Sekali Dayung Bersama IISMA, Tiga Mimpi Terpenuhi
Granada – Memiliki darah seni yang kental membuat Bemby Hidayatullah mantap memutuskan untuk berkarier di bidang seni. Lahir dari ibu yang aktif di seni lenong Betawi dan ayah seorang pengukir kayu, Bemby terdorong untuk menuntut ilmu di Program Studi Seni Teater, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Menurut Bemby, seni di Indonesia itu sangat kaya namun apresiasi terhadap seni itu sendiri sangat minim.
“Contohnya di kampus aku. Kami sering mengadakan pertunjukkan seni. Sayangnya kalau kami buka tiket untuk harga masuk, orang lebih memilih untuk tidak menonton. Makanya kami sering gratiskan semua pertunjukkan di kampus,” ujar Bemby.
Kondisi ini memicu Bemby berambisi untuk mempromosikan kesenian Indonesia di luar negeri. Terlebih terngiang selalu perkataan senior kampusnya yang mengatakan, kalau mau cari uang jangan di seni. Sebab menjadi seniman di Indonesia itu susah. “Kalau kamu mau jadi seniman, jadilah seniman yang mempromosikan budaya Indonesia di luar negeri karena kamu bakal lebih dapat sesuatu, dan berkontribusi untuk Indonesia,” ucap Bemby menirukan kata-kata seniornya.
Ada dua jalur yang Bemby coba untuk mewujudkan ambisinya. Pertama, ia ikut kompetisi Art in Motion, sebuah program kolaborasi antara seniman Indonesia dan Belanda yang memanfaatkan kreativitas seniman muda Indonesia. Karya seni yang terpilih akan dipamerkan di Belanda. Saat proses seleksi, Bemby menampilkan pertunjukkan teater dimana ia menari tari jaipong yang disesuaikan secara kontemporer sambil melukis menggunakan kaki.
“Lantai aku jadikan kanvas. Aku ambil beberapa simbol misalnya warna. Aku pakai warna merah, putih, biru, dan hijau. Merah dan biru itu melambangkan Belanda, merah dan putih melambangkan Indonesia, dan hijau melambangkan perdamaian,” terang Bemby.
Pesan yang ingin Bemby sampaikan dari karya seninya adalah Indonesia dan Belanda sekarang harus fokus untuk saling mendukung satu sama lain. Jerih payahnya pun membuahkan hasil. Bemby terpilih menjadi satu dari lima orang seniman muda Indonesia yang karyanya dapat dipamerkan di Belanda. Kabar gembira ini memosisikan Bemby di kondisi yang harus memilih antara dua pilihan, sebab jalur kedua Bemby untuk mewujudkan ambisinya yaitu IISMA juga memberikan kabar baik. Ia terpilih menjadi salah satu dari 35 mahasiswa penerima beasiswa IISMA tahun 2024 di Universidad de Granada, Spanyol.
“Aku pilih IISMA karena aku merasa IISMA lebih bisa memberiku banyak potensi yang bisa aku ambil. Jika aku pilih ke Belanda, aku hanya akan berkesenian saja di sana selama tiga bulan. Kalau di IISMA, aku bisa melakukan beberapa kegiatan yang aku suka. Contohnya belajar di Spanyol yang sudah jadi mimpi aku sejak sekolah dasar, dan aku tetap bisa berkesenian karena IISMA punya Culturise Challenge,” papar Bemby.
Keputusan Bemby semakin mantap terlebih jika ia mengingat perjuangannya untuk mendaftar program IISMA. Ia mulai memperkaya portofolio dan prestasi, mengasah kemampuan berbahasa Inggris, hingga mencari pekerjaan sampingan untuk membiayai English proficiency test.
“Aku sempat jadi MC, ikut film pendek, magang. Orang tua aku selalu mendukung segala hal yang aku lakukan, tapi memang secara finansial mereka belum bisa bantu aku. Ayah sibuk dengan ukiran kayu, mama sudah berhenti berkesenian jadi fokus jualan nasi uduk,” kata Bemby.
Menyandang status penerima beasiswa IISMA memberikan arti khusus buat Bemby. Ia menjadi orang pertama di keluarganya yang berhasil mendapatkan kesempatan belajar di perguruan tinggi luar negeri. Ia juga merupakan mahasiswa pertama ISBI Bandung yang lolos seleksi program IISMA.
Pengalaman Belajar di Luar Negeri
Di Universidad de Granada, Bemby mengambil mata kuliah Public Health and Health Science in Spain, History of Art in Spain, dan International Marketing, selain dua mata kuliah wajib. Alasan Bemby mengambil mata kuliah Public Health and Health Science in Spain adalah untuk memuaskan rasa ingin tahunya tentang ilmu kesehatan.
“Aku dari kecil ingin sekali berkarier di bidang kesehatan, namun memang keluarga secara finansial belum bisa sokong hal itu. Jadi aku mengurungkan niat untuk jadi dokter dan beralih ke seni,” ujar Bemby.
Sedangkan alasan Bemby mengikuti kelas Internasional Marketing karena ia ingin tahu bagaimana caranya mendapatkan pasar untuk seni. “Yang kita tahu selama ini di Indonesia, seni tidak ada harganya atau seni tidak bisa dinilai secara materi. Aku ingin tahu perspektif orang-orang di dunia marketing di luar negeri ini bagaimana mereka memandang seni sebagai suatu hal yang bisa dijual,” jelas Bemby.
Bagi Bemby, motto hidup yang selalu ia pegang sebagai calon seniman adalah ia tidak mau menjadi seniman yang diingat sebatas karya seninya saja. “Aku ingin menjadi karya seni itu sendiri,” tutup Bemby.