Dua Peneliti ITS Raih Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award 2023
Managing Director Hitachi Global Foundation Teruya Suzuki (kiri) menyerahkan penghargaan kepada peneliti ITS Sri Fatmawati SSi MSi PhD di Jepang
Kampus ITS, ITS News – Semangat Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dalam menggalakkan kegiatan riset terus menguat. Kali ini ditunjukkan oleh dua peneliti sekaligus dosen ITS, yakni Sri Fatmawati SSi MSi PhD dan Prof Drs Ec Ir Riyanarto Sarno MSc PhD, yang berhasil meraih Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award 2023 kategori Outstanding Innovation dan Encouragement Award di Jepang, beberapa waktu lalu.
Berhasil memperoleh penghargaan kategori Outstanding Innovation, dosen Departemen Kimia Sri Fatmawati SSi MSc PhD menjelaskan, Hitachi Global Foundation merupakan lembaga yang memberikan penghargaan kepada para peneliti yang memiliki kontribusi besar dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) di Asia Tenggara. “Tahun ini, Hitachi Global Foundation memfokuskan pada penelitian kategori SDGs pertama dan ketujuh,” ujarnya.
Bertekad untuk menunjukkan kontribusi konkret ITS dalam mendukung SDGs pertama, dosen yang akrab disapa Fatma ini menghadirkan Menitemu, produk jamu yang dikeluarkan oleh ITS Djamoe. Selain menjadi alternatif obat untuk masyarakat, ITS Djamoe juga hadir untuk meningkatkan perekonomian masyarakat khususnya di Kediri, Jawa Timur. “Kami bekerja sama dengan PT Payung Pusaka Mandiri untuk dijadikan pusat produksi dari Menitemu,” katanya.
Penelitian yang telah berjalan lebih dari 20 tahun tersebut juga turut membantu pasien yang terjangkit Covid-19 di masa pandemi lalu dalam meningkatkan imunitas tubuh. Hal tersebut terjadi karena bentuk quality control (QC) dari ITS dan PT Payung Pusaka Mandiri yang tinggi dalam menghasilkan jamu berkhasiat tinggi. “Jamu yang telah lolos tahap QC langsung kami distribusikan kepada masyarakat yang melakukan isolasi mandiri (isoman) pada kala itu,” ujar Fatma.
Inovasi yang dibawanya tersebut terinspirasi dari fenomena pemanfaatan anjing pelacak untuk mendeteksi Covid-19 di Dubai International Airport pada Agustus 2020 lalu. Selain menjadi alternatif skrining yang efisien, i-nose c-19 memiliki tarif terjangkau yang berkisar Rp 25 ribu per skrining. “Biaya ini sudah termasuk dengan perawatan alat tersebut, sehingga i-nose cocok untuk pasien kalangan menengah ke bawah,” ungkapnya.
Alat dengan metode skrining axillary sweat odor pertama di dunia tersebut juga berhasil mencapai efektivitas skrining minimum 91 persen dibandingkan dengan skrining in-depth lainnya seperti swab PCR. Sehingga, alat tersebut lolos uji klinis yang kemudian dilakukan pilot testing di Rumah Sakit Islam (RSI) di Surabaya pada Februari 2021 lalu.
Dengan tercapainya penghargaan tersebut, kedua peneliti terbaik di Indonesia tersebut berharap penelitian mereka dapat memberikan manfaat yang luas di kancah nasional dan internasional. Tidak hanya itu, kegigihan mereka dalam melakukan penelitian tersebut akhirnya turut diapresiasi oleh Hitachi Global Foundation dengan pemberian dana hibah penelitian sebesar 1,5 juta yen. “Tentunya dana hibah penelitian ini akan kami gunakan untuk meningkatkan inovasi kami lebih jauh,” ucap Fatma mengakhiri. (HUMAS ITS)