Wamen Fauzan: Audit Pendidikan Tinggi Harus Tumbuh Bersama Etika Digital dan Kecanggihan AI
Yogyakarta-Transformasi teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) membuka peluang baru dalam sistem audit pendidikan tinggi. Namun di balik inovasi itu, etika dan integritas tetap menjadi fondasi yang tak tergantikan. Hal ini ditegaskan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan saat membuka Forum Komunikasi Komite Audit PTN-BH 2025 di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kamis (8/5).
Dalam forum yang bertajuk “Pemanfaatan Artificial Intelligence dalam Kegiatan Audit”, Wamen Fauzan mengawali pidato kuncinya dengan melempar pantun untuk menambah semangat audiens. Selanjutkan ia menyampaikan, audit di lingkungan perguruan tinggi tidak hanya sekadar urusan administratif, melainkan bagian dari ruh intelektual dan moral sebuah universitas.
Di forum tersebut, Wamen Fauzan mengatakan “Audit bukan hanya alat ukur, melainkan cermin etika akademik. Pendidikan tinggi tak cukup menjadi penonton dalam arus digital. Kita harus jadi produser, bukan hanya user. AI membuka potensi sistem audit yang real-time dan transparan, tapi teknologi bukan pengganti kebijaksanaan,”
Kehadiran AI memang menjanjikan efisiensi dan akurasi, namun Wamen Fauzan mengingatkan bahwa transparansi dan otomatisasi hanya bermakna jika ditopang oleh nilai dan integritas. Menurutnya, persoalan utama bangsa ini terletak pada kepatuhan, baik dalam aspek legal-formal maupun kultural. Oleh karena itu, audit harus tumbuh menjadi instrumen etika, bukan sekadar alat kontrol.
“Mari kita junjung etika akademik melalui integritas moral dan audit yang mencerahkan. Komite audit ini bukan hanya perpanjangan administratif, melainkan simpul dialog akademik lintas disiplin yang memelihara kepercayaan publik,” ujar Wamen Fauzan.
Sejalan dengan itu, Ketua Forum Komunikasi Komite Audit PTN-BH, Iwan Triyuwono, turut menekankan bahwa pemanfaatan AI harus diiringi dengan penciptaan generasi yang mampu melampaui kecanggihan teknologi itu sendiri.
“Kita kebanjiran teknologi, itu baik. Tapi kita harus lebih dari itu. Bangsa ini harus jadi inovator, bukan hanya pemakai. Risiko moral adalah ancaman terbesar dalam sistem pendidikan. Maka pendidikan moral harus hadir dari awal hingga ke jenjang doktor,” ujar Iwan.
Sebagai tuan rumah forum, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sumaryanto, menyampaikan komitmennya dalam memperkuat tata kelola berbasis nilai-nilai lokal.
“Kami berkomitmen mengoptimalkan warga lokal dan nilai budaya sebagai pagar utama. Pagar budaya lebih kuat dari pagar baja. Ilmu pengetahuan tak cukup hanya ditulis, tapi juga harus dilakukan. Teori tanpa praktik lumpuh, tapi praktik tanpa teori juga tak akan berkembang,” tegas Rektor Sumaryanto.
Forum ini juga menjadi bagian dari tindak lanjut hasil rapat koordinasi antara Kemdiktisaintek dengan Kemenko PMK dan kementerian teknis lainnya, di mana isu kecerdasan buatan menjadi agenda strategis lintas sektor.
Di akhir pidatonya, Wamen Fauzan menegaskan peran strategis Kemdiktisaintek dalam membangun sistem audit yang tidak hanya canggih, tapi juga berkarakter. “Kemajuan tanpa kendali moral hanyalah percepatan tanpa arah. Audit digital dan AI harus menjadi pondasi peradaban akademik yang berintegritas. Kepercayaan publik dibangun dengan keteladanan, bukan hanya teori,” pungkas Wamen Fauzan.
Acara turut dihadiri oleh para pemangku kepentingan penting, antara lain Inspektur Jenderal Pendidikan Tinggi, Rektor Universitas Siber Muhammadiyah, Kepala LLDIKTI Wilayah V, Deputi Kepala BPKP Bidang Polhukam, serta delegasi dari berbagai PTN-BH: Universitas Indonesia, ITB, UGM, IPB, Unair, Undip, Unpad, Universitas Hasanuddin.
Humas
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
#DiktisaintekSigapMelayani
#Pentingsaintek
#Kampusberdampak
#Kampustransformatif