close

Praktisi Muda Ikut Skema Pro Bono: Mengajar sekaligus Kembali Belajar

Menjadi praktisi yang mengajar secara pro bono di usia muda telah memberikan pengalaman berarti bagi Hanaya Atiya. Bukan hanya mengajar di ruang kelas, praktisi kelahiran tahun 1996 yang kini bekerja sebagai Long-Term Planning Manager di Danone ini mengaku juga mendapatkan kesempatan untuk kembali belajar.

“Ini bukan kesempatan yang bisa didapatkan semua orang, terutama bagi saya yang berada di dunia kerja. Kapan lagi bisa mengajar mata kuliah? Jadi, saya melihat ini sebagai sarana untuk belajar,” ungkap Hanaya Atiya, yang lebih akrab dipanggil Naya.

Naya bergabung dalam program Praktisi Mengajar pada Angkatan 4 silam. Saat itu, posisinya adalah Production Planning Supervisor di Danone. Naya mengaku hanya coba-coba mendaftar, tetapi salah satu dosen untuk mata kuliah Sistem Manajemen Pergudangan di Universitas Singaperbangsa Karawang menghubungi dan mengajaknya berkolaborasi. Karena mata kuliah yang diajarkan sejalan dengan pekerjaan di kantor, Naya pun menyambut ajakan tersebut.

Naya mengikuti program Praktisi Mengajar dengan skema kolaborasi pro bono. Pada program Praktisi Mengajar, terdapat dua tipe kolaborasi yaitu kolaborasi berbayar dan pro bono. Pada tipe kolaborasi pro bono, praktisi bersedia untuk melakukan kolaborasi dengan perguruan tinggi tanpa mendapatkan honorarium.

Saat mendaftar menjadi praktisi, Naya sempat ditanya oleh pihak universitas apakah ia benar ingin menjadi praktisi pro bono. Karena motivasi Naya adalah membagikan kembali pengalaman yang ia peroleh di dunia kerja, ia memilih tetap menjadi praktisi pro bono sebagai bentuk pengabdian kembali pada masyarakat. Dia melakukan itu karena merasa masih ada kesenjangan antara dunia akademisi yang serba ideal dengan dunia profesional. Inilah yang ingin Naya bagikan agar para mahasiswa tidak mengalami hal serupa seperti dirinya.

Baca Juga :  FSAD ITS Luncurkan Aksi Rawat Lingkungan lewat Operasi Plastik

“Teori itu bagus dan harus ada sebagai fondasi. Tetapi kita tidak boleh lupa dengan faktor-faktor yang ada di lapangan, hal-hal yang tidak pernah kita lihat dari kacamata akademik,” ujarnya.

Motivasi kedua Naya adalah rasa penasaran. Ia ingin tahu bagaimana rasanya menjadi dosen dan mengajar di hadapan mahasiswa. Sewaktu kuliah, Naya memang sempat menjadi asisten akademik. Namun, rasa penasaran dan keinginan untuk mengajar baru muncul saat ia sudah bekerja.

“Ternyata ilmu adalah hal yang menarik kalau bisa terus kita bagikan. Jadi saya berpikir bagaimana cara berbagi meskipun ilmu saya belum banyak. Mungkin ada orang-orang di luar sana yang ingin tahu bagaimana rasanya berada di perusahaan, dan bagaimana sistemnya bekerja di dunia nyata,” tambah Naya.

Meskipun tidak dibayar, Naya mengatakan jika ia tetap memperoleh sesuatu yang berharga selama mengikuti program Praktisi Mengajar. Pertama, ia berkesempatan untuk mengubah tantangan menjadi kesempatan untuk belajar. Tantangan utama yang dihadapi saat itu adalah cara mengajar, terlebih karena kelas kolaborasi dilakukan secara daring.

“Tantangannya lebih ke bagaimana cara membuat kelas tersebut menarik, bagaimana mahasiswa mau mendengarkan meskipun daring. Saya sempat merasa materi saya membosankan dan seperti isi buku teks, juga khawatir tidak sesuai ekspektasi. Saya juga harus mengatur ritme mengajar: cara berbicara, mengatur waktu agar tidak terlalu cepat, dan bagaimana cara menguasai kelas,” jelas Naya.

Baca Juga :  Mendikbudristek Diskusikan Kampus Merdeka di ITS untuk Perubahan Pendidikan

Selain belajar cara mengajar, ia juga memperoleh perspektif baru dari mahasiswa yang pernah melakukan kerja praktikatau kuliah lapangan. Sebagai contoh, Naya menjelaskan bahwa dirinya bekerja di Danone yang merupakan perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Sementara, salah satu mahasiswa pernah praktik di industri semikonduktor. Dari interaksi selama kelas kolaborasi, Naya pun bisa memperluas wawasan dan mengetahui bagaimana praktik di industri semikonduktor.

Manfaat lain yang didapat adalah meningkatnya kemampuan untuk memimpin dan keterampilan berbicara di depan umum. Setelah mengikuti program Praktisi Mengajar, Naya merasa lebih percaya diri untuk berbicara di depan forum. Hal ini berguna saat ia harus memimpin rapat atau melakukan presentasi di tempat kerja.

Dengan adanya berbagai manfaat positif di atas, Naya mengungkap bahwa ia tertarik untuk kembali mengikuti program Praktisi Mengajar dan mencoba mengajar mata kuliah yang lain. Terlebih, mahasiswa menyambutnya dengan antusias dan mau mengerjakan tugas dengan baik saat mengikuti kelas kolaborasi selama satu setengah bulan.

“Semoga mahasiswa tetap antusias dengan kelas-kelas yang diikuti dan ilmu yang dipelajari, dan semoga mahasiswa sadar bahwa teori itu penting karena itulah yang menjadi kerangka dan panduan kita dalam menyelami dunia kerja. Namun, mahasiswa juga harus sadar kalau ilmu terus berkembang dan tidak hanya didapat dari buku, tetapi juga dari pengalaman kerja yang mungkin belum bisa terlihat jika belum terjun secara langsung. Untuk mendapatkan hal itu, mahasiswa bisa menghubungi praktisi,” pesan Naya.