close

Mengenal Orientasi Kampus Merdeka Lebih Dekat

Jakarta- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kembali menyelenggarakan seminar berseri secara daring bekerja sama dengan FDTI pada hari ini, Jumat (3/7). Webinar kali ini merupakan seminar daring seri ke-6 yang mengusung tema “Tantangan Mewujudkan Kampus Merdeka”, yang menghadirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim.

Hadir pula plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi sekaligus Ketua Umum FDTI, Nizam, dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia Makassar, Zakir Sabra, sebagai moderator.

“Saya bukan penggagas Merdeka Belajar, melainkan Ki Hajar Dewantara. Saya hanya bertugas melanjutkan gagasannya,” tutur Nadiem dalam pembukaannya. Melalui kebijakan ini, Mendikbud membuka ruang belajar seluas-luasnya bagi para siswa dan mahasiswa. Khusus bidang pendidikan tinggi, Nadiem menerapkan kebijakan Kampus Merdeka sebagai kebijakan Merdeka Belajar tahap dua.

Dalam pengantarnya, Nadiem menyampaikan pesan bahwa kita saat ini membutuhkan gebrakan di perguruan tinggi. “Kita membutuhkan gebrakan yang positif. Kampus Merdeka adalah suatu metode atau suatu filsafat, terrmasuk dengan turutan-turutan kebijakannya yang terus bergulir. Ini bukan suatu yang statis, ini akan terus berkembang melalui program-program pemerintah,” ujarnya.

Baca Juga :  Pangdam IM Dukung Unsyiah Kembangkan Industri Nilam

Nadiem meyakini bahwa kebijakan ini merupakan salah satu cara membongkar birokrasi administrasi di perguruan tinggi. Nantinya, sivitas akademika di perguruan tinggi seperti dosen dan mahasiswa akan memiliki kemerdekaan dalam proses pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Oleh karena itu, mereka memiliki akses yang luas untuk belajar mendapatkan ilmu di dalam dan luar kampus.

Dosen berperan sebagai fasilitator dalam proses pertukaran ilmu; menyusun kurikulum yang berorientasi dan berbasis pada proyek keilmuan, kelompok mahasiswa berbasis proyek keilmuan, partisipasi dalam debat studi kasus, dan lainnya. Menurut Nadiem, yang membuatnya inovatif adalah cara berpikir. Perubahan ini bertujuan menghasilkan lulusan yang mampu bertahan, beradaptasi, dan memiliki kemampuan non-teknis untuk hidup dan bekerja dalam masyarakat. Lulusan memerlukan modal bagi kehidupan mereka di masa depan, bukan di kehidupan saat ini saja.

Baca Juga :  Program Kosabangsa dan Pengabdian kepada Masyarakat Hadir di 343 Kabupaten/Kota

Kebijakan Kampus Merdeka menurut Nadiem yang lebih penting adalah bagaimana kita memperbarui pola pikir kita yang dewasa; memperbarui pola pikir untuk mengambil risiko dan mencoba hal yang baru. “Kita harus mulai sadar yang dibutuhkan mahasiswa sangat berbeda dengan apa yang dibutuhkan oleh generasi di masa dulu. Kita harus memikirkan untuk mahasiswa,” ujarnya.

Mendikbud dalam penutupannya menyampaikan enam profil lulusan dalam peta jalan pendidikan Indonesia. Enam profil tersebut adalah berintegritas spiritualitas, berwawasan kebhinekaan, mandiri, gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. “Kita mendorong orang bukan hanya bisa dalam bidang apa, melainkan orang ini punya kemampuan dan kemauan terus belajar seumur hidup sesuai dengan akselerasi perubahan ekonomi, adaptif, kolaboratif, kreatif, dan berpikiran terbuka,” tuturnya. (YH/KRN/HIL/DZI/FH/DH/NH)

Humas Ditjen Dikti
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan