sekolah, serta dukungan dari guru-guru setempat.
Setiap Minggu, tanpa pamrih, ia mendampingi anak-anak belajar dan berdiskusi. Literasi di sini bukan sekadar membaca buku, tetapi menjadi gerbang untuk berpikir kritis dan memahami dunia. Bahkan, materi numerasi juga dikemas secara kreati melibatkan data pribadi seperti tinggi badan dan tahun lahir yang dijadikan bahan diskusi dan tulisan. Sebuah pendekatan sederhana, tetapi sangat membumi dan kontekstual.
Menariknya, seluruh kegiatan ini dilakukan tanpa biaya. Tidak ada pungutan, tidak ada paksaan. Yang ditanamkan adalah nilai. Bagi Dr. Artika, literasi adalah investasi jangka panjang. Hasilnya mungkin tidak terlihat hari ini, tetapi benih yang ia tanam bisa saja menjadi pohon pengetahuan yang kokoh di masa depan.
Berprofesi sebagai akademisi, gerakan ini adalah wujud nyata Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Apa yang dimulai dari sebuah desa kecil kini telah menginspirasi banyak pihak, termasuk Balai Bahasa Provinsi Bali, sekolah-sekolah, dan komunitas literasi lainnya. Bahkan, bantuan buku pun dan tawaran kerja sama, serta undangan untuk memberi workshop literasi di sekolah-sekolah; mulai berdatangan sebagai bentuk pengakuan, dukungan moral dan material terhadap prakarsa dan dedikasi gerakan literasi di akar rumput.
Selain di tanah kelahiran, gerakan literasinya pun menyebar luas ke sekolah-sekolah. Dr. Artika kerap diundang sebagai pembicara dalam kegiatan seminar. Ruang ini dijadikannya sebagai momentum untuk mendiseminiasikan pengalamannya yang telah dirajut selama bertahun-tahun. Bahkan, perhatian seriusnya terhadap dunia literasi menjadikannya dilirik sebagai penerima CSR perpustakaan dari Bank Indonesia.