close

Kisah Dibalik Pengukuhan Profesor UNEJ: Mendengar Dunia Internasional dari Radio dan Desain Indeks Kustono

Jember, 30 Januari 2024 – Universitas Jember sebagai lembaga pendidikan tinggi yang terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas akademiknya, telah resmi melantik delapan guru besar baru. Dua di antaranya berasal dari rumpun ilmu sosial-humaniora (soshum). Keberadaan dua guru besar dalam rumpun soshum ini mencerminkan komitmen UNEJ untuk terus menghadirkan kepakaran yang tidak hanya melibatkan aspek teknis dan sains, tetapi juga aspek-aspek sosial dan kemanusiaan yang mendalam.

Prof. Abubakar Eby Hara dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik diangkat sebagai guru besar dalam bidang hubungan internasional. Keputusannya untuk fokus menggeluti bidang hubungan internasional ternyata bukan tanpa alasan, Sedari kecil Eby, nama panggilannya, sudah tertarik dengan ilmu politik dan hubungan internasional karena terinspirasi dari sang ayah.

Prof. Abubakar Eby Hara dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

“Setiap pagi, saya ingat itu pukul 06:15, ayah saya selalu memutar berita dunia dari radio BBC Inggris siaran berbahasa Indonesia. Kalau beliau berhenti mendengar siaran BBC Inggris, saya mengikuti siaran radio lainnya seperti Netherlands Hilversum, Radio Australia dan Radio Peking yang menyiarkan siaran berita berbahasa Indonesia.” ungkap Prof. Abubakar Eby Hara.

Disitulah disiarkan perkembangan dunia internasional, semenjak saat itu ia menjadi tertarik mendengar berbagai peristiwa dunia dan menekuni bidang hubungan internasional sampai menyelesaikan S3 dan menjadi profesor. Prof. Abubakar Eby Hara merasa bidang hubungan internasional sangat luas dan mencakup isu-isu global yang dinamis. Meskipun dalam era globalisasi ini orang mungkin menganggap bahwa isu-isu dunia tidak terlalu penting, namun sebenarnya terlibat dalam isu-isu global itu perlu karena hal ini membentuk dasar untuk menjalin hubungan antarnegara yang berkelanjutan dan stabil.

“Studi ini sangat mulia karena mencoba mencari sebab konflik dan mencari jalan untuk perdamaian dunia tidak hanya dalam bidang politik, tapi juga ekonomi, sosial dan budaya.” jelas Prof. Abubakar Eby Hara.

Selama menyelesaikan pendidikan profesornya ia menemui banyak kesulitan terutama mendapatkan data dari tangan pertama yakni dari narasumber di dalam negeri. Kendala ini muncul karena beberapa faktor, seperti ketidakmampuan untuk mengakses informasi secara langsung, keterbatasan dalam mendekati dan mendiskusikan topik dengan narasumber, atau bahkan ketidaksetujuan dari pihak yang bersangkutan untuk memberikan data yang dibutuhkan. Namun hal itu tidak menjadi penghambat Prof. Abubakar Eby Hara dalam menyelesaikan penelitiannya, ia terus mengingat bahwa banyak yang memberikan doa dan dukungan kepadanya seperti keluarga.

Baca Juga :  ISI Padangpanjang Ikut Pameran Seni Visual "Rakta Mahardika Rupa - Merdeka Cipta Daulat Bangsa": Sebuah Eksplorasi Karya Seni dari Perguruan Tinggi Seni di Indonesia

“Keluarga sangat mendukung bahkan mendorong baik karir maupun minat studi saya. Bapak adalah inspirator saya sehingga tertarik pada bidang HI.” jelasnya. Sebelum mendapatkan gelar profesor sang ayah selalu menanyakan kepadanya kapan anaknya itu menjadi seorang profesor, namun ketika kini ia sudah berhasil mendapat gelar profesor sang ayah sudah berpulang dan belum sempat menyaksikan putranya itu mengenakan jubah guru besar.

Melalui penelitian yang dilakukan, kontribusi yang dapat diberikan oleh Abubakar kepada dunia pendidikan dan penelitian yaitu membangun cara berpikir yang terbuka untuk menghadapi perkembangan dan persaingan global. Dengan menerapkan cara berpikir yang terbuka, kita dapat merangkul keberagaman ide, nilai, dan perspektif yang muncul dari berbagai sudut pandang di seluruh dunia.

“Ini bukan hanya tentang memahami perbedaan, tetapi juga tentang menerima dan memanfaatkannya sebagai sumber inovasi dan pemecahan masalah. Dengan menerapkan sikap terbuka dan inklusif, kita tidak hanya melihat diri kita sebagai individu atau anggota kelompok tertentu, tetapi sebagai bagian dari masyarakat global yang saling terkait.”  ungkapnya.

Berbeda dengan Prof. Abubakar Eby Hara yang menggeluti bidang hubungan internasional, sosok satu ini juga tidak kalah menginspirasi publik melalui karya-karyanya. ia berhasil mendesain dan mendesiminasi Indeks Kustono sebagai salah satu alternatif indeks untuk mengukur adanya tindakan perataan penghasilan.

Prof. Alwan Sri Kustono dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis diangkat sebagai guru besar dalam bidang akuntansi manajemen. Ia mengungkapkan ketertarikannya di bidang akuntansi manajemen karena bidang ini memiliki peran yang sangat penting sebagai roh stratejik dalam organisasi, baik dalam bisnis maupun organisasi non laba. Sebagian besar informasi strategis diputuskan berdasarkan informasi akuntansi manajemen.

Baca Juga :  Mahasiswa Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) ISI Yogyakarta Magang di Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden

Organisasi sebagian melihat bahwa akuntansi adalah beban, karena hanya melihat produknya laporan keuangan untuk tujuan pelaporan dan perpajakan. Padahal fungsi akuntansi adalah penyedia dokumen administrasi.

Dalam menyelesaikan studi profesornya terutama ketika melaksanakan penelitian Prof. Alwan Sri Kustono menemui kesulitan dalam hal keterbukaan data terutama keuangan dan pemahaman perilaku organisasi bahwa akuntansi sebagai strategic action yang masih perlu ditingkatkan hal ini menyebabkan adanya hambatan ketika melakukan penelitian, kajian ilmiah, atau saat memberi konsultasi.

Prof. Alwan Sri Kustono dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Meskipun begitu, semangatnya tak pernah surut berkat dukungan dari keluarga, “Keluarga sangat mendukung dengan memberikan keleluasaan waktu, dana, dan semangat untuk mencapai gelar ini.” ujar Prof. Alwan Sri Kustono.

Sehingga melalui penelitiannya ia berhasil mendesain dan mendiseminasi Indeks Kustono sebagai salah satu alternatif indeks untuk mengukur adanya tindakan perataan penghasilan. Prof. Alwan Sri Kustono mengatakan dalam dunia pasar dan audit, harapan akan kemunculan pendeteksi rekayasa laba yang praktis dan akurat semakin besar.

“Pasar dan auditor menunggu munculnya pendeteksi yang praktis dan akurat untuk mendeteksi rekayasa laba. Menjadi inspirasi tersendiri bagi saya dalam mengembangkan instrumen baru dalam bentuk Indeks Kustono pada tahun 2011, yang khusus dirancang untuk mendeteksi income smoothing, menjadi respons terhadap kebutuhan mendesak akan alat yang mampu memberikan deteksi yang handal terhadap praktik rekayasa laba.” ungkapnya.

Langkah awal ini diharapkan dapat menginspirasi peneliti di bidang akuntansi untuk aktif dalam membangun, menyempurnakan, memverifikasi, dan mengembangkan instrumen-instrumen pengukur manajemen laba yang memiliki tingkat presisi tinggi, efisien secara ekonomi, serta mudah digunakan.

Dengan demikian, bertambahnya dua guru besar dalam rumpun sosial humaniora di UNEJ ini tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga perwujudan nyata dari semangat universitas untuk menjadi pusat keunggulan yang berdaya saing global dalam era pengetahuan yang terus berkembang. (dil/na)