close

Mahasiswa ITS Gagas Elektrolit Padat Baterai dari Bambu Tali

(dari kiri) Tim Neutrino ITS yang terdiri dari M Fatahillah Aqsa Laksana Bahtera Nuh, Andyan Rafi Setopratama, dan Phahul Zhemas Zul Nehan
(dari kiri) Tim Neutrino ITS yang terdiri dari M Fatahillah Aqsa Laksana Bahtera Nuh, Andyan Rafi Setopratama, dan Phahul Zhemas Zul Nehan

Kampus ITS, ITS News – Kebutuhan baterai akibat pengembangan mobil listrik yang terus digencarkan oleh pemerintah saat ini semakin meningkat, namun sayangnya baterai mobil listrik yang saat ini dikomersialkan masih dianggap tidak ramah lingkungan dan mahal. Berangkat dari permasalahan tersebut, Tim Neutrino dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas elektrolit padat baterai mobil listrik hasil ekstraksi bambu tali.

Dilansir dari CNBC, kebutuhan baterai mobil listrik bisa mencapai 198 GWh pada tahun 2050 mendatang. Namun baterai mobil listrik yang dikomersialkan masih menggunakan elektrolit cair yang bersifat korosif, mudah menguap, dan meledak karena adanya short circuit. “Dengan mengganti ke elektrolit padat, risiko tersebut bisa diminimalkan karena kestabilan thermalnya lebih tinggi,” jelas Andyan Rafi Setopratama, Ketua Tim Neutrino.

Tak hanya itu, lanjut mahasiswa yang akrab disapa Rafi ini, baterai mobil listrik komersial apabila dibuang ke lingkungan akan menjadi limbah B3 (bahan berbahaya beracun). Hal itu dikarenakan masih menggunakan bahan sintetis seperti polietilena dan polipropilen. Bahan-bahan sintetis ini pun mahal harganya, sehingga harga dari baterai mobil listrik komersial juga tinggi. “Bahkan harga baterai mobil listrik Tesla setara dengan harga mobil Avanza,” ungkap mahasiswa Departemen Fisika ini.

Baca Juga :  Sosialisasikan IISMA Co-funding, Kemendikbudristek Ajak Lebih Banyak Mahasiswa untuk Belajar ke Luar Negeri

Tim yang juga beranggotakan dua mahasiswa lainnya dari Departemen Fisika angkatan 2019 yaitu Phahul Zhemas Zul Nehan dan M Fatahillah Aqsa Laksana Bahtera Nuh ini terinspirasi dari penelitian serupa yang dilakukan oleh Ndruru pada tahun 2019 yang menggunakan kulit kakao. Berbeda dengan Ndruru, elektrolit padat gagasan Tim Neutrino ini menggunakan bambu tali yang banyak dijumpai di Indonesia.

Struktur serat selulosa yang terdapat pada bambu tali
Struktur serat selulosa yang terdapat pada bambu tali

Pembuatan elektrolit padat ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama adalah menentukan kadar selulosa dan lignin yang terdapat dalam bambu tali. Dengan menggunakan metode Chesson-Data, ditemukan bahwa bambu tali mengandung 72 persen selulosa dan 5 persen lignin. Kadar selulosa ini merupakan kadar tertinggi jika dibandingkan dengan penelitian serupa yang menggunakan bahan alam lainnya seperti kulit kakao, serat ampas tebu, dan tongkol jagung manis.

Kemudian dilanjutkan tahap ekstraksi kandungan selulosa dengan menggunakan metode Microwave Assisted Extraction (MAE) yang menghasilkan bubuk selulosa. Selanjutnya adalah sintesis karboksimetil selulosa atau Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dengan penambahan asam monokloroasetat (MCA) dan isopropanol. Tahap keempat adalah sintesis cairan ion yang akhirnya dicampur dengan bubuk CMC hingga menjadi biopolimer elektrolit padat.

Baca Juga :  Duta Besar Kerajaan Arab Saudi Syekh Esam Bin Ahmed Abed Al-Thagafi Resmikan Saudi Corner Universitas Negeri Padang
Kandungan selulosa bambu tali merupakan kadar tertinggi di antara bahan alam lainnya yang telah diteliti
Kandungan selulosa bambu tali merupakan kadar tertinggi di antara bahan alam lainnya yang telah diteliti

Sayangnya, menurut Rafi, penelitian ini masih sampai pada tahap ketiga karena waktu yang terbatas. Material penting dalam penelitian seperti garam lithium perklorat juga mahal dan sulit ditemukan di Indonesia sehingga harus impor dari luar negeri. “Akhirnya kami kerjakan apa yang sudah ada terlebih dahulu,” ujar mahasiswa kelahiran 2001 ini.

Meskipun begitu, penelitian yang dikerjakan selama kurang lebih empat bulan ini telah berhasil mengantarkan Tim Neutrino meraih juara III dalam ajang Youth Idea Competition 2021 yang diselenggarakan oleh National Battery Research Institute. Tak hanya itu, artikel penelitian ini juga sedang dalam proses penerbitan di jurnal International Symposium and Physic Application.

Mahasiswa asal Jember ini berharap riset penelitian baterai terus berkembang, sehingga dapat menciptakan dimensi baterai mobil listrik yang kecil dengan kapasitas yang besar dan rendah biaya. “Karena biaya baterai jadi murah, mobil listrik tentunya juga bisa dipasarkan dengan harga terjangkau,” tutupnya optimistis. (HUMAS ITS)