Gegar Budaya Awardee IISMA: Perjalanan Berharga di Negeri Asing
Pengalaman yang berkesan dan berharga dialami setiap mahasiswa penerima beasiswa Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) saat menimba ilmu di negeri orang. Suka duka menjadi pelajar asing selama satu semester tentu merupakan kisah yang menarik untuk diceritakan. Disparitas nilai, norma, bahasa, dan gaya komunikasi mempengaruhi interaksi antar individu yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Melansir buku “Komunikasi Lintas Budaya” yang ditulis oleh Larry A. Samovar, Richard E. Porter, dan Edwin R. McDaniel, reaksi emosional yang terjadi ketika seseorang memasuki lingkungan baru disebut gegar budaya. Tahapan seseorang mengalami gegar budaya dapat bervariasi, namun umumnya melibatkan fase bulan madu, frustasi, penyesuaian, dan resolusi.
Adalah Aprilia Cahyaningrum, mahasiswa tahun terakhir jurusan Bahasa dan Sastra Inggris di Universitas Airlangga, yang selalu bermimpi untuk merasakan kehidupan di London. “Ketegangan meningkat dari saat saya menerima beasiswa IISMA hingga langkah pertama saya di landasan pacu Heathrow,” papar Aprilia.
Antusiasme yang sama juga dirasakan oleh Mathena Aletheia, mahasiswa Universitas Bunda Mulia yang bahkan mengaku kesulitan untuk tidur akibat terlalu gembira menjadi awardee IISMA. “Dapat beasiswa untuk belajar di luar negeri adalah suatu keajaiban, terlebih karena London adalah salah satu impian terbesarku,” ungkap Mathena yang diterima di Queen Mary University of London, Inggris.
Tidak hanya di London, kekaguman atas kota tempat awardee IISMA akan menghabiskan waktu selama satu semester ke depan pun dirasakan oleh Sanny Aftaluna Ziemann di Lithuania. “Kaunas adalah kota yang sangat indah, penuh seni, dan saya tidak sabar untuk menjelajahinya lebih banyak lagi,” cerita Sanny yang merupakan awardee Vytautas Magnus University setelah menjelajahi pusat kota dengan berjalan kaki.
Frustrasi Datang
Setelah merasakan kesan pertama yang indah, perasaan tersebut cepat berganti dengan frustrasi saat Aprilia berjuang karena rasa rindu akan rumah dan tantangan beradaptasi dengan lingkungan baru.
“Saya merasa benar-benar sendirian di negara asing,” kenang Aprilia, “tanpa keberadaan keluarga dan teman di samping rekan-rekan sesama penerima beasiswa IISMA yang berkomunikasi menggunakan bahasa asli saya.”
Seperti Aprilia, kegembiraan yang Mathena rasakan seperti berada di dalam mimpi pun berubah menjadi kenyataan pahit pada hari keberangkatan, di mana Mathena harus menghadapi realita bahwa dirinya akan meninggalkan zona nyamannya yakni keluarga. Kini ia disambut dengan kecemasan saat harus memulai perjalanannya sendiri. Minggu-minggu awal tiba di London ternyata jauh dari pengalaman kota impian yang diharapkan. Mathena merasa kesepian dan tidak berdaya. Ia masih mengingat perasaan menjadi orang asing yang kesulitan menjelajah dan berkomunikasi dengan wajah-wajah yang tidak dikenal.
Berhasil Menangani Tantangan
Ketekunan dan ketabahan adalah kunci melewati tahap frustrasi dari gegar budaya. Aprilia berhasil adaptasi saat ia menemukan kenyamanan dalam berstudi di Queen Mary University of London (QMUL), menjalin hubungan baru, dan mengikuti ritme kehidupan London, “menyeimbangkan studi dan perjalanan menjadi hal yang biasa,” refleksi Aprilia, “dan saya mulai melihat London sebagai rumah kedua saya.”
Selain itu, kepercayaan diri muncul kala tantangan datang. Seperti yang dialami Mathena, ia berhasil mengalahkan rasa takut dan kecemasannya. Ia pelan-pelan memahami lingkungan barunya. Proses eksplorasi diri yang terjadi secara bertahap ini mulai terungkap saat Mathena berhasil mengatasi tantangan sehari-hari secara mandiri, mulai dari hal sederhana seperti pergi belanja ke toko terdekat hingga menavigasi sistem transportasi London yang ia nilai sangat rumit.
Penerimaan dan Hikmah
Setelah melewati berbagai tahapan, akhirnya setiap awardee mampu menerima dan mengambil hikmah dari perjalanan studinya. Saat perjalanan pertukaran berakhir, Aprilia mengakui bahwa ini adalah pengalaman yang berharga dalam pertumbuhan akademis dan pribadinya, “meninggalkan kota impian ini penuh rasa getir,” aku Aprilia, “tetapi pelajaran yang saya pelajari dan kenangan yang saya buat akan selamanya memiliki tempat istimewa di hati saya.”
Lalu, bagi Ficky Fadhilah, awardee IISMA di QMUL’s School of English and Drama (SED), kenangannya melampaui jauh di luar batasan ruang kelas, “kesempatan dan peluang yang diberikan kepada saya selama studi di QMUL SED tidak hanya bermanfaat dan bermanfaat, tetapi juga menyenangkan dan menyenangkan,” ujar Ficky penuh rasa syukur.
Kemampuan Mathena mengubah kendala menjadi sebuah kemenangan menjadi pengingat bahwa ketekunan dan kepercayaan diri adalah kunci utama untuk pengalaman studi internasional yang sukses. “Pengalaman belajar di luar negeri ini justru bikin aku semakin percaya sama diriku sendiri, untuk bisa membangun kehidupan sendiri, dan melihat seberapa mampu aku melakukan sesuatu,” kata Mathena.
“Be Connected, Be Inspire”
Perjalanan awardees menjadi pengingat tentang kesempatan yang menanti mahasiswa melalui program IISMA. Kisah Aprilia, Ficky, Sanny, dan Mathena mencerminkan potensi pendidikan dalam meningkatkan kemampuan non teknis dan membentuk komunitas global yang terdiri dari individu yang memiliki antusiasme untuk meningkatkan pengetahuannya.
Pengalaman seluruh awardees menjadi bukti atas resiliensi yang diajarkan dalam program IISMA, serta penerimaan dampak dari gegar budaya yang tekun dapat membantu mengatasi tantangan. Melalui kisah-kisah milik Aprilia, Ficky, Sanny, dan Mathena diharapkan terus menginspirasi dan membentuk aspirasi para sarjana global Indonesia di masa depan.
“Untuk semua yang membaca ini, nikmati saja deg-degannya. Tidak usah takut dengan hal-hal baru karena dari hal tersebut kita bisa tahu bahwa hidup kita akan berubah,” pesan Mathena.