Mahasiswa ITS Gagas Sistem Keamanan Maritim Otomatis
Kampus ITS, ITS News -nSepanjang tahun 2016, sebanyak 280 kapal asing terdeteksi oleh pemerintah melakukan illegal fishing di Laut Natuna dan jumlahnya terus meningkat hingga sekarang. Aktivitas ilegal tersebut tentunya menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat sekitar dan negara. Berangkat dari permasalahan ini, tiga mahasiswa Departemen Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas inovasi bernama Marine Autonomous Security System.
Mereka adalah Adiwira Surya Susanto, Adinda Anggraeni Rahmawati S, dan Christophorus Nathanael yang tergabung dalam Tim Adhysta. Inovasi yang mereka bawa merupakan gabungan dari tiga teknologi besar. Yakni mencakup kapal nirawak, integrasi radar frequency diverse array multiple-input multiple-output (FDA MIMO) dengan Automatic Identification System (AIS), serta teknologi holographic display system.
Radar FDA MIMO adalah inovasi radar yang memiliki jangkauan sejauh 300 mil laut yang dapat mencakup seluruh wilayah Laut Natuna Utara. Radar ini bekerja dengan mengeluarkan gelombang elektromagnetik yang kemudian dipantulkan kembali oleh kapal. Gelombang yang dipantulkan tersebut kemudian ditangkap dan dilacak oleh radar secara real time. “Dari gelombang itu bisa diketahui posisi, kecepatan dan prediksi gerak kapal target,” terang Adiwira Surya Susanto atau yang kerap disapa Adi ini.
Radar FDA MIMO, lanjut Adi, diintegrasikan dengan AIS yang merupakan sistem pelacak dan terdiri dari dua komponen, yaitu pelacak AIS pada kapal dan AIS pada stasiun. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2019, setiap kapal yang memiliki izin berlayar di wilayah perairan Indonesia harus memasang dan menyalakan AIS. Sehingga kapal yang tidak memiliki atau tidak menyalakan AIS akan dikategorikan sebagai kapal asing ilegal.
Ketua Tim Adhysta ini menjelaskan bahwa data dari radar telah diintegrasikan secara ICBMS (IoT, Cloud, Big Data, Mobile, dan Security) dengan kapal nirawak dan AIS stasiun. Integrasi ini memungkinkan kapal nirawak dapat mendatangi koordinat kapal asing secara real time untuk melakukan proses peringatan dengan memanfaatkan teknologi holographic.
Teknologi hologram pada kapal memerangkap partikel udara lalu meneranginya dengan sinar laser untuk memunculkan gambar pada ruang udara. Gambar tersebutlah yang memungkinkan proses verifikasi dan komunikasi jarak jauh antara petugas di stasiun dengan pihak kapal asing. Apabila kapal asing tersebut bersikeras masuk, maka sistem akan memanggil Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI untuk melakukan tindak lanjut.
Mahasiswa asal Tangerang Selatan ini mengatakan, sistem yang mereka gagas dapat mengamankan 1,6 juta ton ikan dari kegiatan illegal fishing dan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 24 triliun dengan biaya ekspor ikan US$ 2 per kilogram. Dari aspek keamanan, sistem ini dapat meningkatkan pengawasan kapal illegal fishing hingga mencapai angka 85 persen.
Berkat inovasi tersebut, tim bimbingan Wimala Lalitya Dhanistha ST MT ini telah berhasil membawa pulang medali emas di ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-34 kategori presentasi Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT), 29 Oktober lalu. “Cukup kaget dan tidak menyangka karena kondisi daring sempat menyebabkan miskomunikasi,” ungkap Adi.
Mahasiswa angkatan 2020 ini mengutarakan bahwa timnya berharap agar ide mereka dilirik dan ditelusuri lebih jauh oleh pemerintah, sehingga Marine Autonomous Security System dapat menjadi ujung tombak sistem keamanan perairan di Indonesia untuk mencegah ancaman illegal fishing. “Tidak hanya di Natuna, namun juga di perairan Indonesia lainnya yang rawan illegal fishing,” tutupnya. (HUMAS ITS)